Ardian memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya, kemudian melangkahkan kakinya untuk masuk rumah. Yang pertama kali dilihatnya adalah adiknya yang tampak heboh ketika bertemu Ardian.
"Bang, gawat, Bang," ucap Shita mengguncang-guncangkan bahu Ardian.
"Gempa bumi dadakan nih ya, kok goyang-goyang," balas Ardian pura-pura tidak melihat adiknya.
Shita melepas pegangannya pada lengan kakaknya itu, dan menatapnya kesal.
"Gue serius, Bang."
"Oke, apa?" tanya Ardian menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Shita kembali mengulang aksinya tadi , "Bang, gawat, Bang."
Dan juga kembali mengguncang-guncangkan bahu Ardian.
"Iya, apa, Ta? Jangan bilang gawat karena kucing lo ngompol lagi di kamar," sahut Ardian asal.
"Ini lebih parah dari itu, Bang," sepertinya tidak ada yang lebih parah bagi Shita dibanding kucingnya yang hobi ngompol.
"Apa?"
"Temen-temen abang, nyelusup ke rumah," kata Shita akhirnya membuat Ardian lega. Tunggu, harusnya dia tidak lega. Teman-temannya? Di sini? Kok mereka gak bilang?
Sekarang muka Ardian yang terlihat lebih panik, "Mama papa di mana?"
Shita menatap Ardian malas, kakak satu-satunya itu selain ceroboh ternyata juga pelupa.
"Bang, lo lupa atau lupa sih? Mama kan tadi malem udah bilang kalau mama-papa bakal pergi ke rumah oma selama seminggu karena oma sakit," jawab Shita penuh penekanan.
Ardian tampak lega dengan berita itu, entah kenapa untuk saat ini mama-papanya tidak perlu bertemu teman-teman Ardian. Teman-temannya benar-benar sering merusuh di rumah Ardian, apalagi di lantai dua. Sampai-sampai mama-papa Ardian pindah kamar ke lantai bawah.
Tapi sebenarnya tanpa Ardian sadari, mama-papanya sebenarnya tidak keberatan dengan persahabatan Ardian, karena jujur saja, dengan itu rumah mereka terasa ramai. Tapi juga di sisi lain, mereka ingin Ardian jadi anak yang bertanggung jawab makanya mereka sedikit tegas jika menghadapi Ardian mengenai teman-temannya.
Tanpa menghiraukan Shita, Ardian segera menuju lantai dua, jangan-jangan teman-temannya sudah mengobrak-abrik isi rumahnya. Tapi sampai di lantai dua dia tidak menemukan tanda-tanda kehidupan teman-temannya.
Dia melangkahkan kakinya ke kamar, membuka kenop pintu dan terpekik dengan sangat keras. Membuat teman-temannya menoleh dengan terkejut.
"Ardian sinting, bisa jantungan gue."
"Lebay banget sih, Ar."
"Kayak orang kesetanan aja."
Ardian melihat teman-temannya yang duduk melingkar di atas karpet depan Wii dengan tenang tanpa keributan yang biasa mereka lakukan. Saat mereka tenang justru Ardian makin syok.
"Kalian ngapain di kamar gue?"
"Kita nunggu lo pulang lah, apa lagi?" jawab Step dengan setengah kesal.
"Ah, yaampun, gue jadi terharu," kata Ardian dengan mata puppy eyes-nya, oke itu menjijikan.
Teman-temannya segera menghambur ke segala arah. Revan duduk di kursi meja belajar, Step gelongsoran di lantai, Tama duduk di kasur, dan Devian yang seperti menahan buang air.
Tapi serius, ini betul-betul yang Ardian lihat.
"Dev, lo masih inget kamar mandi di mana kan? Ada di sana," ucap Ardian sambil menunjuk kamar mandi di kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[HRL-2] Girlboss & Troublemaker
Teen Fiction[ON GOING!] Ardian Rizki Mahendra adalah makhluk bumi paling menyebalkan bagi seorang Arsy Sirina Kaldera. Tapi, tanpa Arsy ketahui, dibalik sifatnya yang menyebalkan, Ardian punya sejuta rahasia yang mungkin jika Arsy tahu, bisa saja pandangann...