Chapter 3

53 13 0
                                    

Aku memasuki apartemennya. Tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil dan ini terbilang cukup rapih jika seorang laki laki tinggal sendiri disebuah apartemen. Tunggu! Sendiri?

"Yak! Apa kau tinggal sendiri?"


"Ya." jawabnya sambil menaruh kunci mobil di meja dan melepas sweaternya. Kemudian aku mengikutinya menuju ruangan yang bisa dibilang ini ruang tv.


"Kau tunggu disini sebentar." aku mengangguk.


Mengedarkan pandanganku, melihat lihat seisi ruangan ini, ada meja kecil dipojok ruangan dan ada beberapa foto yang dipajang disana. Dengan penasaran aku mendekat untuk melihat lebih jelas, ternyata itu fotonya bersama sepasang suami istri yang aku artikan itu adalah orang tuanya dan ada foto dia bersama laki laki yang usianya tidak jauh beda dengannya. Mukanya sangat mirip dan kupikir dia memiliki kembaran. Aku melihat foto lainnya ada banyak foto dia saat masih kecil dan ada foto dia yang berada di tepi pantai. Aku mengangguk-angguk seolah mengerti dengan apa yang kulihat sambil mengulum bibirku sendiri, detik berikutnya aku membalikan badan dan duduk di sofa.


"Ini, kompres matamu dengan air hangat. Matamu sedikit bengkak karna menangis tadi. Dan kau tau apa? Kau terlihat sangat jelek dan memprihatinkan." ucapnya, sambil menyondorkan sebaskom air dan lap wajah. Dia menggidikan bahunya dan memasang wajah jijik seolah olah ingin membuatku merasa terintimidasi. Aku mendengus sekali, mencoba mengabaikan ucapannya dan langsung mengompres mataku sendiri.


"Terima kasih atas pujiannya. Dan apa kau mau tau? Matamu juga sedikit bengkak kurasa kau juga harus mengompres matamu." dengan cepat aku menutup matanya dengan lap wajah yang sudah basah dengan air hangat.



"Yak! Yak! Apa apaan ini?!" dia mencoba menarik tanganku Menjauh dari matanya, namun tanganku cukup kuat untuk tetap mengompres matanya.

"Aku hanya mengompres matamu. Bisakah kau diam? Kau terlihat sangat buruk."



"Yak!" dia menarik tangan ku kuat dan berhasil menyingkirkan tanganku dari matanya. Aku tertawa puas melihat wajahnya yang kesal dan ada sedikit air disana karna lap basah ini.


"Berhenti bertingkah bodoh yoja pabo! Lihat mataku. Mataku memang seperti ini, dan ini bukan bengkak." dia menatapku, melebarkan matanya mencoba menunjukan padaku bahwa matanya tidak bengkak. Aku membalas tatapannya. Dia ... Dia memiliki mata yang indah, sipit tapi mampu memikat siapa saja yang menatap manik coklat yang indah miliknya. Kami terus bertatapan, cukup lama. Aku masuk kedalam matanya lebih jauh berharap tidak tersesat didalam sana. Gadis batinku bergetar akibat tatapannya itu.



"Ku bilang jangan bertingkah bodoh yoja pabo." aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Menampar wajahku kebawah. Sial! Gadis batinku menarik rambutnya kebelalang.



"Mm.. Aku lapar. Bisakah-- maksudku tolong buatkan aku minum." jira bodoh!


"Kau lapar atau haus nona?" dia menaikan satu alisnya. Memperhatikanku yang sedang menunduk dan memainkan jari telunjukku. "Lapar,"


Dia tertawa, "kalau lapar itu perlu makan, bukan minum," menarik ujung bibirnya dan menampakan senyum miringnya.


Aku tidak menjawab dan lebih memilih tetap menunduk. Merutuki diriku sendiri yang terlihat seperti wanita aneh.  Hei, kau ini milik Tae, Jira. Eh, bukan lagi.



"Arra! Aku akan menyiapkan makan malam dulu. Kau tunggu disini saja, lanjutkan mengompres matamu." dia berdiri kemudian meninggalkan ku sendiri diruang tv.




CHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang