Chapter 20b.

505 17 1
                                    

Jangan tanyakan seberapa lelahnya tanganku, jika ternyata tanganmu justru sibuk meraih tangan yang lain.

🌿

Ardian masih ingat bagaimana kronologinya. Semua memori itu masih terekam jelas di otaknya, seperti rasa dendam, kecewa, sedih yang selama ini menetap di hatinya dan tak kunjung pergi. Di sini, Ardian ingin sedikit berbagi cerita tentang dirinya, juga Alresa.

Panas terik matahari tak membuat Alresa berhenti memandangi ke luar jendela mobil yang ada di samping kepalanya. Pikirannya melayang-layang, silih berganti seiring objek yang dilihat oleh matanya di pinggiran jalan. Akhir-akhir ini, Tito yang selalu memenuhi kapasitas otaknya. Alresa tidak punya alasan berlogika lagi untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Tito selama ini sampai-sampai cowok itu menghilang tanpa kabar.

"Pasti mikirin Tito lagi," decak Ardian tiba-tiba, sontak saja Alresa menoleh ke arah cowok di sampingnya yang sedang menyetir itu karena mendengar kata 'Tito' terucap dari bibir Ardian.

"Mikirin kamu lebih berharga," cetus Alresa tertawa parau.

Mendengar kalimat yang tak wajar itu, Ardian melirik Alresa selama satu detik kemudian beralih lagi ke jalanan di depannya. "Ngetawain perasaan orang rasanya memang enak ya, Al," cecar Ardian tampak tidak senang dengan candaan Alresa barusan.

Alresa menegakan tubuhnya dan menatap Ardian dengan kedua alisnya yang nyambung satu sama lain. "Aku gak niat kayak gitu."

"Aku menghargai perasaan kamu," lanjutnya.

Ardian tampak tidak berminat dengan pembicaraan Alresa, perasaannya ada bukan untuk didiskusikan.

"Dengan lo pacaran sama Tito sama aja lo enggak menghargai perasaan gue," balas Ardian.

"Tapi kita teman, Ardian. Kita berteman itu artinya kita gak akan terpisah, enggak kayak pacaran yang akrab dengan kata 'putus'," timpal Alresa.

Ardian seperti merasakan ada yang aneh dari ucapan Alresa barusan.

"Kenapa lo mendefinisikan kayak gitu? Terus sebenernya lo cinta sama siapa? Sama gue atau sama Tito? Kenapa seakan lo mau dua-duanya?" tanya Ardian bertubi-tubi.

Pertanyaan itu membuat mulut Alresa terkunci, seolah otaknya tak punya jawaban atas pertanyaan Ardian barusan.

"Kenapa diem? Gak bisa jawab?" desak Ardian yang membuat Alresa semakin tegang.

"Gue rasa, di sini itu perasaan lo yang munafik. Lo pacaran sama Tito, tapi lo suka sama gue. Lo gak mau pacaran sama gue cuma karena lo gak mau pisah sama gue? Terus apa gunanya lo pacaran sama Tito, Al?" tutur ardian lagi yang membuat tenggorokan Alresa semakin terasa tercekat tak mampu mnegeluarkan suara. Mereka sudah sampai di parkiran suatu mall, tapi perdebatannya masih berlanjut.

"Supaya ada yang jaga aku," jawab Alresa takut-takut.

Ardian mematikan mesin mobilnya dan menatap Alresa tak percaya.

"Gue selalu jaga lo. Apa yang kurang? Dan sekarang apa yang lo dapetin dari cowk kayak Tito? Apa dia jaga lo? Bahkan dia enggak sempat cuma buat ngasih kabar ke lo," tegas Ardian.

"Aku cuma gak mau kehilangan kamu, Ar, aku mau kamu selalu ada di sisi aku. Cuma itu," kata Alresa lirih, Alresa menunduk tak berani melihat ke arah Ardian.

"Tapi cara lo salah. Jadi jangan salahkan keadaan kalau suatu saat permintaan lo itu gak bisa kewujud."

"Kenapa, Ar? Kamu mau ninggalin aku?" tanya Alresa.

[HRL-2] Girlboss & TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang