"Sayang, bangun dulu yuk. Sarapan dulu, ya?"
Aku membuka mataku. Ternyata Abi. Duh, kenapa kepalaku pusing sekali? Aku mencoba bangun, tapi terjatuh lagi.
"Ras, kenapa?" Abi membantuku duduk. Ada sorot khawatir di matanya.
"Kepalaku pusing banget."
"Kamu demam, Ras. Hari ini kamu di rumah aja ya? Gak usah ikut aku ke kafe." Aku mengangguk.
"Kamu mau aku panggil seseorang buat nemani kamu? Shinta, mungkin?"
Kata-kata Abi membuat tubuhku menegang. Aku menggeleng kuat-kuat, membuat kepalaku makin pusing.
"Mama," aku meminta Abi memanggil Mama.
Walau sudah sebesar ini, sudah menikah sekali pun, aku masih ingin dirawat Mama ketika sakit. Bahkan sebelum menikah, aku masih suka tidur di kamar Mama kalau aku sedang sakit.
"Boleh, aku telpon Mama nanti ya? Sekarang kamu sarapan dulu, ini udah aku siapin," Abi menyuapkan sepotong melon ke mulutku. Enggan aku membuka mulutnya, menerima suapan dari Abi.
"Sayang, sekali lagi aku minta maaf kalo aku ada salah ya? Sampe bikin kamu nangis, bikin kamu sakit begini."
Air mata menggenang lagi, siap tumpah. Abi mencium keningku, sebelum kemudian keluar kamar untuk bersiap dan menelpon Mama.
# # #
Mama datang tak lama setelah Abi menghubunginya. Mama tersenyum melihat keadaanku.
"Untung aja Mama tinggal tak jauh dari kalian, coba kalo kita tinggal beda kota. Mau manggil siapa kamu? Laras... Laras, kamu ini sudah menikah, Sayang. Sudah bersuami. Masa, masih mau ditungguin Mama kalau sakit? Kalau Mama sudah meninggal gimana?"
Aku memeluk Mama erat. Ingin rasanya menceritakan semua rasaku ini. Tapi, malu. Mama pasti hanya tertawa mendengar ceritaku. Cuma begitu saja sampai bikin aku sakit? Pasti begitu pikir Mama. Aku pun urung bercerita.
"Kamu sudah sarapan?" tanya Mama. Aku mengangguk.
"Ya sudah, kamu istirahat ya? Mama bikinin sup dulu buat kamu."
Aku menggeleng. Makin erat memeluk Mama. Mama tertawa.
"Kamu gak malu, dilihat Abi dengan keadaan begini? Idih, udah punya suami masih manja sama Mamanya," sekali lagi Mama tertawa. Aku hanya diam.
"Ma, Abi berangkat ke kafe dulu ya? Kalau ada apa-apa sama Laras, langsung telpon Abi aja."
Mama hendak bangkit berdiri, namun aku menahannya. Mama memukul kepalaku pelan.
"Ya udah, berangkatlah Bi. Maafin istrimu yang manja ini ya?" kata Mama. Abi tersenyum.
"Titip Laras ya, Ma." Mama mengangguk. Abi menatapku, tapi aku memilih menyembunyikan wajahku dalam pelukan Mama.
Sebelum berangkat, Abi membelai kepalaku pelan.
"Aku akan pulang cepat hari ini. Kalo sore nanti kamu masih demam, kita ke dokter, ya?" Aku mengangguk.
"Abi berangkat ya, Ma?"
"Iya, silahkan,"
Sepeninggal Abi, Mama mengangkat kepalaku. Menatapku dalam. Lama Mama menatapku, sampai aku merasa jengah dan kembali membenamkan kepalaku dalam pelukan Mama.
"Kalian lagi marahan, ya?" tebak Mama. Aku diam.
"Mama gak akan mencampuri urusan rumah tangga kalian, cuma satu pesan Mama. Sabar, ini namanya ujian dalam rumah tangga. Kamu jangan terpedaya cerita dongeng para putri yang semua berakhir bahagia. Justru, dengan pernikahan kalian memasuki babak baru perjalanan hidup, dan semua itu tidak semulus jalan tol. Lebih terjal dari mendaki gunung. Jadi, Sayangku, putri kecilku, bersabarlah." Mama mencium keningku. Tak terasa air mataku kembali mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Salah(Finished)
RomanceKehidupan pernikahan tak selamanya mulus. Tak seperti dalam dongeng yang selalu berakhir bahagia. Justru dengan menikah, petualangan baru dimulai. Lalu apa jadinya, jika masalah yang hadir melibatkan hati? Bagaimana jika masalah itu datang dari oran...