Bagian 13

1.4K 126 38
                                    

Aku berjalan dengan cepat meninggalkan tempat ini. Aku mengendarai mobil ini dengan kecepatan penuh. Aku tak tahu harus kemana. Apakah aku harus kerumah Bunda? Atau ke Villa? Atau hotel? Tidak!! Tidak ada tempat yang aman dari Iqbaal. Ia bisa dengan mudah menemukanku. Dia memiliki segala akses untuk menemukanku. Tidak mudah untuk meninggalkan pria ini. Tapi berbeda dengan dirinya yang dengan mudah untuk mendapatkan dan meninggalkan wanita begitu saja. Sekarang yang aku butuhkan hanya tempat untuk tidur semalam saja. Apartement. Mungkin di apartement aku bisa bersembunyi dari makhluk ini. Hanya semalam saja sudah cukup bagiku. Dengan segenap hati aku melajukan kendaraanku menuju apartement pribadiku.

*****

Sesampainya di apartement, aku langsung saja kamar mandi. Aku menyiapkan air hangat di bathup. Aku melepaskan pakaianku satu persatu. Aku masuk ke dalam bathup Aku merendam tubuhku di air hangat. Aku memejamkan mataku. Baru saja aku hampir terlelap, tiba-tiba saja aku merasakan ada seseorang yang menyelinap masuk. Aku langsung meraih handuk dan keluar dari bathup. Aku memakai kimonoku. Aku berjalan keluar dari kamar mandi. Tak ada orang. Baru saja aku akan masuk kembali ke kamar mandi. Mataku menangkap sesosok pria yang sedang berdiri di dekat jendela dan ia menghadap pemandangan kota Jakarta di malam hari. "Siapa disana?" tanyaku. Pria itu membalikkan tubuhnya, ia terlihat sedang memegang gelas yang berisikan air. Aku tidak dapat melihat wajahnya. Aku lupa menyalakan lampu tepat di tempat ia berdiri.

"Kenapa engkau tidak pulang Salsha? Mengapa engkau disini? Apakah suamimu Iqbaal sudah bangkrut? Jadi ia tidak memiliki rumah sekarang? Aku sudah menduganya! Ia pantas mengalami hal itu, karena ia tidak menghargai wanita! Dia sering bermain dengan banyak wanita bukan?" ujar pria itu. Siapa dia? Bagaimana ia bisa tahu namaku? Bagaimana ia bisa tau nama suamiku? Dan hal yang memalukan itu? Ia berjalan mendekat. Ia mendekat. Semakin mendekat. Mendekat. Ketika cahaya lampu mulai menyinari wajahnya. Aku hanya menatapnya tak percaya.

"Kakak?" hanya satu kata yang dapat aku ucapkan. Ia meletakkan gelasnya dan berjalan mendekatiku. "Kenapa adikku sayang? Apakah semua perkataanku itu benar adanya?" tanyanya padaku. "Ti—tidak!! Iqbaal tidak mengalami kebangkrutan!" bantahku dengan tegas. "Tapi kami hanya—" aku tak bisa mengatakan yang sejujurnya. Jika aku mengatakannya, ia akan marah besar. Bahkan melebihi Bunda. "Hanya apa? Hanya kami sedang mengurus surat perceraian?" tanya pria ini padaku. "Tidak! Kami hanya—" aku masih tidak bisa mencari kata-kata yang tepat untuk mengelabuinya. Ia memegang kedua bahuku dengan kuat "Sudahlah Salsha! Katakanlah yang sejujurnya padaku! Apa yang di lakukan oleh pria bajingan itu padamu? Katakan padaku!" bentaknya.

"Kak Ali—" ucapku tak percaya, ia sebelumnya tak pernah seperti ini. Ia sangat jarang membentakku. "Katakan padaku! Aku datang jauh dari Amerika ke sini hanya untuk memastikan adik dan ibuku hidup bahagia! Tapi kini aku melihat adikku sedang merana, bagaimana bisa aku membiarkan seorang pria bajingan membuat adikku satu-satunya menderita!" jelasnya. Itulah dia. Kak Ali, kakakku yang paling sensitif. Mungkin ini dikarenakan kami hanya berdua. Dan ia sangat tidak suka jika aku tersakiti. "Salsha, katakan padaku! Apa benar Iqbaal berselingkuh?" bentaknya padaku. Aku tak berani menjawabnya, aku takut jika ia semakin marah. Hanya air mata yang mulai mengalir di pipiku. Aku dapat melihat wajah kecewanya. "Dan saat ini kau sedang hamil muda?" tanyanya dengan perlahan. "Iya kak, semuanya benar" jawabku tak kuasa menahan tangisan. "Jadi yang dikatakan Bunda benar adanya" ujarnya perlahan, lalu melepaskan pegangannya.

Ia menatapku dengan tatapan iba. "Maafkan aku kak, seharusnya mendengarkan perkataan Bunda dari awal" sesalku padanya. "Tidak! Bukan salahmu! Ini salahku! Saharusnya aku tidak membawanya padamu" sesal Kak Ali. Air mata masih saja mengalir dari mataku. "Jangan ada air mata lagi yang keluar dari matamu, aku harus menghabisi bajingan itu" ucapnya. Ia pun bergegas berjalan keluar dari apartement. Namun aku menahan tangannya, "Tidak Kakak! Tidak! Jangan lakukan apapun padanya" tangisku padanya. "Tidak ada yang boleh menyakiti adikku, bahkan seekor semut kecil yang berani menggigitmu sekali pun, akan langsung aku bunuh!" ujarnya. Kak Ali melepaskan pagangan tanganku dan langsung berlenggang pergi meninggalkanku seorang diri di apartement.

SURVIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang