Prolog

824 113 78
                                    

Sean Greeg Ehrenreich

Pria tampan dengan sejuta keberhasilan dalam hidupnya yang dicapai dalam usia relatif muda, 25 tahun. Tapi di balik itu, tersimpan kenyataan dia adalah seorang indigo. Dia berusaha bersikap selayaknya kebanyakkan orang, meski kadang itu membuatnya sadar jika dia berbeda. Sampai kehadiran seorang gadis yang membuatnya merasa jadi orang normal seperti yang lain.

Aleysia Grethania Franklin

Seorang gadis dengan parasnya yang sangat cantik, memilih hidup mandiri setelah orang tuanya berpisah dan mengejar beasiswa tanpa campur tangan mereka. Baginya pendidikan adalah yang utama untuk mencapai keberhasilan dalam hidup dan menunjukkan kepada orang tuanya bahwa perpisahan mereka tidaklah berpengaruh banyak bagi dirinya. Dia akan melakukan apapun untuk bisa mewujudkan impiannya meski harus melewatkan masa mudanya atau bahkan terjebak dalam ikatan bersama pria indigo itu.

Hai guys... Ini cerita ke-3 author.
Hehehe sok-sok.an bikin cerita ke-3 padahal yang 1 dan 2 aja belum dirampungin. Tapi nggak papa lah daripada nanti ide-nya keburu hilang, kan sayang.

Oke, tanpa basa-basi lebih panjang lagi.
Let's go straight to the story....

Happy reading guys....
Berharap kalian menyukainya....

***
Seorang gadis cantik berjalan di sepanjang koridor kampus menuju kelasnya. Sesekali berlari kecil, dia membiarkan rambut coklatnya yang tergerai tertiup angin.

Pagi ini memang dingin dengan angin yang berhembus cukup kencang. Mengeratkan cardigan cream melingkupi tubuhnya, tampak di baliknya T-shirt putih mengintip dengan malu-malu.

Dengan kaki jenjangnya yang terbalut sempurna celana jeans hitam dan sneakers putih, Aleysia berjalan secepat yang ia bisa sebelum dosen yang mengajar hari ini tiba di kelas.

Kecantikkan Aleysia Grethania Franklin memang tidak bisa diabaikan begitu saja. Terbukti dengan penampilannya yang sangat simple itu, tak bisa mencegah orang-orang di sepanjang koridor untuk tidak menoleh dua kali saat melihatnya. Terutama para kaum adam yang tidak melepaskan pandangan mereka, meski gadis itu telah melewati mereka.

Aleysia mengabaikan semua itu, meski risih tapi dia berusaha mengabaikannya. Mengingat kondisinya sekarang yang sangat terlambat untuk masuk ke kelas dosen yang terkenal killer.

Dalam hati Aleysia berharap agar Mr. Englart belum datang, terjebak di kemacetan, ban bocor atau jika sudah di kampus mendapatkan panggilan alam yang mengharuskannya ke toilet dan tanpa sengaja ada yang menguncinya di sana. Apapun itu yang penting dia belum di kelas sekarang.

Bukannya Aleysia menginginkan hal buruk menimpa Mr. Englart. Tapi mau bagaimana lagi, dia sungguh tidak ingin Mr. Englart berada di kelas sekarang. Apalagi dengan dia yang terlambat, sangat tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mr. Englart tidak akan pernah mentolerin mahasiswa yang terlambat di kelasnya. Dengan kejam dia akan mengusir mahasiswa itu. Tak pandang bulu, pria atau wanita sama saja di matanya.

Tak hanya sampai di situ. Dengan tegas dia mengatakan bahwa mahasiswa yang terlambat, tidak akan bisa mengikuti kelasnya selama tiga pertemuan ke depan. Itu berarti tidak ada nilai yang didapat selama itu dan ilmu yang seharusnya didapat berlalu begitu saja.

Mungkin itu yang membuatnya mendapatkan julukan dosen killer dari para mahasiswa.

Cepat-cepat mengusir pikiran itu, Aleysia menaiki setiap anak tangga dengan terburu-buru hingga beberapa buku di tangannya terlepas dan jatuh berserakan.

Entangled Love An IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang