Aku hanya diam dan merenungkan apa yang baru saja terjadi. Apakah itu wajar? Dengan usia pernikahanku yang baru 5 bulan. Apakah hal ini wajar? Apa salahku? Apa yang telah aku lakukan sehingga dia tega melakukan ini padaku?
"Salsha, dengarkan aku" tiba-tiba Iqbaal bersuara, memecahkan keheningan diantara kami berdua. Aku mendongakkan kepalaku, dan menatapnya yang entah sejak kapan ia duduk di tempat tidurku. "Dengarkan aku! Aku tidak bermaksud untuk menduakanmu. Ini semu-----"
"Hentikan! Tak ada yang perlu kamu jelaskan lagi! Aku tak ingin mendengarkan sepatah katapun dari bibir manismu itu!" jawabku dengan cepat. Jika boleh memilih, ingin sekali aku memukulnya dengan keras, menamparnya dengan tanganku sendiri, menarik rambutnya dengan sekuat tenagaku hingga semua rambutnya terlepas dan tak ada satu helai rambut pun yang tertinggal. Namun sayang, aku bukanlah jenis orang suka bermain fisik. Aku tak suka kekerasan yang selalu memukul.
Aku turun dari tempat tidurku, dan keluar dari kamarku meninggalkan Iqbaal seorang diri. Aku berjalan menuju meja makan, aku mengambil 2 potong roti dan selai coklat. Aku mengoleskan selai coklat pada roti yang tadi telah aku ambil. "Pagi neng" terdengar suara seorang wanita dari belakangku, aku mengenal sekali suara ini. "Pagi mbok" jawabku dengan penuh senyuman --palsu-- ini.
Namun entah bagaimana wanita ini dapat mengetahui bahwa pagi ini suasana hatiku sedang tidak bagus, tiba-tiba saja ia berkata "Neng tau gak?" tanya wanita ini padaku dengan air wajah bagaikan ibu-ibu yang sedang bergosip. Aku menatapnya dengan pandangan ingin tahu, "Pagi-pagi itu gak boleh marah, apalagi ibu-ibu hamil! Nanti bayinya emosian mulu loh neng!" lanjut wanita ini bagaikan ibu-ibu tukang gosip. Aku menatap wanita ini sambil tersenyum tipis.
"Mbok bisa liat dari muka Neng Salsha, pasti abis berantem sama Den Iqbaal, karna Den Iqbaal--- ah udah ah Mbok gak mau ikut campur, tapi ya neng menurut Mbok, Den Iqbaal gak mungkin begitu. Mbok mu ini udah kenal Den Iqbaal sebelum kenal Neng Salsha, dia mah anaknya begini neng" jelasnya sambil mengacungkan kedua jempol tangannya keatas dan senyuman bangga itu. Aku menatapnya tak percaya. Apa benar aku salah paham? Atau Mbok saja yang belum mengetahui sikap asli Iqbaal.
"Saran Mbok ya Neng, lebih baik di omongin baik-baik dulu sama Den Iqbaal, lagian gak mungkin kan Den Iqbaal kaya gitu. Apalagi Neng Salsha lagi hamil muda. Lagian Neng Salsha kan udah cukup lama kenal Den Iqbaal, udah dari SMP ya neng? Atau SMA?" ujar wanita ini setengah berfikir, untuk mengingatnya. "Dari SD Mbok" jawabku dengan lembut sambil tersenyum tipis. "Nah, dari SD lagi. Neng Salsha juga tahu kalo keluarga Den Iqbaal itu dipandang baik dari dulu, kalo Den Iqbaal sampe berbuat kaya gitu pasti kecil kemungkinannya Neng, bisa aja dia di jebak atau gimana gitu Neng. Seperti saran dari Mbok tadi Neng, lebih baik dibicarakan baik-baik, tahan emosi, jangan biarin orang ketika masuk di rumah tangga Neng Salsha yang masih baru ini. Itu bisa merusak nama baik semuanya Neng" jelas wanita ini panjang lebar.
Apa yang dikatakan oleh si Mbok ada benarnya juga. Aku seharusnya mendengarkan penjelasan Iqbaal tadi. Tidak mungkin Iqbaal seperti itu, lagipula itu bukanlah Iqbaal yang aku kenal. Seingatku pun Iqbaal tak pernah mempermainkan perasaan orang lain. Aku harus membicarakannya dahulu dengan Iqbaal.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURVIVE
Ficción General"Hidup ini tidak adil! Jadi biasakanlah dirimu!!" -Patrick Star (Spongebob Squarepants) TIDAK! HIDUP INI SANGAT ADIL! Apa yang kau tabur, itulah yang engkau tuai di kemudian hari. Tapi, aku tidak melakukan kesalahan apapun? Mengapa aku harus mengala...