Chapter 13a.

482 21 2
                                    

Tidak bisa kah pihak ketiga tak usah muncul saja, aku hanya ingin ada kita, tanpa ada dia. Ah, tapi aku teringat. Semuanya tidak akan terasa sempurna tanpa ada luka.

🌿

Ardian sedang berkumpul dengan teman-temannya di kantin, dia sedang berbincang-bincang dengan mereka. Tapi kali ini bukan bincang-bincang yang biasa mereka lakukan karena sedari tadi Ardian sibuk mengomel.

"Kalian ngapain sih malem itu mau-maunya disuruh sama Laila-Laila itu?" protes Ardian kepada keempat temannya pasal kejadian tempo hari.

Ardian menatap keempat temannya dengan jengkel, sudah hampir seminggu ia marahan dengan keempatnya. Dan baru sekarang Ardian mau diajak bicara, namun sekalinya mau dia justru mengomel sejak tadi.

"Kenapa kalian sekarang malah mihak sama cewek itu, bukannya sama gue?" kata Ardian lagi.

"Ar, jangan nuduh yang enggak-enggak," ucap Devian berusaha menengahi.

"Tapi nyatanya itu yang terjadi," sanggah Ardian.

"Dia maksa kita, Ar," ungkap Tama.

"Sebenernya kita juga gak mau karena emang kita gak ada jadwal kumpul tadi malem," sahut Revan.

"Dia beneran maksa kita, Ar," tutur Tama lagi.

"Terus kenapa kalian gak bales maksa dia supaya enggak ngelakuin hal itu?" bentak Ardian, entah kenapa, membahas Laila membuatnya naik pitam.

Entah sadar atau tidak, meja mereka sekarang sedang menjadi sorotan perhatian semua orang yang sedang ada di kantin.

"Ar, dia nunggu lo 3 jam di rumah lo dan dia optimis banget pengen ketemu sama lo," bela Tama.

"Tapi kenyataannya apa? Dia bukan cuma nemuin gue, dia nembak gue. DIA NEMBAK GUE, bahkan untuk kesekian kalinya."

"Lo bisa nolak dia, Ar," ucap Revan.

"Kalian bisa liat gak sih? Bisa denger gak sih? Dia maksa gue buat jadi pacarnya dia, bahkan dengan rengekannya dia yang terdengar bener-bener gak enak di telinga gue."

"Kita juga gak tahu dia bakal maksa lo, Ar," ucap Step yang terlihat paling tenang di sana.

"Kalian tahu gak sih perasaan gue, kalian paham gue kan? Kalian sahabat gue."

"Iya, Ar. Kita paham kok—"

Perkataan Revan harus terputus karena bentakan Ardian.

"Paham apa, ha? Kalian paham apa? Kalau kalian paham, kalian gak akan biarin gue terjebak di perasaannya Laila. Kalian tahu, kalian sangat tahu, bahwa gue enggak suka Laila, sampai kapan pun gak akan pernah suka."

"Ar, udah. Kita minta maaf," ucap Devian mewakili teman-temannya.

Ardian menyibak rambutnya dengan frustasi, dia tak habis pikir teman-temannya mau membantu Laila melancarkan aksi gila cewek itu beberapa hari yang lalu.

"Lo harus belajar nerima Laila, Ar," kata Step dengan hati-hati.

"Dia sekarang pacar lo," lanjut Tama.

Ardian menatap keduanya dengan tajam. "Bagaiman gue bisa belajar nerima Laila sebagai pacar gue kalau bahkan bukan itu yang gue mau?"

"Tapi kasihan Laila juga kali, Ar," ujar Revan.

"Harusnya kalian yang bilang gitu ke Laila. Harusnya Laila kasihan ke gue, yang harus nerima dia dengan terpaksa cuma karena perasaannya dia."

"Gue gak akan bisa nerima dia, kalau bahkan hati gue eng—"

[HRL-2] Girlboss & TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang