Chapter 2

1.6K 45 1
                                    

Kalau disuruh milih antara ngadepin singa ngamuk, ngadepin Arsy ngamuk, dan ngadepin genderuwo ngamuk, Ardian gak akan milih opsi kedua.

🌿

Ardian berkali-kali mengutuk dirinya, juga adiknya yang seenaknya membawa mobilnya dan merusakkan motornya. Dia baru saja turun dari angkot dan sedang melangkahkan kakinya dengan was-was karena takut jika ada guru yang tak sengaja melihatnya.

Tapi sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak pada Ardian, beberapa saat kemudian, dia mendengar suara yang tegas dan keras.

"Ardian!" sontak saja hal itu membuat Ardian berjengit karena kaget setengah mati. Dia menghentikan langkahnya, kemudian memutar kepala untuk melihat siapa orang yang memanggilnya dengan suara sekeras itu.

Dilihatnya Pak Galih kini telah berdiri di dekatnya dengan tangan berkacak pinggang.

Dikit lagi nyentuh gerbang elah.

Ardian nyengir dan dengan segera menyalami tangan gurunya itu. Ardian kembali menegakan tubuhnya setelah selesai dengan urusan kesopanannya dengan Pak Galih dan kini beralih memperhatikan guru yang sudah berumur 47 itu, mukanya sama sekali tidak menunjukan rasa marah, mungkin hanya sedikit kesal dengan keterlambatan Ardian yang sudah tidak bisa dihitung lagi saking banyaknya.

"Kali ini apa lagi alasannya, Ardian?" tanya Pak Galih secara lugas.

Ardian mengusap tengkuknya singkat kemudian nyengir tak bersalah, "Saya tadi..."

Karena mendapat pelototan dari Pak Galih karena malah menggantungkan kalimatnya Ardian dengan segara menyambungkan, "pup bentar, Pak," Ardian nyengir lagi.

Melihat akan mendapat semburan dari Pak Galih, Ardian lagi-lagi berkata, "Bapak kan tau sendiri kalau panggilan alam super kuat itu susah buat ditahannya, Pak. Nah jadi saya tadi nyempetin pup dulu di rumah, kalau di sekolah, kasihan Mang Seno bersihin toilet bekas pup saya," jelas Ardian panjang lebar.

Lama terjadi hening karena kini Pak Galih menatap intens anak muridnya satu itu, bebarengan dengan itu Ardian menahan nafas karena tiba-tiba saja dia merasa sedang ada di pengadilan dengan hakim super kejam.

Pak Galih membuang nafasnya, kemudian berkata, "Baiklah, kali ini saya maafkan. Lain kali bangun lebih pagi supaya pup-nya bisa lebih pagi jadi tidak telat."

Wow, padahal itu cuma karangan belaka.

Tanpa pikir panjang, Ardian segera menjawab. "Baik, Pak," Ardian mengangguk sopan dengan senyum cemerlang sebelum beranjak meninggalkan gerbang dan melangkahkan kakinya menuju lapangan upacara. Sejujurnya Ardian merasa berdosa karena telah membohongi gurunya, tapi daripada membuat Pak Galih marah, malah nambah dosa juga kan? Ya kan?

Dia sudah berhasil masuk gerbang dengan selamat berkat bujukan iblisnya yang sangat manjur untuk meluluhkan hati Pak Galih. Sekarang ada satu masalah yang harus dihadapinya, yaitu berhadapan dengan Arsy. Iya, Arsy, Ratu Galak di kelasnya yang bahkan lebih galak dan lebih garang dari Pak Galih. Pokoknya bagi Ardian, gak bisa ditandingin lagi deh galaknya Arsy sama galaknya singa manapun.

Di sekolahnya berlaku aturan bahwa setiap ketua kelas harus mengecek kelengkapan anggota kelasnya setiap kali dilaksanakan upacara bendera. Selain untuk kedisiplinan, juga untuk solidaritas karena setiap kelas yang complong anggota kelasnya tanpa izin tertulis, ketua kelasnya harus menerima hukuman bersama siswa yang terlambat tersebut. Dan mungkin aturan itu menjadi masalah bagi Ardian karena Arsy adalah ketua kelasnya.

"Ardian!" panggil seseorang dengan suara khas perempuan dengan nada oktaf yang terdengar sangat tinggi, mungkin ngalahin tingginya puncak Everest.

Ardian berjengit, dia menghentikan langkah mengendap-endapnya. Tadinya dia ingin menyelusup ke barisan agar tidak kena marah sang ketua kelas super galak, tapi langkahnya terpaksa terhenti karena Arsy keburu melihatnya, selain galak macam singa mungkin Arsy juga punya penglihatan setajam elang.

[HRL-2] Girlboss & TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang