Hari Kamis, seperti biasa dia ada kegiatan membaca buku Ulysses bersama kelompok membaca yang kebanyakan beranggotakan para lansia. Hari itu tidak banyak yang datang. Mungkin karena salju yang turun agak lebat sore itu. Para pembaca yang rata-rata berusia di atas enam puluh tahun itu tidak tahan dengan cuaca dingin.
Setelah selesai membaca bersama tiga orang, Seulgi meletakkan jemarinya pada roda kursi yang membawanya kemana-mana. Dia sudah terbiasa, tujuh bulan waktu yang cukup untuk melatihnya terampil menjalankan kursi roda.
Dia belajar untuk berjalan, kaki kanannya mulai mudah untuk digerakkan, namun ia harus berusaha keras pada kaki kirinya.
Wendy menutup jendela kaca di dekat meja dapur yang sedari tadi menyusupkan pasukan angin dingin. Lalu ia menyiapkan dua cangkir minuman panas yang baru saja Seulgi seduh. Musim dingin membuat bungsu Kang menjadi adiktif pada bercangkir-cangkir teh krisan.
Tuan Stephan masuk ke dapur, kemudian duduk di hadapan Seulgi dan Wendy. "Terima kasih, Seulgi."
"Sama-sama." Seulgi tersenyum. Pria tua di hadapannya adalah teman sang ayah. Mereka berada dalam salah satu klinik milik warga asli London itu.
"Aku rasa cangkir itu terlalu lama di dalam almari. Ternyata masih terlihat sama cantiknya."
Seulgi menatap cangkir yang dirinya dan Wendy pakai, serta wadah kopi yang sekarang disesap oleh pria tua itu. Cangkir berwarna putih tulang dengan hiasan bunga daisy mengelilingi. "Kapan anda membelinya, Tuan Green?"
"Eum, sedikit lupa. Tapi setelah perayaan pernikahanku."
Wendy menopang dua pipinya, sepertinya ia akan mendengar cerita romantis sekali lagi dari bibir Tuan Stephan Green.
Lalu Seulgi?
Gadis itu sesekali menyimak, lebih sering menatap ponsel yang berada di pangkuannya. Melihat teman-teman sesama idol tampil pada acara televisi membuat hatinya tidak nyaman. Sebuah ketidakrelaan, wajar. Padahal jarak mereka ribuan mil jauhnya.
Tiba-tiba, dirinya merindukan warna rambutnya yang dahulu.
🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
One In A Million
Fanfiction[Tamat] Seulgi berpikir jika dunia tidak adil padanya saat karir bermusiknya harus berhenti. Tapi ketika dunia yang ia cintai benar-benar melepasnya, ada satu dunia baru yang menyambutnya. Lantas sebuah pertanyaan terlontar, apa yang telah kau berik...