27_Mungkin Kau Orangnya

1.9K 416 28
                                    

Ini tidak biasa. Seharian Yerim susah dihubungi, sekalinya bisa sambungan ponselnya terputus. Meski gadis itu sedang mengambil jatah liburnya minggu ini, Jungkook masih menunggu kabar apakah Yerim mau dijemput atau tidak.

Pemuda itu tidak kehilangan akal, dia menemui Namjoon yang kebetulan akan pulang setelah menyelesaikan jam prakteknya tadi. Laki-laki jangkung itu akan langsung menuju kelas para dokter residen yang ia bimbing. Jungkook sendiri sebenarnya hanya tinggal menyelesaikan stase anastesi untuk kemudian menjalani ujian demi menyandang gelar dokter spesialis bedah tulang. Namjoon tidak terlalu kesulitan membimbing toh pada akhirnya dokter senior lain yang akan menentukan lulus tidaknya Pemuda Jeon tersebut.

Kembali pada kebingungan seorang Jungkook yang hari ini seperti kehilangan Yerim. Apa gadis itu tidak tahu jika hari ini dirinya ingin berdua saja dengannya? Satu kali dalam satu tahun ia mengalami perubahan itu, bukan sekedar angka yang bertambah, tapi waktu hidupnya berkurang. Ini berarti keinginannya semakin besar untuk terus bersama Yerim. Katanya mau menua bersama, itu cita-cita yang pernah diucapkan Yerim ketika mereka pernah hendak break. Alasannya klise, Jungkook yang tidak punya waktu untuk menemani Yerim jalan-jalan mengelilingi Istana Buckingham. Jungkook rasa itu kekanakan, tapi tidak bagi Yerim. Gadis itu tidak menuntut banyak waktu pada Jungkook, hanya dua jam yang berkualitas. Yerim cukup pengertian karena iapun bekerja di bidang yang sama.

"Duh, kau di mana sih?" Gerutuan terdengar, lalu matanya membulat saat pesan dari Yerim masuk. Senja telah menyapa, Jungkook tidak lagi terikat jam praktek, tentu saja permintaan Yerim bisa ia kabulkan.

"Naik apa paling cepat ke sana ya?"

..

"So, ceritanya Jimin mau menyusul Seulgi?"

Hanna mencomot potongan buah melon, dimasukkan ke dalam mulut lalu duduk bersila di atas sofa panjang yang menghadap televisi layar datar. Mereka menikmati malam sesederhana ini, berdua –ralat bertiga, mengobrol sembari makan apapun yang Namjoon atau dirinya beli selepas bekerja.

"Yap!" Namjoon mengambil posisi duduk di samping sang istri. Diambilnya buah stroberi yang berada dalam mangkuk besar, menjadi satu dengan potongan melon dan peach. Buah-buah kesukaaan Hanna dan si jabang bayi, sepertinya. Namjoon akan segera berstatus menjadi Ayah omong-omong.

"Terus kapan berangkatnya?"

Wajah Namjoon berubah masam saat buah stroberi dilumat oleh giginya. Rasanya tidak sepenuhnya manis, padahal Namjoon benci rasa asam. "Kenapa tidak bilang kalau tidak manis?" Protesnya.

"Kan sudah kubilang makan melonnya saja. Kau sih tidak perhatian."

Namjoon menyipit, "memang kapan kau mengatakan itu?"

"Kemarin." Hanna mengedip-ngedip, wajahnya berubah usil menahan tawa. "Duh, kesayangan aku jangan ngambek ya!"

Namjoon berdecak kesal, "melonnya jangan dihabiskan."

"Oke, Sir!" Hanna mengambil sisa potongan melon, disuapkan pada sang suami. "Jadi kapan Jimin berangkat menjemput Seulgi?"

Mulut Namjoon penuh, dia baru menjawab setelah kunyahan ia telan. "Saat resepsi pernikahan Yoongi sepertinya."

"Ha? Kenapa harus hari itu?"

"Waktu yang dia punya hanya itu. Kau tahu kan jadwal pemotretannya sangat padat. Heran ya, kenapa dia tidak jatuh cinta pada klien-kliennya yang super itu."

"Yah karena cintanya pada Seulgi, memang apa salahnya?"

Namjoon mengedikkan bahu. "Tidak ada yang salah, jatuh cinta juga tidak salah. Itu hak setiap orang."

One In A MillionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang