Abimanyu: Larasati, Istriku

4.2K 138 6
                                    

Bahagia tak terkira. Hanya itu yang bisa aku ungkapkan setelah menikah dengan Laras. Betapa tidak? Aku memendam perasaan pada Laras sejak dia jadi adik kelasku semasa SMA. Terus kusimpan cintaku untuk Laras hingga baru berani mengungkapkan perasaan semasa kuliah, tepat setelah aku membuka kafe ini. Itulah kenapa, kafe ini kubuat bernuansa cinta. Karena aku sedang jatuh cinta saat merintisnya. Gak ada hubungannya ya? Haha... biarlah.

Beberapa hari setelah menikah, aku memboyong Laras ke rumah yang memang sudah aku miliki dan tinggali sejak belum menikah dengannya. Jadi setelah menikah, murni hanya ada kami berdua di rumah ini.

Banyak sekali perbedaan yang aku alami setelah menikah dengan Laras. Biasanya, sepulang dari kafe, aku aka  melepas sepatu di mana saja aku berhenti. Sekarang, Laras siap berdiri di depan pintu dengan tangan di pinggang dan tatapan seorang Ibu yang jengkel melihat anak bandelnya meletakkan sepatu sembarangan. Jadilah aku sekarang mulai terbiasa meletakkan sepatu di rak.

Seperti pagi ini juga, aku lupa. Setelah mandi aku meletakkan handuk di atas tempat tidur seperti yang biasa aku lakukan dulu. Dan, apa yang terjadi?

Laras hanya menatapku dengan dahi berkerut. Lalu diambilnya handuk di atas tempat tidur dan meletakkannya di tempanya.

Ketika dia mengomel tentang itu, selalu aku katakan, "Nanti juga kamu bakal naruh di tempatnya, kan?"

Dan Laras hanya bisa menghembuskan nafasnya saja. Aku sering tertawa geli melihat hak itu. Aku menikmatinya, entah kenapa. Kadang aku dengan sengaja meletakkan segala sesuatu tidak pada tempatnya.

#  #  #

Pagi ini, pertama kalinya Laras akan ikut aku ke kafe. Dia berdandan lama sekali. Tak sabar aku masuk kamar. Kulihat Laras sedang mematut diri di depan cermin. Aku melongo.

Laras memakai setelan baju dengan kerah rempel dan rok selutut yang biasa dipakainya untuk mengajar. Rambutnya pun digelung ke atas seperti dandanan ibu guru pada umumnya. Cantik, sih. Tapi, terlalu formal untuk ke kafe. Aku biasa pakai baju yang kasual saja. Kaos berkerah dipadu celana jeans. Cukup.

"Kamu mau kemana, Sayang?" tanyaku.

"Ya ke kafe lah, mau kemana lagi?" jawab Laras  bingung.

"Pake bajunya yang biasa aja gak papa kan? Pake baju itu kayak mau ngajar aja kamu." aku tertawa lagi.

"Aku salah kostum ya?" tanya Laras, dengan mulut mengerucut.

"Gak salah kostum kok, kalo kamu nyaman dengan baju itu ya gak papa juga, cantik kok, as always," aku menyentil hidung Laras  pelan.

"Ganti ah, kamu pakenya kasual gitu. Masa aku pake resmi begini. Gih, keluar dulu!" Laras  mengusirku keluar kamar.

"Kenapa aku harus keluar?" tanyaku mengerling nakal padanya.

"Please deh, Bi!" Laras mendorong tubuhku keluar. Aku keluar kamar.

"Hello, Gorgeous!" kataku begitu Laras keluar kamar dengan baju yang senada denganku. Kaos berkerah dan celana jeans. Aku senang melihatnya tersipu malu. Setelah siap, kami berdua berangkat ke kafe.

Sesampainya di kafe, semua karyawan menyambut kedatangan kami. Sambutan yang meriah diberikan karyawan kafe untuk Laras.

"Selamat datang, Nyonya Abimanyu." sapa mereka. Laras terlihat sedikit jengah dengan panggilan itu.

"Aduh, biasa aja. Panggil aja kayak biasa, Laras."

"Oh, tidak bisa begitu! Sekarang Mbak Laras udah jadi Nyonya Abimanyu. Jadi harus berubah dong gelarnya," kata Ivan, manajer di kafe itu.

Cinta Salah(Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang