Manusia itu aneh, bagaimana tidak aneh jika terlalu banyak mengeluhkan keadaan. Contohnya saja, ketika belum mendapatkan pekerjaan maka ia mengeluhkan tentang kenapa belum juga mendapatkan pekerjaan. Selanjutnya, ketika sudah memiliki pekerjaan, hal yang sama juga terjadi yaitu mengeluh soal pekerjaan yang tengah ia kerjakan.
Bagaimana hidup bisa tenang jika rasa syukur itu kurang. Hal yang terdengar cukup simpel tetapi dalam hal praktek sungguh tidak sesimpel itu.
Ella saja mengeluhkan soal pekerjaannya sendiri. Kenapa harus seberat ini? Kenapa pekerjaannya tidak pernah selesai dan selalu ada lagi dan lagi. Padahal orang di luar sana sangat menginginkan pekerjaannya yang tengah Ella miliki sekarang.
Perdebatan pagi ini menjadi angin lalu saja bagi Ella dan Zaki. Buktinya belum sampai 2 jam mereka sudah mengobrol seperti biasa. Jika dalam posisi kerja, mereka akan sangat serius sekali. Lihat saja baik Ella maupun Zaki berusaha untuk mengerjakan beban kerja mereka masing-masing.
Tanpa sadar Ella menguap terlalu kencang. Mbak Nana dan Zaki sampai terbengong beberapa saat.
"Kamu nggak tidur semalam?" tanya Zaki. Matanya masih fokus pada layar komputer yang ada di depannya.
Ella tidak menjawab. Toh Zaki tidak jelas bertanya kepada siapa. Ruangan itu tidak hanya mereka berdua tetapi ada Mbak Nana. Jika Ella dengan pede menjawab pasti akan sangat mau jika dugaannya salah. Lebih baik diam dan cara itu sedikit aman.
"Aky tanya woi, jawab kek." Zaki tidak mau dicuekin begitu saja. Ketika ia bertanya, maka harus ada jawaban walaupun hanya satu kata saja.
"Kamu nanya sama siapa?" tanya Ella dengan wajah polos.
"Sama kamu lah, sama siapa lagi?" Zaki tidak habis pikir.
"Ya kan di ruangan ini nggak cuma aku aja," jelas Ella.
Zaki menatapnya malas. Tidak bisakah otak Ella melakukan analisis keadaan sehingga bisa memahami situasi yang terjadi? Ternyata semua itu sesederhana itu
"Kalau aku nanya sama yang lain pasti nada bicara gue nggak seperti sekarang."
"Oh kalau sama aku kamu keluarin sisi devil ya?" Ella menatapnya dengan wajah yang sulit dideskripsikan.
"Kalau depan kamu, aku nggak perlu jaim lah. Buang-buang waktu aja," balas Zaki.
"Terserah deh." Ella sudah terlalu malas memperpanjang bahkan merespon Zaki. Lebih baik ia fokus bekerja agar tugasnya cepat selesai.
"Kamu nguap udah beberapa kali, lebih baik beli kopi sana." Zaki memberikan ide yang cukup bagus. Sebenarnya ia tidak ada niat untuk memperhatikan Ella. Namun karena mereka berada di ruangan yang sama maka Zaki menjadi tahu apa saja yang dilakukan oleh Ella walaupun tidak terlalu detail.
"Aku mager keluar, beliin dong!" Ella kalau sudah mode mager pasti tidak mau bergerak kemana-mana. Jika berada di kantor, maka ia akan lebih nyaman duduk di meja kerja sambil melihat layar komputer. Hal ini lebih mengasyikkan menurut beberapa orang daripada harus bercengkrama dengan orang lain.
"Emang aku siapa kamu?" tanya Zaki dengan alis yang terangkat ke atas.
"Teman aku yang paling baik, ayo dong Ki beliin." Jika Ella ada maunya, maka ia pasti akan bersikap baik. Pokoknya sangat berbeda daripada sebelum-sebelumnya daripada seperti biasa.
"Malas," balas Zaki.
Ella menggembungkan pipi. Ia tidak akan mau merengek, jika memang Zaki tidak mau maka tidak masalah. Ella kembali fokus untuk menyelesaikan pekerjaan. Beberapa menit setelah itu, Zaki malah keluar begitu saja tanpa mengatakan apa-apa kepada Ella.
