Aku akui, memang rasa cinta untuk Abi masih bersemayam di hatiku. Tapi aku juga menyadari, tak mungkin bagiku mendapatkan cintanya.
"Pergi sejauh mungkin dari aku dan Abi. Jangan kembali sebelum perasaanmu pada Abi hilang. Benar-benar lenyap dati hati kamu."
Teringat kata-kata Laras beberapa waktu yang lalu. Haruskah? Haruskah aku benar-benar pergi? Aku menutup muka dengan kedua tangan.
Suara berisik di depanku mengusik lamunanku. Kulihat Vega berbisik dengan Andin. Aku mengerutkan kening melihat tingkah keduanya.
"Woy, ada apa?" tanyaku.
"Mbak, Vindy mau dikirim ke anak cabang. Di Semarang."
"Semarang?"
"Iya, dia gak mau. Padahal di sana posisinya lumayan. Meskipun cuma anak cabang, tapi kan nantinya bisa jadi referensi ya, Mbak?"
"Kenapa gak mau?"
"Takut LDR-an sama pacarnya, Mbak," kata Andin menimpali.
"Iya, sih. Jaman sekarang mau LDR, mau deket, resiko pacar direbut orang mah sama aja. Jangankan pacar, yang udah nikah aja bisa direbut kok. Lagi musim valakor."
Kata-kata Vega terasa sangat menusuk hatiku. Sontak wajahku berubah tegang.
"Kenapa, Mbak?" Andin menyadari perubahanku. Aku tersenyum.
"Gak papa! Eh, emang anak cabang di Semarang bener-bener butub orang ya?"
"Iya, Mbak. Di sana kekurangan tenaga editing sama lay out cover. Kebanyakan tenaga cowok, butuh sentuhan cewek," kata Vega. Aku mengangguk-anggukkan kepalaku.
"Kamu gak tertarik?" Aku menatap Andin dan Vega bergantian.
"Aku terus terang gak tertarik, Mbak. Mikirin orang tua, siapa yang jaga kalo bukan aku. Kakak-kakak udah nikah, pada tinggal sendiri-sendiri. Kalo ada apa-apa sama orang tua pas aku jauh, gimana?" Andin memberi alasan.
"Kamu, Ga?"
"Benernya sih, aku fine aja di mana pun asal masih kerja. Tapi, pas aku bilang ke orang tuaku mereka juga gak kasih ijin."
"Emang udah lama ya, rencana ini?"
"Udah dari sebulan yang lalu, Mbak. Mbak Shinta pas itu kan jarang ke kantor. Kerjaan minta di-email melulu," Vega menatapku takut.
"Iya, maaf deh aku ngerepotin kamu. Kok Papa gak bilang apa-apa ya, sama aku?"
"Wah, gak tau juga Mbak. Eh, udah jam makan siang. Mbak Shinta mau makan siang apa? Mau kita beliin?"
"Gak usah deh, aku lagi pengen makan di luar juga. Kalian mau sama aku?"
"Mmm..." Vega memandang Andin.
"Aku yang traktir, deh." Wajah mereka berubah cerah.
"Boleh, Mbak."
# # #
Kemacetan Jakarta memang tiada duanya. Aku baru sampai rumah jam tujuh malam. Tepat saat Mama menyiapkan makan malam untuk Papa.
"Pa, Ma." Aku mencium pipi Papa dan Mama.
"Kok malam sekali kamu pulang, dari mana aja?"
"Macet, Pa. Tapi tadi Shinta juga mampir supermarket bentar, sih."
"Ya udah, mandi dulu sana. Terus kita makan malam sama-sama."
"Iya, Ma."
Aku bergegas meninggalkan ruang makan dan mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Salah(Finished)
Lãng mạnKehidupan pernikahan tak selamanya mulus. Tak seperti dalam dongeng yang selalu berakhir bahagia. Justru dengan menikah, petualangan baru dimulai. Lalu apa jadinya, jika masalah yang hadir melibatkan hati? Bagaimana jika masalah itu datang dari oran...