Pikiranku masih kusut setelah kedatangan lelaki jahat itu. Sungguh tak aku sangka, dia bakal berani menunjukkan lagi batang hidungnya di hadapanku setelah apa yang dikakukannya dua tahun silam. Aku merahasiakan kedatangannya dari Papa dan Mama. Takut hati mereka kembali terluka.
Luka itu masih menganga, masih berdara, tak akan pernah aku lupakan apa yang sudah diperbuatnya padaku, pada keluargaku. Batiku masih terasa perih. Walau sebenarnya sudah agak berkurang setelah aku mencurahkan isi hatiku pada Laras beberapa hari yang lalu.
Ah, tiba-tiba saja aku ingin bertemu Laras. Setidaknya aku ingin berterima kasih pada Laras dan Abimanyu yang sudah mau menerimaku untuk menginap di rumah mereka. Hhhmmm, aku bawakan apa ya untuk Laras? Apa ya, makanan kesukaan Laras? Ah, biarlah. Nanti saja sekalian di jalan aku pikirkan lagi. Aku bergegas mandi dan bersiap menemui Laras. Eh, jam segini biasanya Laras akanada di kafe menemani Abi, kan ya? Aku putuskan untuk menemui Laras di kafe. Sekalian ngopi, meredakan gejolak hati.
# # #
"Hei, Shinta! Wah gimana kabarnya?" sapa Abi begitu aku sampai di kafe.
"Hai, Bi! Baik," aku mengambil tempat duduk di pojok ruangan. Dari sudut ini aku bisa melihat ke arah pintu, sehingga bisa melihat siapa saja yang masuk ke kafe ini.
"Mau minum apa? Avocado float? Kata Laras kamu suka banget minum itu." Aku menatap Abi takjub. Dia bahkan mendengar seksama cerita Laras dan menyimpannya dalam memorinya. Aku tersenyum.
"Pagi ini aku lagi pengen yang anget-anget aja deh. Kopi aja."
"Dengan satu sendok gula?" lagi-lagi aku menatap Abi takjub. Aku tertawa.
"Iya, bener. Laras cerita semua tentang aku ke kamu ya?" Abi tertawa.
"Gak semua, lah. Oke, tunggu ya?" Abi melambaikan tangan pada seorang pelayan.
"Gus, buatkan kopi, gulanya satu sendok aja ya?" kata Abi pada pelayan itu.
"Siap, Bos!" Agus, pelayan itu mengangguk mantap, berlalu dari hadapan kami.
"O iya, Bi. Laras di mana?" tanyaku yang tak melihat sosok Laras di kafe.
"Waduh, Laras lagi nganter Mama ke dokter." kata Abi.
"Tante Merry sakit?" Aku bertanya, khawatir.
"Gak, general check up aja kok!"
"Oh,..." aku menghembuskan nafas lega.
Agus, pelayan tadi datang membawakan pesananku.
"Kopinya, Tante," Agus tersenyum padaku.
"Tante, kapan dia kawin sama Om kamu?" Abi tertawa. Aku ikut tertawa. Agus hanya bisa nyengir kuda.
"Biar akrab gitu, Bos," Agus membela diri.
"Sok akrab kamu," lagi-lagi Abi tertawa.
Aku benar-benar kagum padanya. Walau di sini kedudukannya sebagai bos, sebagai owner, tapi dia tidak menempatkan diri sebagai Bos, tidak semena-mena. Justru merangkul para pegawainya selayaknya sahabat, seperti saudara.
Makanya, suasana di kafe ini sungguh nyaman. Lucu, lebih tepatnya. Kesan romantis benar-benar terasa di kafe ini.
"Ini kafe, kamu yang rancang, Bi?" Aku bertanya.
"Iya, dong! Kenapa? Jelek ya?"
"Gak lah, bagus banget. Ternyata kamu romantis juga ya orangnya?" Aku tersenyum menggoda Abi.
"Hahaha, ini kafe aku rintis pas lagi fall in love, makanya jadinya kayak begini," Abi bercerita.
"Oh, ya? Pasti sama Laras dong fall in love-nya?" Abi tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Salah(Finished)
RomanceKehidupan pernikahan tak selamanya mulus. Tak seperti dalam dongeng yang selalu berakhir bahagia. Justru dengan menikah, petualangan baru dimulai. Lalu apa jadinya, jika masalah yang hadir melibatkan hati? Bagaimana jika masalah itu datang dari oran...