Padahal Ella ingin menitip sesuatu jika Zaki ke lantai bawah. Namun belum sempat Ella memanggil, Zaki sudah hilang dari pandangan.
"Mau kemana?" tanya Mbak Nana.
"Mau beli kopi ke bawah. Mbak nitip?"
"Nggak usah ke bawah, " larang Mbak Nana. Tentu saja Ella bertanya kenapa dirinya dilarang untuk turun ke lantai bawah. "Kenapa, Mbak?" tanya Ella.
"Palingan bentar lagi Zaki datang sambil bawa kopi."
Ella sedikit tidak mengerti. "Enggak mungkinlah, Mbak."
"Coba aja tunggu, Zaki mana pernah menolak permintaan kamu. Dia udah bucin kuadrat," cerocos Mbak Nana.
Ella mengurungkan niat pergi ke lantai bawah. Ia akan menunggu sampai Zaki datang. Apa benar Zaki membawa kopi atau malah kembali dengan tangan kosong. Tapi tunggu, Ella masih tidak mengerti. Kenapa Zaki dibilang bucin?
"Bucin sama siapa, Mbak?" tanya Ella polos.
Mbak Nana sampai geleng-geleng kepala. "Entah," jawab Mbak Nana malas.
Apa yang diperkirakan oleh Mbak Nana memang benar. Beberapa menit Zaki menghilang, sekarang ia sudah masuk kembali ke dalam ruangan sambil membawa 3 cup kopi.
"Ini Mbak," ujar Zaki sambil menyerahkan satu cup kopi. Langkah kakinya tidak berhenti di meja milik Ella. Ia malah duduk di meja kerja miliknya. Tentu saja Ella sudah pede luar biasa, namun ternyata Zaki tidak memberi kopi kepada dirinya.
"Pelit amat," gerutu Ella tidak jelas. Apa Zaki terlalu mencintai kopi sehingga harus minum 2 cup sekaligus. Kenapa satu cup lagi tidak diberikan kepada Ella saja? Zaki memang luar biasa. Jika bukan jam kerja, mungkin Ella sudah bertepuk tangan dengan heboh sekarang juga.
"Biar," respon Zaki. Meskipun begitu, Zaki tetap tidak tega. Lihat saja satu cup kopi sudah berada di atas meja milik Ella. Tentu saja Ella lumayan kaget, padahal jika Zaki membeli sesuatu pasti Ella juga kebagian.
"Makasih," cicit Ella.
Zaki hanya berdehem sebagai jawaban. Ia kembali fokus bekerja, begitupun dengan Ella. Mbak Nana sejak tadi sudah sangat serius. Bahkan kopi yang ada di dalam cup hanya tinggal sedikit lagi.
"Model prediksi kemarin udah?" tanya Zaki.
"Belum, dikit lagi." Batas waktu sampai hari ini, jadi Ella harus menyelesaikan sebelum jam dua belas malam.
"Buruan," ujar Zaki.
"Iya iya sabar." Ella kembali melanjutkan desain algoritma yang akan mereka gunakan pada sistem yang ada di perusahaan ini.
Pukul sebelas kurang, Ella memanggil Zaki untuk melakukan diskusi dadakan. Ia butuh saran dari Zaki terkait algoritma yang akan digunakan.
Zaki tidak keberatan apalagi soal pekerjaan begini. Ia menggeser kursi agar bisa lebih dekat dengan Ella. "Apa yang dibingungin?" tanya Zaki
Ella menunjuk layar komputer. "Bagian ini gimana?" tanyanya meminta pendapat kepada Zaki. Perlu diakui, Zaki lebih pintar dibanding Ella.
Zaki memberikan saran yang bagus menurut dirinya dan Ella mendengarkan dengan baik. Jika saran tersebut baik, maka Ella akan menerimanya dengan senang hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Look At Me! [END]
Teen FictionTAHAP REVISI Satu jurusan dan satu kelas dimasa kuliah membuat Ella dan Zaki saling mengenal satu sama lain. Bahkan mereka berteman sebagaimana orang-orang pada umumnya. Tidak hanya sampai disitu, setelah lulus kuliah mereka ditakdirkan bekerja dipe...