Part 21

13.1K 716 52
                                    

Hari senin menjadi hari yang cukup berat bagi sebagian orang. Apalagi sebelumnya adalah hari libur yang digunakan untuk beristirahat, bersantai atau bahkan bersenang-senang.

Suasana pagi menyapa, kebetulan Ella sedang tidak shalat karena datang tamu bulanan.

Ella menguap beberapa kali, ia masih sangat mengantuk namun tidak bisa untuk melanjutkan tidur. Jika hari ini dia terlambat lagi, maka surat peringatan akan langsung turun.

Ella keluar dari kamar, sekarang sudah pukul enam pagi. Rumah sepi membuat Ella jadi bertanya-tanya, apa rumah orang lain juga seperti ini ketika anak-anaknya sudah menikah? Entahlah, Ella tidak pernah bertanya soal ini kepada orang lain.

"Baru bangun?" tanya Ayah yang sudah duduk di meja makan dengan kopi dan juga koran. Ayah masih suka membaca koran, padahal berita akan lebih mudah diakses menggunakan telepon genggam. Ayah tidak terlalu suka bermain ponsel, apalagi jika membaca informasi terkini. Kata Ayah, matanya tidak bisa melihat layar ponsel terlalu lama. Jadi wajar jika di rumah ini banyak tumpukan koran yang tersusun rapi.

"Iya Ayah, Ibu kemana?" Jika Ayah tidak ada, maka Ella akan bertanya soal Ayah dan jika Ibu tidak ada maka dirinya akan bertanya soal Ibu. Sudah menjadi hukum alam bukan jika seperti itu? Ella yakin tidak hanya dirinya saja karena orang lain juga akan seperti itu. Ini hanya menurut pemikiran Ella saja.

"Ke rumah Bang Baiz."

"Ngapain?" Ella sedikit kepo. Pagi-pagi ke rumah Bang Baiz pasti ada sesuatu.

"Kakak kamu sakit," ujar Ayah. Kakak kamu disini adalah istri Bang Baizhan. Berhubung sudah menjadi istri Baizhan, maka secara otomatis akan menjadi kakak Ella. Ayah juga sangat menyayangi istri dari anak-anaknya seperti anak sendiri.

"Kok bisa sakit?" tanya Ella polos.

Ayah hanya bisa geleng-geleng kepala. "Ya bisalah Nak, pertanyaan kamu ada-ada saja."

Ella menyengir. Ia lantas mencari roti di meja makan. Jika pagi begini, Ella tidak terlalu suka makan nasi. Dia lebih cepat untuk makan roti bahkan lontong sayur.

"Apa makan roti bisa buat kenyang?" tanya Ayah. Ella tertawa kecil. "Bisa, aku lebih suka makan roti daripada nasi."

"Pantas aja kamu itu kurus, sarapan kok roti." Ayah dan Ibu terbiasa sarapan dengan nasi sedangkan Ella berbeda sendiri. Nafsu makannya di pagi hari tidak timbul sejak menginjak perkuliahan. Aneh bukan? Padahal dari kecil hingga SMA, dia sering sarapan dengan nasi.

"Kurus apaan Ayah? Berat aku 50 kg."

Menurut Ella berat segitu sudah sangat ideal, apalagi tinggi tubuhnya tidak sampai 160 cm.

"Masa?" Ayah tampak tidak percaya saat mendengar berat Ella.

"Iya Ayah." Roti sudah diolesi selai coklat. Ella menawarkan roti enak itu kepada kepala sekolah rumah ini. "Ayah mau nggak?" tawar Ella. Tentu saja Ayah menggeleng. "Ayah udah makan nasi," ujarnya.

Ella mengangguk, ia menikmati roti tersebut sampai habis. Di meja makan sudah ada gelas yang berisi susu. Pasti Ibu yang membuat susu tersebut. Ella tidak pernah meminta, bahkan Ella sudah berkali-kali melarang Ibu melakukan hal demikian. Namun yang namanya Ibu pasti ingin memberikan hal terbaik untuk anaknya.

Please, Look At Me! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang