Chapter 16

15 5 0
                                    

Tiba tiba saja semuanya menjadi sunyi. Hening seketika. Aku bahkan tidak bisa mendengar suara suara hewan malam atau suara angin yang berhembus menabrak dedaunan. Yang ku dengar hanyalah detak jantungku yang sangat keras.

Aku miliknya? Dalam artian sesungguhnya atau hanya rencana membalas Cho Ra dan Tae?

"Mulai sekarang kau milikku, Jira." ucapnya lagi. Sambil membungkukkan badannya hingga wajah kami sejajar.

Aku dapat dengan jelas menatap hazel coklat miliknya. Dibawah sinar lampu jalan yang remang remang aku dapat merasakan kesungguhan didalamnya. Tatapannya sangat dalam terhadapku. Sialan, jangan tatap aku seperti itu.

Bibirku terkatup-katup. Banyak kata yang ingin aku ucapkan tapi tidak ada satu pun yang dapat keluar. Aku membuang wajah kesamping.

"Ma-maaf.." hanya kat itu yang mampu keluar dari mulutku.

"Aku tau kau memiliki perasaan yang berbeda denganku, Jira.." tangannya terangkat meraih daguku. Menariknya hingga aku kembali menatap matanya.

Memang benar apa yang dikatakan Jimin. Aku memiliki perasaan yang berbeda dengannya. Tapi, aku belum mengenalnya lebih jauh. Aku tidak bisa memutuskan begitu saja. Logika ku harus berjalan.

Aku menarik nafasku dalam dalam sambil memejamkan mataku. Tenang, tenang, tenang. Membuka mataku dan kembali menatap lekat mata pria mempesona didepanku. "Aku akui aku memang memiliki perasaan terhadapmu. Entah sejak kapan. Mungkin saat kau memberiku sapu tangan di tepi sungai atau saat kau memanggilku sayang didepan Tae. Aku tidak tau kapan pastinya tapi memang benar aku memiliki perasaan itu," menghela nafas perlahan. "Jika kau meminta ku berpura pura didepan Tae dan Cho Ra aku mungkin masih bisa. Tapi jika kita ingin menjalani hubungan yang sungguhan ... Maaf. Aku belum siap, Jim. Kau tau aku baru gagal dalam sebuah hubungan."

Ada nada sedikit frustasi saat aku mengucapkan kalimat itu. Tatapan Jimin berubah menjadi sendu. Sesungguhnya aku benci melihat dia seperti ini. Aku benci karna aku harus menolaknya namun hatiku menginginkan nya.

Dia menundukkan kepalanya. Terdengar olehku dia membuang nafas beratnya. Kedua tangannya masih berada di bahuku. Menahannya agar aku tidak bergerak menjauh. Dia kembali mengangkat wajahnya. Mengulum bibirnya sendiri sebelum tangannya menarik ku dalam dekapannya. Dia memelukku.

"Apapun pilihanmu aku tetap akan menjagamu."

***

Awal pekan ini aku memulainya dengan ...  bangun pagi. Ah, yaampun! Karna semalam aku jadi tidak bisa tidur nyenyak. Bayang bayang Jimin dengan wajah kecewanya terus saja berkeliaran didalam otakku.

Lagi, bagaimana bisa dia tau tentang perasaan ku? Sebegitu bodoh nya kah aku menyembunyikan perasaan sendiri?

Jika sudah seperti ini aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku bersikap biasa biasa saja sedangkan aku dan Jimin sama sama tau mengenai perasaan masing masing. Aish. Molla! Salah siapa jatuh cinta padaku. Dan kenapa aku jatuh cinta padanya? Aigo! Ini memusingkan.

Aku yang duduk disofa ruang tv dengan se-toples cemilan bangun ketika mendengar dering ponsel  dari dalam kamar. Serius, siapa yang berani menelfon ku pagi pagi sekali seperti ini?

"Yobosseo?"

"Ah, ndee.. Jira-ya.. "

"Eomma..- hm.. Maksudku Nyonya Jung." aku membawa diriku ke ruang tv kembali. Dengan pikirkan yang bercabang. Mau apa lagi dia menghubungiku? Bukan kah aku sudah menjelaskan nya semalam jika aku tak punya urusan lagi dengannya.

"Panggil aku eomma jika kau merasa nyaman dengan sebutan itu, Jira.. "

Aku menggeleng cepat. Walaupun aku tau dia takkan melihat ku. "Tidak. Aku tidak merasa nyaman." dan aku bisa merasakan seringai remeh diwajahnya dari seberang sana. Sialan.

"Ohh.. Baiklah, kalau begitu panggil aku Nyonya Jeon, jangan panggil aku dengan sebutan Ju..-"

"Demi Tuhan. Apa kau tidak bisa langsung ke intinya saja? Ada urusan apa kau menghubungiku? Tidakkah yang semalam sudah menjawab semuanya? Sampai kapan pun aku tidak akan tinggal bersama wanita seperti mu. Kau mengerti?" Sela ku dengan tergesa tergesa. Serius, aku tidak bisa mengontrol emosiku sendiri jika sudah berhubungan dengan wanita satu ini. Benar benar membuat darahku mendidih.

Aku mendengar dia menggeram manja disana. Menjijikan. "Sangat di sayang kan sekali ... " aku bahkan harus menjauhkan sedikit ponsel ku. Tidak tahan dengan suara suara yang dibuat buat. Apalagi jika aku sampai membayangkan wajahnya. Rasanya emosiku langsung meluap dan ingin mematahkan benda persegi panjang ini menjadi Dua bagian.

Terus mendengus kesal, aku mengibas-ngibaskan sebelah tangan ke udara. Layaknya mengibaskan sebuah kipas. Kenapa udara didalam sini menjadi panas.

"Tapi, kau juga perlu tau, Jira. Dulu, mungkin bibimu yang akan jadi tameng untukmu. Tapi, sekarang? Lihat, kau tinggal sendiri. Siapa yang akan menjadi tameng mu? Kalau pun ada, dia tidak akan bisa melawanku, Jira.. "  suara nya yang tadi terkesan bermain main kini berubah menjadi sangat serius. Sangat kentara sekali perubahannya. Tawanya yang meledek berubah menjadi tawa yang meremehkan.

Aku tercengung seketika. Apa artinya dia akan menggunakan caranya yang dulu? Mengejarku seperti seorang perampok? Dan terus menerus mengirimkan orang suruhannya agar bisa membawaku padanya? Sialan, aku mulai gelisah memikirkan hal ini. Pasalnya, aku tidak punya tameng untuk berlindung seperti yang dia bilang. Kecuali satu orang.

Jimin.

Apa aku harus melibatkannya kedalam drama keluarga ku?

"Jangan takut uri Jira.. Aku tidak akan menyakitimu jika kau tidak memberontak."


Apa yang dia bilang? Takut? "Tidak. Sama sekali tidak."




To be continue!
+5 vote till the next chapt.

Lagi uas jadinya kemarin ga up.. Sorry..

Dan karna udah 5 vote, jadi usahain up sekarang walaupun besok masih uas dan up nya juga sedikit. Sorry again..

Tinggalkan vote dan komen kalian.

Gomawo.


Retno,
Amatiran

CHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang