"Gimana kabarmu, Jira?"
"Seperti yang kau lihat. Aku baik. Kau sendiri?"
"Baik. Dan bertemu lagi dengan mu jadi tambah baik," Jimin menunjukkan deretan gigi putihnya. Kemudian memasukan suapan lain kedalam mulutnya.
Kita sedang berada di sebuah restoran seberang SU. Tempat biasa aku dan sulbi menghabiskan makan siang. Hari ini sulbi sangat menyebalkan. Sungguh. Dia bilang dia sudah menungguku lama di restoran dan menyuruhku cepat datang atau jika aku lama dia akan marah. Jadi, aku segera menyusulnya tapi sampainya disana aku tidak menemukan keberadaan sulbi, yang aku lihat justru malah Jimin. Bersamaan dengan itu sebuah pesan masuk dari sulbi.
"Maaf, Jira-ya. Dia yang minta padaku agar bisa bertemu dengan mu lagi. Nikmati makan siangnya, ne?"
Begitulah kira kira isi pesannya. Dia mempertemukan ku lagi dengan orang yang sudah seminggu lama nya tidak bertemu denganku. Atau lebih tepatnya aku menghindarinya tanpa alasan pasti. Yang jelas aku ingin menghindar.
"Oh, nanti malam ada balapan lagi. Kau mau ikut? Ikut menonton maksudnya," Jimin meletakkan sendok dan garpunya disisi piring yang kini sudah kosong tak bersisa.
Aku mengikutinya, walaupun makanan ku belum habis semua, "Hmm ... Entahlah, apa sulbi ikut?"
Jimin tertawa sambil menundukkan kepalanya, "Kau sangat suka mengganti nama orang, Jira. Well, dia selalu hadir. Kau mau ikut?"
Ini yang aku benci. Aku tidak bisa menolak jika dia menunjukkan ekspresi wajah seperti ini. Mengangkat sebelah alisnya juga mencondongkan sedikit wajahnya.
Kalau sudah seperti aku tidak punya pilihan selain, "Ya, ku pikir aku akan datang untuk menonton." kemudian aku menyunggingkan senyum yang sedikit terpaksa.
"Bagus, kalau gitu nanti malam aku jemput jam 9,"
"Eh, tidak, maksudku aku bisa berangkat dengan sulbi. Dia pasti mau menjemputku," tanganku naik ke udara, mengisyaratkan penolakan. Ck. Bagaimana bisa aku gelagapan seperti ini.
"Kau tau? Seharusnya seminggu belakangan ini kau harus disamping ku, Jira. Kau lupa perjanjian kita? Kau mau menghindariku? Kenapa? Apa aku punya salah? Kenapa aku merasa kau semakin menjauh, Jira? Jika saja Seulbi tidak berteman denganmu sekarang, aku tidak tau bagaimana bisa menemuimu. Aku sering ke apartemen mu tapi kau selalu tidak ada. Aku juga ke toko tempat mu bekerja tapi mereka bilang kau sudah pindah. Sampai aku masuk ke kawasan SU pun aku tidak bisa menemukanmu. Kenapa kau menghindar?" tatapannya kini berubah sendu. Ada perasaan kecewa dan sedih didalamnya.
Ini sakit, aku tidak bisa bilang padanya jika aku mencintainya. Ya, Seorang Park Jira yang sedang patah hati kini jatuh cinta dengan seorang Park Jimin. Sahabat dari mantah kekasih nya, Kim Taehyung. Dulu. Sekarang, bagaimana aku menjelaskannya? Apa aku harus jujur? Lantas apa nanti yang dia pikirkan? Seorang Park Jira yang sangat mudah untuk jatuh cinta? Hanya karna dia menolongku di tepi sungai beberapa waktu lalu. Ini sama sekali tidak masuk di akal. Mana bisa aku jatuh cinta dengannya yang bahkan kita belum lama saling mengenal. Seharusnya ini tidak terjadi.
Tidak, Jim. Aku sama sekali tidak menghindar.
Aku hanya ingin memastikan jika perasaan ini adalah salah. Aku tidak mau jatuh cinta lagi. Tidak sekarang dan tidak semudah ini.
"Jira, jawab aku,"
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGED
FanfictionBahwa kenyataannya yang paling pahit adalah aku tetap sendiri. Tetap berdiri sendiri. Bernafas sendiri.