Dengan sekantung plastik berisi pesanan sang mayat hidup, aku berjalan penuh dengan sumpah serapah.
"Mayat sialan! Aku berdoa kau terkunci dikamar mandi mu sendiri!" itu salah satu contohnya.
Aku sangat kesal sekarang. Ditambah dengan perasaan terjaga seperti ini. Kerap kali aku menoleh kebelakang untuk memastikan tidak ada yang mengikutiku lagi. Langkah kakiku pun sangat cepat. Tidak seperti biasanya. Kantung plastik putih itu aku pegang sangat erat saat akan belok ditikungan.
Aku menoleh sekali lagi. Syukurlah tidak ada yang mengikuti.
"Duh!" Tiba-tiba saja aku menabrak seseorang dari arah berlawanan. Sial. Memangnya dia tidak melihatku?
Aku mendongak dan mendapati pria dengan topi cup hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Dia mengangkat sedikit topi nya hingga menampakkan garis wajahnya yang langsung dapat aku kenali.
"Tae?" Aku terkejut. Mataku melebar. Tapi tidak dengan dia.
"Kenapa terburu-buru?" Suaranya dalam.
"Hmm.." ah, shit! "Tidak apa," jawabku dan kenapa harus gugup?
"Aku melihatnya," Kemudian Tae menarik tangan ku dengan cepat dan membawaku pergi. Dia merangkul pundakku yang berjalan disebelahya. Salah satu tangan Tae yang bebas melepaskan topinya dan memakaikannya dikepalaku. Dia tidak melakukannya dengan lembut tapi penuh dengan kehati-hatian.
"Siapa yang kau maksud, Tae?" Tanya ku kemudian sambil berjalan cepat. Menyamakan langkah kaki pria yang pernah aku cintai ini. "Suruhan wanita itu?"
"Ya." Jawabnya singkat dan menoleh kebelakang. Mungkin dia memastikan kembali apa masih ada yang mengikuti kami. Aku juga ingin menoleh namun tangannya langsung menahan kepalaku. Oh, kenapa tidak?
Dia terus merangkulku, seolah-olah itu dapat menyamarkan tubuh mungilku agar si kaki tangan wanita iblis itu susah mendapatiku. Hingga kami tiba disebuah jalan kecil diantara dua gedung besar.
Tae menyenderkanku pada sebuah tembok bata. Aku menaikan sedikit topinya hingga dapat melihatnya dengan jelas. "Sudah aman?"
Tae hanya mengangguk pelan. Matanya memandangi ku dalam. Membuat aku sedikit gelisah. Aku membuang pandangan ke samping. Wajahnya sangat tidak bersahabat sekarang. Entah apa yang dia pikirkan.
Sudah jadi kebiasan jika dalam keadaan canggung seperti ini aku akan dengan otomatis menggigit bibirku sendiri. Dan bodohnya itu di sadari oleh Tae. Dia menarik daguku, membawanya hingga aku dapat melihat dia dengan jelas. Dia menarik ujung bibirku, mencoba melepaskan gigitanku sendiri.
"Maaf aku membawamu kesini, aku sunggung melihat mereka diseberang jalan," tangannya ia tarik kembali, namun tangan sebelahnya lagi ia sandarkan dekat kepalaku. Mencoba mengunci pergerakanku.
Aku hanya mampu mengangguk. Sedangkan mata ini sedang puas-puas nya memandang wajah mantan kekasihku dengan jarak yang cukup dekat. Sudah lama.
Dia menolehkan wajahnya ke arah jalan besar lalu kembali menatapku, "kau mau kemana?" Tanyanya.
"Aku ingin kerumah Yoongi, mengantarkan ini," jawabku sambil menunjukkan kantung plastik yang masih setia aku genggam.
Dia terlihat bingung walau sebentar. Memandangiku dengan selidik lalu menjauh beberapa langkah. Dia ikut bersandari ditembok yang berseberangan denganku.
"Kenapa?" Tanyaku.
Dia menggeleng. Kedua tanganya dia masukkan kedalam saku celananya. "Biar aku antar."
"Eh, tidak apa. Aku bisa sendiri," tubuhku langsung terangkat dan melangkah beberapa langkah. Tae ikut menarik tubuhnya kaget. Oh, bodoh.
"Biar aku sendiri saja, Tae. Aku tidak apa," jelasku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGED
FanfictionBahwa kenyataannya yang paling pahit adalah aku tetap sendiri. Tetap berdiri sendiri. Bernafas sendiri.