"Nggak, kamu aja yang makan sendiri." Ella tetap menolak. Dia harus menghargai perasaan Vivi. Mereka sama-sama perempuan dan Ella tidak ingin menyakiti hati Vivi.
Zaki berdecak sebal. "Aku alergi ayam," ujarnya beralasan.
Ella menahan tawa. Alergi ayam katanya? Zaki sangat tidak ahli mencari alasan. Lihat saja, alasan ini hanya membuat Ella tertawa.
"Sejak kapan?" tanya Ella. Ia berpura-pura kaget dan seakan percaya.
"Sejak tadi."
"Nggak usah banyak alasan. Makan aja, kenapa sih?" Lama-lama Ella kesal juga karena tingkah sang teman.
"Aku belum lapar." Zaki memasang wajah memelas. Setelah mengatakan alergi, sekarang berganti menjadi belum lapar. Nanti apa lagi? Ella semakin tidak mengerti jalan pikiran sang teman.
"Ya udah, nanti aja makan kalau udah lapar." Ella mengusir Zaki agar kembali ke meja kerjanya. Ella tidak boleh membuang-buang waktu. Ia harus fokus menyelesaikan pekerjaan yang semakin menumpuk setiap harinya.
Zaki melangkah dengan tidak semangat, ia bohong soal tidak lapar. Siapa yang tidak lapar jika melewatkan sarapan pagi? Akibat terlambat bangun, ia tidak sempat sarapan karena terburu-buru. Jangankan roti, untuk meneguk air putih saja dia tidak sempat. Zaki bukan mengejar predikat karyawan rajin, hanya saja dalam bulan ini dia sudah terlambat beberapa kali. Jika terlambat lagi, maka surat peringatan akan turun dan berimbas pada pemotongan gaji. Zaki tidak ingin hal itu terjadi.
Pukul satu kurang lima menit, Mbak Nana baru masuk ke dalam ruangan. Wajahnya tampak lelah, Zaki dan Ella tidak banyak bertanya. Jika mereka salah bertanya akan membuat mood Mbak Nana memburuk.
"Kalian nggak makan siang?" tanya Mbak Nana. Ia tengah memperbaiki hijab yang sedikit berantakan.
"Sebentar lagi, Mbak gimana?" tanya Zaki balik.
"Mbak Makan di ruang rapat, kalian jangan lupa makan ya." Setelah rapi, Mbak Nana kembali ke ruang rapat. Sampai sekarang, Ella dan Zaki tidak tahu apa yang tengah dibicarakan dalam ruang rapat tersebut.
"Ada masalah apa sih?" tanya Ella. Ia cukup kepo, tapi tidak ada sumber informasi yang menjanjikan di perusahaan ini.
"Mana gue tau," jawab Zaki. Bagaimana dia bisa tahu, sedangkan dia bukan anggota yang hadir dalam rapat tersebut.
Ella menatap Zaki dengan melas. Perutnya sudah lapar dan Ella tidak bisa menyogok dengan air putih saja. Perutnya butuh asupan yang lebih layar daripada air putih saja. Ella lantas bangkit dari kursi. Pekerjaan yang sudah berjalan harus di amankan lebih dulu. Dia tidak mau hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
"Kamu mau kemana?" tanya Zaki karena melihat pergerakan Ella.
"Aku mau kemana bukan urusan kamu." Ella jadi kesal sendiri.
"Sensi amat Buk, aku cuma nanya doang. Gimana kalau Kamu kabur?" Zaki mengangkat sebelah alisnya.
"Kabur apaan? Kerjaan aku masih banyak."
Zaki tertawa kecil. "Kamu mau kemana?" Ia bertanya kembali karena belum mendapat jawaban dari sang teman.
Ella mencoba mengendalikan emosi. Jangan sampai amarahnya lepas dan itu sangat tidak baik. Ella memaksa kedua ujung bibirnya terangkat ke atas. "Aku mau ke kantin," ujar Ella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Look At Me! [END]
Teen FictionTAHAP REVISI Satu jurusan dan satu kelas dimasa kuliah membuat Ella dan Zaki saling mengenal satu sama lain. Bahkan mereka berteman sebagaimana orang-orang pada umumnya. Tidak hanya sampai disitu, setelah lulus kuliah mereka ditakdirkan bekerja dipe...