Larasati: Haruskah Aku Cemburu

2.8K 110 5
                                    

Pagi ini seperti biasa, aku menyiapkan segala keperluan Abi. Tiba-tiba ponsel Abi berdering.

"Bi, telpon dari Pak Yoga nih." aku menyerahkan ponsel ke arah Abi yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Oh, oke." Abi membawa ponselnya keluar kamar. Tak lama, Abi kembali masuk.

"Sayang, nanti kamu di kafe sendiri gak papa?" tanya Abi sambil menerima suapan apel dariku.

"Kenapa?"

"Aku harus ketemu Pak Yoga di kantornya. Katanya mau bicara soal acara gathering yang bakal diadakan di kafe kita."

"Oh, ya udah gak papa."

"Makasih, Sayang. Duh, kok mules lagi ya?" Abi berlari ke kamar mandi lagi. Aku geleng-geleng kepala. Salah sendiri, semalam makan sambal kebanyakan.

"Habis enak banget, walo cuma berteman tahu tempe dan lalapan." kata Abi semalam.

#    #    #

Abi sudah berangkat menemui Pak Yoga. Aku duduk di meja dekat kasir, seperti biasa. Meja ini sudah seperti daerah kekuasaanku. Tak ada yang berani duduk di sana. Bahkan Ivan si manajer pun tak berani duduk di sana. Kadang aku merasa lucu.

"Itu udah jadi singgasana Nyonya Bos. Gak ada yang boleh duduk di sana selain Nyonya Bos," kata Ivan saat aku tanya kenapa tak ada yang duduk di sana. Padahal aku malah sering kali duduk di kursi pengunjung. Menikmati sensasi menjadi pengunjung di kafe ini.

Seperti pagi ini, aku menikmati duduk di meja paling pojok di kafe ini. Ternyata dari sini, aku bisa juga melihat ke arah pintu masuk. Sehingga aku bisa tahu siapa saja yang masuk ke kafe ini.

"Kemaren dulu temen Nyonya Bos juga datang ke sini dan duduk di sini juga. Beberapa kali dateng, duduk selalu di sini. " suara Ivan mengagetkanku.

"Eh, kamu Van! Bikin kaget aja." aku menggeser posisi dudukku. Ivan mengambil tempat di depanku.

"Temen? Siapa?" aku bertanya penasaran.

"Siapa ya, pokoknya begini deh Nyonya Bos." Ivan mengacungkan jempolnya.

"Bos yang nemui. Itu lo yang kemaren dulu bawain bronis."

"Ooohhh, Shinta?"

"Nah, ya itu!"

"Sering ke sini? Kok aku gak tahu ya?" aku mengerutkan dahiku.

"Nyonya Bos kan beberapa minggu ini sibuk wara wiri kesana kemari. Sibuk cari bahan buat menu baru."

"Ooohhh, iya kali ya?" aku mengangguk-anggukkan kepalaku.

"Ngobrolin apa aja mereka?" aku penasaran.

"Wah, mana tahu kita Nyonya Bos? Kayaknya sih ngobrol biasa aja kok. Hayoooo, Nyonya Bos cemburu ya?" Ivan menggodaku.

"Apaan sih, Van? Gak lah, Shinta itu sahabatku sejak SMA. Lagian gak mungkin lah, dia macem-macem sama Abi."

"Jangan sok yakin, Nyonya Bos. Sekarang lagi musim pelakor lo."

"Ih, kamu ya. Laki kok rumpi," aku tertawa. Ivan ikut tertawa.

"Tuh, di acara gosip lagi banyak berita pelakor, Nyonya Bos!"

"Itu kan di acara gosip, Van! Gak mungkin lah, Abi macem-macem sama sahabat aku sendiri. Abi itu tipe setia, tau! Dia rela nungguin aku bertahun-tahun lo sebelum nikah."

"Nyonya Bos emang hebat. Keyakinannya gede banget. Salut deh sama Nyonya Bos." Ivan mengacungkan dua jempolnya ke arahku. Aku tersenyum geli.

"Eh, udah ada yang punya belum Nyonya Bos?" tanya Ivan.

Cinta Salah(Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang