Chapter 21a.

584 19 1
                                    

Intinya apa? 'Jangan biarkan bayangan lalu masih bisa menyapa'.

🌿

Arsy sedang duduk di tepi kasur sambil memengang catatan jadwal pelajaran, sedangkan tangan lainnya ia gunakan untuk mencari-cari buku di rak. Dia tidak ada kerjaan untuk malam itu, dia sudah selesai mengerjakan semua PR-nya, akhirnya ia pun memilih untuk belajar mata pelajaran besok pagi sambil menunggu seseorang yang sudah janjian akan menemuinya di rumah.

Beberapa menit mencari, Arsy menemukan buku fisikanya. Ia pun menarik buku itu dari rak dan membawanya ke meja belajar. Dia hendak duduk di kursi setelah meletakan bukunya, namun gerakannya harus terhenti ketika ia mendengar bel rumahnya dibunyikan.

Mata Arsy langsung berkilat senang, dia tidak jadi duduk di kursi kemudian melenggangkan langkah kakinya untuk turun ke lantai dasar dan berjalan menuju pintu utama.

Bibirnya yang sedari tadi melengkungkan senyum manis, kini luntur saat melihat siapa yang ada di hadapannya. Jantungnya yang tadi berdetak tak beraturan, kini rasanya sudah berhenti berdetak.

"Ardian? Muka lo kenapa?" tanya Arsy dengan heran ketika dilihatnya Ardian dengan mukanya yang hampir seluruhnya lebam.

Mengerti bahwa Ardian malas untuk menjawab, Arsy berkata lagi. "Ya udah sini masuk," katanya sambil menuntun Ardian menuju sofa ruang tamu rumahnya. Arsy membiarkan Ardian duduk di sofa terdekat. Ia duduk di samping Ardian yang sedari tadi meringis menahan sakit.

"Kenapa bisa kayak gini?" tanya Arsy lagi, sekarang suaranya sudah terdengar biasa dan tidak seterkejut tadi.

Ardian memandang Arsy sejenak. "Gue dibonyokin sama Tito," jawabnya.

Arsy langsung membelalakan matanya, "Kok bisa?" nada suaranya terdengar meninggi walaupun hanya sedikit.

Ardian sedikit tersentak karena kaget. "Abisnya dia songong banget nongkrong-nongkrong di depan rumah lo. Dikira rumah lo pangkalan ojek kali sama tuh anak."

Arsy tepuk jidat mendengar itu. "Terus kenapa lagi?"

Ardian sedikit bingung dengan tepuk jidat Arsy barusan tapi dia tetap menjawab. "Karena gue gak suka dia kayak gitu, gue kasih bogem deh tuh anak. Akhirnya tonjok-tonjokan deh, jadi kayak gini," tutur Ardian terdengar enteng saat mengucapkannya.

Arsy semakin melotot. "Terus dia ke mana sekarang?" tanyanya semakin tak sabaran.

Ardian mengerutkan keningnya. Arsy kenapa sih? "Dia udah cabut," jawab Ardian. Arsy tepuk jidat lagi.

Tuh kan. Kenapa coba Si Arsy?

"Lo bego banget sih, Ardian. Lo gak seharusnya kayak gitu, Tito itu emang udah niat mau ke sini buat minta maaf sama gue. Tapi kenapa lo-nya kayak gini sih?" omel Arsy, dia sangat kesal dengan Ardian untuk saat ini.

Oh, cuma itu toh—

"Hah?" Ardian kini melotot ke arah Arsy karena tidak percaya dengan ucapan Arsy barusan.

"Udah deh, lo mending diem, gak usah bahas ini lagi. Gue ambilin antiseptik dulu," tukas Arsy malah berlalu meninggalkan Ardian di ruang tamu sendirian.

Ardian tersenyum miris, setengah karena dia senang Arsy cukup perhatian dengannya, stengahnya lagi karena cukup kaget ketika Arsy memakinya tadi. Bahkan memaki karena alasan yang Ardian benci, seakan Arsy membela Tito bukan dirinya.

Setelah memastikan Arsy benar-benar hilang dari pandangan, Ardian mengangkat tubuhnya sambil mengambil handphone dari saku celana. Dia berdiri dan meninggalkan ruang tamu itu sembari jari tangannya menekan tombol panggilan.

[HRL-2] Girlboss & TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang