Kesibukan tiada akhir, itulah yang terjadi sekarang. Ella ingin segera pulang dan rebahan tapi pekerjaan tidak kunjung menemui titik terang. Apa yang harus Ella lakukan sekarang? Dia sudah ingin menyerah karena tidak menemukan titik terang sejak beberapa jam yang lalu.
"Ki..." panggil Ella.
Tidak ada balasan sama sekali. Zaki masih fokus pada layar komputer. Ella yakin Zaki mendengar panggilan dari dirinya, tapi dia enggan untuk menjawab.
Ella menghentakkan kaki berulang-ulang kali karena kesal. "Hey, Zaki!" Ella kembali mengulang.
Tetap sama, Zaki tidak juga menjawab. Entah apa yang dia pikirkan, mungkin Zaki sengaja tidak menjawab panggilan dari dirinya.
"Kenapa?" tanya Mbak Nana yang sejak tadi mendengar panggilan yang Ella lontarkan untuk Zaki.
"Zaki Mbak..." adu Ella seperti anak kecil yang tidak suka kepada salah satu teman. "Aku panggil tapi nggak direspon," lanjutnya lagi.
Zaki tampak menghela nafas panjang. "Ada apa, Ella?" Zaki angkat bicara, meskipun begitu ia tidak memalingkan mata dari layar komputer. Bahkan ia bertanya dengan nada lembut.
Ella sampai merinding saat mendengarnya. "Jangan aneh-aneh. Aku jadi takut dengarnya."
Zaki memijat pangkal hidung. Berbicara lembut sedikit saja langsung dianggap aneh. Bahkan Ella sampai takut. Kalau begini, bagaimana bisa Zaki bersikap lembut? Yang ada Ella malah lari.
"Ck, terserah!" Zaki kembali ketus.
Wajah Ella kembali normal walaup beberapa saat tampak seperti orang ketakutan.
"Jangan galak-galak nanti nggak ada yang suka," ucap Ella sambil tertawa kecil.
"Biar. Nggak usah peduli."
"Eh kok gitu? Gini-gini, aku teman kamu lo." Ella menaik turunkan alisnya.
"Terus kenapa? Mau cariin aku jodoh?" Zaki menatap ke arah Ella.
Ella berpikir sejenak. Sejak kuliah Zaki tidak dekat dengan perempuan, hanya dengan dirinya, Abel dan Adiba saja. Itupun masih dalam batas wajar. Padahal wajahnya cukup tampan. Bukan cukup, tapi memang tampan. Kalau tidak, mana mungkin Zaki mendapat banyak pengakuan cinta dari perempuan fakultas lain.
"Nggak deh. Kayaknya tipe kamu nggak biasa." Ella yakin Zaki menyukai perempuan dengan kualitas perfect.
"Ha?" Zaki melotot. "Nggak biasa gimana?" tanyanya meminta penjelasan.
"Ya nggak tau."
"Aneh." Zaki kembali fokus ke layar komputer.
"Padahal kata orang kamu tampan lo. Jadi nanti nggak bakal sulit cari jodoh." Ella memberi semangat kepada sang teman. Bagaimanapun umur Zaki sudah 28 tahun. Jadi dia sudah pantas menikah.
"Kata orang?"
Ella mengangguk.
"Kalau menurut kamu gimana?" Zaki menatap Ella seakan menunggu sebuah jawaban. Ella sampai gugup sendiri sehingga mengalihkan pandangan ke arah lain. "Apaan sih?" Ella menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Look At Me! [END]
Teen FictionTAHAP REVISI Satu jurusan dan satu kelas dimasa kuliah membuat Ella dan Zaki saling mengenal satu sama lain. Bahkan mereka berteman sebagaimana orang-orang pada umumnya. Tidak hanya sampai disitu, setelah lulus kuliah mereka ditakdirkan bekerja dipe...