Chapter 16

557 18 0
                                    

Dengan ini aku bersyukur karena untungnya hidupku bukan hanya soal kamu.

🌿

Terhitung sudah empat hari ini Arsy membolos sekolah, apapun dia lakukan untuk mengusir kebosanannya. Bahkan dia merasa lebih giat menekuni bakat memasaknya. Papanya tidak pernah tahu hal itu karena dia merasa takut jika respon papanya akan sama dengan respon mamanya dulu, yang selalu menentang keras bakat yang dimiliki Arsy itu.

Dalam pikiran Arsy sebenarnya masih terdapat pertanyaan yang sepertinya tidak akan terjawab sampai kapanpun, soal mengapa mamanya selalu melarang Arsy bersentuhan dengan keterampilan memasak. Padahal kan dia perempuan, wajar saja jika dia suka memasak.

Tapi ya kembali pada pernyataan tadi, Arsy belum tahu apa alasan pastinya.

Jujur saja, Arsy merasa kangen dengan sekolahnya. Apalagi dia juara kelas yang imbang-imbangan mendapatkan ranking terbaik di antara murid pandai lainnya, pasti akan suntuk di rumah seharian. Walaupun dia belajar di rumah melalui video yang dikirimkan Hasna setiap hari, tetap saja rasanya lain. Dia rindu suasana kelasnya. Rindu dengan kedua sahabatnya yang selama dia tidak masuk sekolah tidak ada kabar.

Arsy merasa dengan dia tidak berangkat sekolah, semuanya hilang. Dia jadi merasa kesepian. Walaupun masih ada Ardian yang peduli dengannya.

Tapi hanya Ardian yang peduli dan cemas dengan keadaan Arsy. Lain halnya dengan Arsy yang memilih tidak menghiraukan Ardian. Apapun yang berhubungan dengan Ardian selalu dia hindari, entahlah, dia berpikir dengan begitu dia bisa dengan mudah melupakan Ardian.

Tapi kenyataan berbeda dengan yang dia pikirkan, justru dengan hal itu dia malah semakin mengingat Ardian. Hatinya rindu, tapi pikirannya menentang keras perasaan itu.

Arsy sudah selesai membuatkan papanya mi goreng, hanya itu yang dapat dibuatnya karena bahan makanan di kulkas juga mulai habis dan Bi Fi sepertinya lupa belanja untuk minggu ini. Jam sudah menunjukan pukul setengah 5 sore, kepulangan Asraga masih lama.

Akhirnya, karena suntuk tidak ada kerjaan, Arsy memilih untuk memasak untuk makan malam. Supaya Bi Fi juga tidak perlu masak lagi jadi dapat meringankan pekerjaan perempuan yang sudah berumur 52 tahun itu.

Baru saja Arsy ingin melemaskan kakinya dengan duduk di kursi, tiba-tiba terdengar suara bel rumahnya. Arsy kemudian melangkahkan kakinya melenggang ke pintu depan.

"Siapa, ya—" perkataannya terpotong ketika melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Seketika hati Arsy mencelus melihat sosok itu.

"Arsy," panggilnya lembut.

Raut muka Arsy menunjukan kekesalan yang nyata, dia menyesal kenapa harus membukan pintu untuk cowok ini.

"Pergi lo dari rumah gue," usir Arsy dengan kasar.

Laki-laki itu mendekat ke arah Arsy. Membuat Arsy melangkahkan kakinya menjauh satu langkah dari laki-laki itu. Semakin tidak kuat berhadapan dengan figur itu, Arsy membalik badannya, mengambil langkah seribu menuju kamarnya. Tidak peduli dengan teriakan-teriakan yang memanggilnya, Arsy membanting pintu kamar dan menguncinya.

"Arsy, buka pintunya, Ar," kata orang itu dengan sedikit berteriak.

Tubuh Arsy bergetar ketakutan, kenapa laki-laki itu harus mengikutinya sampai ke lantai dua.

"Arsy, buka!" teriaknya lagi membuat Arsy sedikit tersentak.

Dan terdengar suara lagi. "Arsy, buka pintunya atau gue dobrak sendiri pintu ini."

Hanya satu kalimat itu membuat Arsy lari menjauh dari pintu dan mendekati balkon hingga punggungnya menyentuh pagar balkon. Dia berpikir sesaat, hanya balkon ini yang bisa membantunya. Arsy tampak menimbang-nimbang dan mulai terdengar gedoran pintu kamarnya.

[HRL-2] Girlboss & TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang