Pagi ini Zaki kembali bekerja di kantornya, begitupun dengan karyawan yang lain. Terkadang, ada terbesit di dalam hati Zaki untuk berhenti bekerja dari perusahaan ini. Siapa yang tidak lelah bekerja, ia sangat lelah. Namun setiap kali melihat wajah Mama, apalagi sang Papa, maka pikiran itu langsung hilang. Zaki tidak bisa berhenti sampai sang abang mau terjun ke dalam dunia bisnis. Entah kapan waktu itu tiba, ia harap kedua abang atau adiknya bisa berpikir lebih baik dari sekarang. Jika tidak juga, maka Zaki yang harus mengurungkan segala keinginan yang terbesit dalam benaknya.
Pagi ini Zaki datang sendirian, ya hari-hari biasanya juga seperti itu. Sudah hampir dua tahun bekerja di perusahaan ini sebagai staff IT, namun Zaki tidak mau mengungkapkan identitas dirinya yang merupakan anak dari pemilik saham terbesar di perusahaan ini. Jika biasanya, Zaki dan Ella akan bertemu di parkiran perusahaan maka kali ini tidak karena Ella sudah lebih dulu datang ke kantor dan mengerjakan berkasnya lebih awal.
Zaki dan Ella memiliki ruangan yang sama sedangkan beberapa karyawan, apalagi karyawan baru memiliki meja kerja di depan ruang staff IT.
Pagi itu Ella mendapati Zaki datang terlambat, ia mendelik dan menatap tajam ke arahnya sang teman. "Tumben banget kamu datang terlambar, biasanya datang lebih awal," celetuk Ella kepada Zaki yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Zaki membalas tatapan Ella, tapi tidak tajam namun tatapan meremehkan.
"Ya nggak apa-apa kali, sekali-sekali aku datang terlambat. Biasanya kan aku paling rajin," jawab Zaki sedikit santai, begitupun dengan Ella yang hanya tersenyum geli mendengar jawaban dari sahabatnya tersebut.
"Mbak Nana mana?" tanya Zaki karena tidak melihat senior di dalam dunia kerja. Padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit. Jika Mbak Nana belum datang, pasti ada masalah yang terjadi.
"Lagi rapat," jawab Ella.
Zaki mengangguk paham. Sepertinya akan ada agenda perusahaan sampai harus rapat jam segini. Zaki tidak peduli, jika urusan rapat maka dipegang oleh Mbak Nana. Dia langsung duduk ke meja kerja. Zaki merenggangkan otot-ototnya dulu karena masih kaku. Hari ini dia memang telat bangun karena lelah. Bayangkan saja, Zaki terbangun pukul delapan kurang lima menit. Niat hati ingin tidur sebentar saja setelah shalat subuh, namun malah tidak terbangun.
Ella tidak sengaja memperhatikan sosok perempuan yang ada di luar. Kebetulan ruangan mereka memang terdapat kaca yang tembus pandang. Jika tidak ingin terlihat dari luar, maka mereka harus menurunkan kain penutup yang didesain sedemikian rupa. Biasanya mereka menutup kaca jika ingin tidur sejenak, tentu saja setelah menyelesaikan pekerjaan. Meskipun begitu, ruangan yang ditempati Ella termasuk dalam golongan yang kedap suara. Jadi apapun yang mereka bicarakan tidak akan bisa didengar oleh orang luar. Sementara itu, Vivi memperlihatkan rasa tidak sukanya kepada Ella tapi Ella tidak mengacuhkan. "Suka ternyata," ujar Ella tanpa sadar.
"Suka apaan?" Zaki malah nyambung tidak jelas. Bisa-bisanya mendengar suara Ella, padahal sudah sangat pelan.
"Suka suka aku," jawab Ella seadanya.
Zaki mengerutkan kening. "Otak kamu nggak bermasalah, kan?"
"Aku masoh waras! "
Zaki tertawa kecil. Komputer di depannya sudah menyala, namun Zaki harus mengumpulkan niat untuk mulai bekerja. Ternyata memulai tidak semudah yang terlihat, Zaki memperhatikan setiap sudut ruangan. Pantas saja suhu sedikit panas, ternyata suhu AC tidak seperti biasanya. Zaki lantas menyuruh Ella menaikkan suhu AC agar adem seperti biasa. Apa yang Zaki lakukan terkesan sia-sia. Ella malah pura-pura tidak mendengar. Padahal remot AC ada di dekatnya, bolehkan Zaki kesal sekarang? Siapa yang tidak kesal, jika temannya sudah bertingkah seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Look At Me! [END]
Novela JuvenilTAHAP REVISI Satu jurusan dan satu kelas dimasa kuliah membuat Ella dan Zaki saling mengenal satu sama lain. Bahkan mereka berteman sebagaimana orang-orang pada umumnya. Tidak hanya sampai disitu, setelah lulus kuliah mereka ditakdirkan bekerja dipe...