Chapter 2

47 13 4
                                    

Masih setia berdiri aku terus menangis dengan rintihan kecil, mungkin jika ada orang yg lewat dan mendengar tangisanku mereka akan sangat prihatin, tangisanku lebih mirip dengan seseorang yang baru saja tertimpa bencana. Padahal aku hanya sedang putus cinta.

Menangkupkan kedua tanganku diwajah, aku mencoba menghapus air mataku yang mengalir dipipi, walaupun sia sia karena tetap saja mataku mengeluarkan cairan bening. Tanganku terus mengusap wajahku dengan kasar. Ini sudah terlalu lama menangis dan aku harus segera pergi dari tempat ini.


Aku berhenti mengusap wajahku saat melihat sebuah tangan yang mengulurkan sebuah sapu tangan. Kim taehyung? Dengan cepat aku mendongak dan mendapati seorang berdiri tepat di depanku,sial. Aku fikir Tae kembali dan akan memelukku. Aku menampar wajahku kebawah, melanjutkan menangis-- maksudku mengelap air mataku.

"Pakai ini" ucapnya sambil melangkah maju.

"Tidak perlu." jawabku, mengabaikannya.

"Aku tau kau butuh" dia menarik tanganku dan mengusap pipiku dengan sapu tangannya. Aku terdiam membiarkan dia mengelap wajahku dengan lembut.

"Seharusnya kau tidak menangis disini nona. Terintih-rintih seperti gadis gila" sialan! Aku membuang muka darinya, malu. Jelas dia pasti akan menganggapku gila, sendirian ditepi sungai dan menangis.

Dia menatapku dari atas sampai bawah lalu tersenyum. Aku menatapnya datar, aku tidak ingin tersenyum pada siapapun saat ini

"kau mau ku antar pulang?" tawarnya.

"Tidak."

"Mau ikut bersamaku?"

"Tidak."

"Kau mau tetap disini?"

"Tidak."

Aku mendengar dia menghela nafas panjang. Ku rasa dia sedikit kesal karna aku hanya menjawab tidak.

"Lalu kau mau apa nona?"

"Kau siapa? Kenapa disini?"

"Ini tempat umum, siapapun berhak ada disini."

"Aku tau tapi kenapa kau--"

"Apa kau akan tetap disini? Kau tidak ingin pulang? Aku hanya berbaik hati kepadamu. Kau terlihat memprihatinkan." selanya sebelum aku mulai bertanya lagi dan apa dia bilang? Prihatin? Apa aku begitu menyedihkan dimatanya?

"Dengar tuan, aku tidak mengenalmu dan kita tidak pernah bertemu sebelumnya jadi--"

"Apa kau mau pulang?" apa kau sering memotong ucapan orang?!

"Tidak. Kubilang tidak!" jawabku dengan nada yang sedikit menyentak. Aku tidak tau kenapa aku menjawab tidak, yang jelas aku memang tidak ingin pulang ke apartemenku, tidak untuk sekarang.

Dia membuang nafasnya dengar kasar, menundukan wajahnya sambil menggigit bibir nya sendiri. "Baik, kurasa aku harus per--"

"Kau bisa menolongku?" kali ini aku yang memotong kalimatnya. Aku menatapnya lama, mencoba untuk memastikan jika dia orang baik dan sepertinya dia memang orang yang baik. Dia juga menatapku, menunggu ku melanjutkan ucapanku.
"Aku butuh pengalihan perhatian. Maksudku aku butuh teman untuk berbicara"

"Jadi?" dia mencondongkan wajahnya kebawah sambil menaikan sebelah alisnya.

"Bawa aku ke rumah mu." dia terlonjak kaget. Sangking kagetnya dia sampai melompat mundur. Oh dia pasti berfikir bahwa aku wanita yang tidak-tidak, bagaimana tidak, dia menatapku dengan tatapan menilai dengan ekspresi wajah yang bingung, maksudku sangat bingung.

"Tidak! Tidak! Aku tidak seperti.. Maksudku aku hanya tidak ingin pulang karna aku takut sendiri. tidak.. ya. Maksudku aku butuh teman untuk bicara jadi kau jangan berfikir yang macam macam. Aku bukan wanita seperti itu kau tau? Maksudku aku--"

"Iya aku tau."

"Tapi.."

"Tenang, aku juga bukan laki laki seperti itu. Kau boleh ikut denganku tapi dengan satu syarat"

"Apa?"

"Jangan menangis seperti tadi. Itu membuatku jadi ingin--"

"Baiklah ayo kita pergi." aku berjalan meninggalkannya, sungguh aku tidak ingin dia mengucapkan itu. Itu sangat memalukan! Jira bodoh kenapa tadi harus menangis seperti itu. Aku terus berjalan sambil menunduk dengan langkah yang terburu buru.

"Hei nona mobilku disebelah sana." aku menghentikan langkahku dan menoleh, melihat kemana jarinya menunjuk. Dan ternyata mobilnya berlawanan dengan arahku berjalan. Gadis batinku menutup wajahnya dengan rambut panjangnya, ini lebih memalukan lagi. Berjalan seperti kau adalah penunjuk arah. Aku menampar diriku kedunia nyata. Menggigit bibir bawahku kuat kuat dan memejamkan mata. Sial! Sial! Sial! Aku menghela nafas dan membuang muka saat aku berjalan melewatinya.

"Ara! Ara! Ayo kita pulang." entah benar atau tidak aku seperti mendengar dia tertawa kecil sambil mengikutiku dari belakang. Pasti tadi aku terlihat bodo, oh park jira pabo!


To be continue!

Chapt ini udah di revisi.

Maaf kalo masih jelek,

Retno,
Penulis amatiran

CHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang