Chapter 17

550 23 1
                                    

Love isn't about liking each other. Love is about hurting each other.

🌿

Rista merasa bosan di rumah jadi dia memutuskan untuk ke minimarket sebentar untuk sekedar menikmati udara dingin malam ini ataupun untuk membeli cemilan kesukaannya. Dia segera berjalan keluar kamar.

"Ma, Rista keluar bentar ya, mau cari cemilan di depan," pamit Rista dengan berteriak, dia segera berjalan menuju pintu.

Saat dia hendak keluar gerbang rumahnya, dia memicingkan matanya. Melihat sosok yang berjalan sendirian di jalan depan rumahnya, ia membulatkan matanya, Rista tidak salah dengan yang dia lihat.

"Arsy?" panggil Rista segera keluar gerbang dan menghampiri perempuan itu.

Arsy menoleh, wajahnya menggariskan lelah yang terlihat jelas. "Rista," bisik Arsy pelan.

"Ar, ini beneran lo kan?" tanya Rista meyakinan, dia memegang kedua pundak Arsy dan mengguncangnya pelan.

Arsy tidak bersuara.

Rista dengan segera mengalungkan tangan Arsy ke pundaknya dan menuntun gadis itu menuju rumahnya. "Lo mending ke rumah gue, Ar. Kondisi lo keliatan mengkhawatirkan banget."

Arsy sedikit melirik Rista yang sama dengan Rista sahabatnya dulu, selalu tampak cemas dengan keadaan yang janggal sekecil apapun. Arsy sedikit mengembangkan senyumnya melihat Rista yang perhatian kepadanya, bukan Rista yang terakhir kali tampak cuek bebek kepadanya.

Rista dan Arsy telah sampai di kamar Rista. Kebetulan kamar Rista berada di lantai dasar jadi tidak terlalu susah untuk membawa Arsy ke sana. Rista mendudukan Arsy di kasurnya, sedangkan dia sendiri menarik kursi belajarnya dan duduk menghadap Arsy.

"Makasih, Ris," kata Arsy tersenyum tulus.

"Gak ada istilah makasih di persahabatan kita, sekarang jelasin ke gue, lo kenapa?" Arsy sedikit senang mendengar Rista mengucapkan itu. Rista masih menganggap dia sahabatnya.

"Dan lo pakai baju rumah, Ar, gak mungkin tadi lo niat mau pergi ke luar," ucap Rista lagi.

Arsy melirik Rista sekilas, "Rista, gimana gue mau cerita kalau lo-nya ngomong terus?"

Rista meringis, "Sorry deh."

"Gue kabur dari rumah. Tadi Tito nyamperin gue ke rumah, gue lari masuk, dia ikut masuk. Sampai di kamar, gue kunciin pintunya, tapi Tito ngancem bakal dobrak pintunya kalau gue gak mau buka. Gue panik, akhirnya gue lompat dari balkon, terus kabur karena di rumah gak ada siapa-siapa selain gue," jelas Arsy, cukup singkat, tapi bisa dimengerti.

Terlihat kilauan marah di mata Rista. "Mau ngapain lagi cowok brengsek itu dateng ke rumah lo?" ucap Rista geram.

Arsy hanya mengendakan bahu, "Gue juga gak tahu, Ris. Yang ada dipikiran gue setiap ngeliat dia adalah menjauh, menjauh, dan menjauh. Makanya gue milih kabur."

"Gue takut deh dia ngintilin gue terus, Tito bisa-bisa malah jadi teroris buat gue," tutur Arsy.

Rista kemudian menatap Arsy penuh makna, dia tersenyum simpul, dan hal ini membuat Arsy bingung. "Ardian pasti jaga lo," ucapnya.

HAH?

Ini lebih membuat Arsy bingung.

"Ris, lo baik-baik aja kan? Kok lo ngomongnya ngaco," tanya Arsy dengan heran.

Rista menggeleng pelan, "Gue gak ngaco. Gue ngomong apa adanya."

Melihat dahi Arsy yang berkedut, Rista akhirnya menjelaskan semuanya. Tentang percakapan Ardian dengan Laila di koridor yang tak sengaja dia dengar sampai pada percakapannya dengan Ardian di taman belakang waktu itu.

[HRL-2] Girlboss & TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang