Bagian 19

335 57 16
                                    

Cahaya matahari menyilaukan mataku. Aku membuka mataku secara perlahan, aku mendapati Iqbaal yang menggunakan handuk kimono putih sedang berdiri di menghadap jendela. Ia memegang sebuah mug di tangannya, mungkin ia sedang meminum kopi seperti biasanya.

Aku bangkit dari tempat tidurku. Aku berjalan perlahan menuju Iqbaal. Aku memeluk secara perlahan dari belakang. "Selamat pagi, Iqbaal", ucap padanya. "Selamat pagi, sayang", jawabnya padaku. Ia membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arahku. Ia membalas pelukan ini dengan hangatnya. Sudah lama kami tidak seperti ini, sebelum kedatangan Chelsea dalam kehidupan kami. Iqbaal melepaskan pelukan ini. Ia menatapku dengan senyuman.

PLAAKK!!!!

Tiba-tiba saja Iqbaal menampar pipiku sangat keras, hingga aku terjatuh. Aku tak tahu apa yang terjadi hingga dia menaparku sekeras itu. Aku menatap Iqbaal tak percaya. "I.. Iq.. Iqbaal?" tanpa aku sadari, air mata ini menetes begitu saja. "Kenapa? Apakah kamu pikir aku masih mencintaimu? Hahaha.. Salsha, sadarlah! Aku sudah tidak mencintai dirimu lagi! Aku sudah memiliki seseorang yang lebih baik daripada dirimu yang manja ini!" ucap Iqbaal. Wajah itu berubah menjadi sangat menakutkan. Ia seolah benci padaku.

Tiba-tiba saja pintu kamar kami terbuka, aku melihat sosok Chelsea datang menghampiri Iqbaal. Ia merangkul tangan Iqbaal dengan erat. "Oh.. lihat! siapa ini? Seorang gadis kecil yang menyedihkan! Hei gadis kecil, apa yang kau lakukan disini? Di kamar suamiku" ujar Chelsea dengan angkuhnya.

"Salsha, lihatlah! Inilah wanita yang pantas untukku, bukan diri!" Iqbaal mengatakan kata-kata yang menyakiti hatiku. Air mataku terus mengalir. "Ta.. Tapi, bagaimana dengan anak ini? Bagaimana dengan anak yang kandung ini Iqbaal?" ujarku padanya. "Ha! anak itu? Gugurkan saja! Tidak pernah ada yang menginginkan seorang anak dari rahimmu!" sakit hatiku saat mendengarkan ucapan Iqbaal.

"Sayang, bagaimana jika kita pergi saja? Aku tidak ingin melihat gadis yang malang ini lama-lama" ujar Chelsea dengan manjanya. "Kau benar sayang, sebaiknya kita pergi. Aku merasa jijik jika harus berdekatan dengan gadis ini lama-lama" setuju Iqbaal.

Aku mendekati Iqbaal, aku memeluk kakinya "Tidak! Tidak! Iqbaal!! Tidaakkk! Iqbaal jangan tinggalkan aku! Aku mohon! Jangan tinggalkan aku! Jangan tinggalkan anakmu" tangisku padanya.

"Menyingkirlah!" teriak Iqbaal sambil menendang tubuhku agar menjauh. Mereka pun pergi meninggalkan aku sendiri. "Tidaakkk! Iqbaal! jangan tinggalkan aku" tangisan semakin keras.

Apa ini? Darah? Darah keluar dari selangkanganku? Tidak! Jangan lagi! Iqbaal sudah meninggalkan aku. Sekarang anakku pun meninggalkan aku. Aku benar-benar sendiri. Tidak! Mengapa semua ini sangat tidak adil? Mengapa aku harus merasakan hal ini? Mengapa?

"TIDAAAAAKKKKK!!!!!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SURVIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang