Twaalf

724 111 9
                                    

Three Days Before "Midnight"

"Halah kalo lu yang jadi pangeran mah, mending gue jadi tukang cuci piring aja daripada jadi Cinderella nya." Ujar Jihoon dengan tawa kecilnya.

Guanlin menatap kesal. "Mau mau tapi malu lo, hyung."

Jihoon memutar kedua matanya. Siapa juga yang mau sama tiang bendera kayak Guanlin. Bisa-bisa gue dikira adeknya.

Tanpa menggubris lebih lanjut ucapan Guanlin, Jihoon menarik selimutnya lalu kembali tenggelam ke dalam dunia mimpinya. Kali ini dia tidur tanpa kegelisahan, seakan bebannya sebagian terangkat sudah.

Seperi biasa ketika sudah tertidur pemuda bantet itu akan sangat sulit untuk dibangunkan. Ditambah matanya yang kemarin habis menangis berjam-jam, membuat kelopaknya semakin berat saja.

Untungnya, kalender menunjukkan hari Sabtu, yang berarti libur untuk sekolah mereka.

Ketika Jihoon masih asyik-asyiknya bergelung di antar selimut bulunya. Sementara seorang Lai Guanlin masih tertahan di kamar mandi karena mules sejak shubuh. Ya iyalah malaikat maut juga ada masalah sembelit, kalian kira gue dewa?

Perlahan pintu kamar Jihoon terketuk perlahan. Makin lama makin kencang, sampai rasanya seperti sedang ada demo di luar sana. Karena kesal, Jihoon melempar sepatunya ke arah pintu. "APASIH LIN LU KAN BISA TINGGAL NEMBUS PINTUNYA!" Jeritnya frustasi setengah mengantuk.

"Gue masih di wc, Hyung!" Balas Guanlin tidak terima dituduh sebagai oknum tukang ketuk di luar sana.

Sementara itu si oknum pengetuk pintu spontan panik dan semakin keras mengetuk pintu. "paRK JIHOON! LU LAGI SAMA SIAPA DI DALEM?! ITU SUARA MALING YA! GUE DOBRAK NIH PINTUNYA!!!!"

Kesadaran Jihoon pulih dalam sekejap. Dia kenal suara itu. "Eh, eh, bukan woy! Iya iya gue otw buka nih! Jangan didobrak dulu pintunya!"

Dan benar saja saat Jihoon membuka pintu terpampanglah sebuah wajah buluk di depan sana. Jihoon memeluk pemuda itu. "Awww pengembala kebo kesayangan gueeee lu ngapain disini?????"

Park Woojin yang tadi panik balas menjitak kepala Jihoon kuat-kuat. "Ish, kalo gue pengembala kebo, gue ngegembalain elu dong."

Jihoon terbahak.

"Jadi lu ngapain disini Jin?"

"Lagi ada perlu, sekalian aja gue mampir ke rumah lu." Jihoon mengangguk paham. Tepat setelah Woojin menjawab seperti itu, seorang Lai Guanlin keluar dari tempat persemediannya.

Spontan kedua alis Woojin bertaut. "Heh, lu ngapain disini?"

"Numpang boker. Lu sendiri? Kebo lu ga diurusin?"

Terjadi perang dunia ketiga instan di dalam kamar Park Jihoon. Jihoon yang sudah kelelahan tidak mau jadi makin lelah karena mengurusi dua curut yang sama-sama dekil seperti mereka berdua.

Jihoon menyuruh Woojin duduk di atas ranjangnya. "Udah-udah, Jin, lu mantep di kasur aja deh. Gue mandi bentar."

"Sementara lu." Jihoon menatap Guanlin dalam. "Balik sana." Lalu mengibas-ngibaskan tangannya layaknya sedang mengusir kucing.

Guanlin balas misuh-misuh sementara Jihoon menjulurkan lidahnya. Setelah Guanlin keluar dari kamar Jihoon, barulah pemuda Taipei itu menghilang dari pandangan. Tentu saja tanpa sepengetahuan Park Woojin. Bisa-bisa makin panik Woojin jika tau sepupunya memiliki teman yang bisa menghilang begitu saja.

Jihoon itu orangnya pemalas, bahkan untuk sekedar membersihkan diri pun dia malas. Tapi sekalinya Jihoon mandi, ibarat astronot bahkan sampai bisa mengelilingi matahari lalu pulang kembali ke bumi. Iya, selama itu.

[✔] [i] [Park Jihoon] || CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang