Chapter 9c.

703 28 0
                                    

Ardian menuruni tangga terakhir di lantai dua saat ia merasakan dering telfon di saku celananya. Ia menyingkir ke sisi kanan agar tidak menganggu jalan orang lain dan saat itu dia mendengar langkah kaki yang terdengar menapaki tangga dengan kesal dengan suara yang ngomel-ngomel tidak jelas, Ardian tau dari suaranya kalau dia Arsy.

Ardian melongokan kepalanya ke belakang dan melihat Arsy berjalan di koridor ke arah yang berlawanan dengan tempatnya berdiri, mungkin Arsy tidak melihatnya dan entah kenapa itu membuat Ardian terkikik pelan.

Oh, iya, Ardian teringat handphone yang sedari tadi berisik di tangannya. Setelah mengamati id caller, ia menggeser tombol hijau.

"Halo, kenapa, Tam?" tanya Ardian penasaran.

"Halo-halo pala lu peang, santai banget lo jawabnya. Balik, Ardian, gara-gara lo kita sekelas mau dihukum sama Pak Juju," suara di seberang terdengar bukan suara Tama.

"Ini bukan suara Tama, gue tahu," balas Ardian terdengar seperti main tebak-tebakan.

"BALIK SEKARANG ARDIAN, udah gila ya lo."

"Gue tahu pasti Step gak punya pulsa makanya pinjem hapenya Tama."

"ARDIAN, LO—"

Ardian mematikan sambungan telfonnya sambil mengusap-usap telinganya.

Step lebih cerewet dari gue dan ternyata lebih garang dibanding Arsy.

Tangan Ardian belum turun sempurna ketika indra pendengarannya mengangkap sebuah suara yang familiar.

"Gak mungkin," terdengar pekikan dari jauh, Ardian tahu suara itu.

Ah, Arsy.

Ardian menengok ke belakang, Arsy tampak berlari menuju tangga di samping Ardian, melewati cowok itu tanpa Arsy tahu keberadaan Ardian karena perempuan itu menutup sebagian mukanya dengan telapak tangan. Ardian memasukan ponselnya ke dalam saku dan mendatangi kerumunan di tempat Arsy tadi berada.

Ardian melihat seseorang entah siapa berada di atas ranjang rumah sakit. Dokter dan suster tampak sibuk menyingkirkan alat-alat dari tubuh orang itu yang kemudian orang itu seluruh tubuhnya di tutup kain putih.

Ardian mulai paham keadaan.

Dia belum mengetahui alasan pasti Arsy berada di rumah sakit. Apakah orang yang berada di atas ranjang itu ada kaitannya dengan Arsy pun Ardian tidak tahu.

Untuk sekedar berusaha mengorek informasi, Ardian mendekati seorang yang dilihat dari parasnya kemungkinan adalah seorang bapak-bapak.

"Pak, permisi. Maaf saya lancang masuk ke sini," ucapnya menyadarkan bapak itu akan keberadaan Ardian yang berdiri di sampingnya. Dia menoleh ke arah Ardian dan sepertinya mengenali seragam yang dipakai cowok itu, seragam yang mirip dengan seragam milik anak perempuannya.

"Kamu murid SMA Harapan Raya? Kok di sini? Bukannya ini jam pelajaran," sahut bapak tersebut tepat sasaran.

"Iya, saya siswa SMA Harapan Raya, nama saya Ardian. Saya ke sini tadi menemui Arsy, teman sekelas saya. Bapak siapa ya?" Ardian balik bertanya dengan sopan.

"Saya Asraga, panggil saja om As, papa Arsy," jawab bapak itu membuat Ardian mengangguk paham.

"Ah iya, om As."

"Kalau saya boleh tahu perempuan di ranjang itu siapa ya?" tanya Ardian lagi dengan nada sesopan mungkin, takut jika menyinggung perasaan papa Arsy.

"Dia istri saya, Celvi, Arsy tadi pergi entah ke mana saat tau mamanya meninggal," kata Om As yang tampak tegar saat mengucapkan itu, seolah hatinya sudah siapkan jauh-jauh hari untuk hari ini.

[HRL-2] Girlboss & TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang