"Mau pesan apa?" tanya Zaki secara tiba-tiba. Ia bahkan dengan tidak memberikan aba-aba malah berbalik ke belakang.
Tentu saja Ella kaget, tapi tubuhnya dapat berhenti agar tidak bertabrakan dengan tubuh Zaki. "Jangan balik tiba-tiba," gerutu Ella.
"Salah mulu perasaan, apa laki-laki memang selalu salah?" Zaki menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kamu emang salah Ki, bukan laki-laki selalu salah. Kalau tadi aku nabrak tubuh kamu gimana?" Ella menatap Zaki dengan kesal.
"Ya nabrak lah, terus jatuh ke lantai. Kamu kira kayak drama-drama gitu?" Zaki ingin mencubit pipi Ella saking kesalnya sekarang. Tapi hal itu terpaksa ditahan karena tidak boleh menyentuh perempuan yang bukan mahramnya.
"Apa sih nggak jelas banget jadi manusia." Ella berjalan lebih dulu. Ia mencari tempat duduk di dalam kantin. Suasana tampak ramai, hanya ada beberapa kursi yang kosong. Ella tidak punya pilihan lain, ia langsung duduk di kursi yang kosong yang ada di salah satu meja.
"Jelas La, aku jelas orangnya. Nggak kayak Hendra noh yang nggak jelas." Zaki selalu saja membawa-bawa nama Hendra. Apa sih masalah hidup Zaki sampai membawa-bawa nama Hendra selalu. Bagaimana jika Hendra tersedak minuman di sana nanti? Pasti tidak lucu bukan? Entahlah, Ella tidak terlalu tertarik tentang Hendra lagi.
"Bawa Hendra mulu. Kamu ada masalah apa sih sama dia?"
Zaki menaikkan satu alisnya. "Nggak ada masalah woi, aku kenal aja kagak.
"Terus?"
"Ya nggak apa-apa." Zaki membersihkan meja dengan tisu yang tersedia di atas meja. Padahal meja tersebut sudah bersih, tapi tetap saja Zaki membersihkannya. Ella hanya melihat, dia tidak berminat untuk ikut-ikutan.
Tiba-tiba ada yang bergabung bersama mereka. "Boleh saya duduk disini?" ujar orang tersebut. Ella lantas berdiri saking kagetnya. Siapa yang tidak kaget jika pemilik saham terbesar di perusahaan ini tiba-tiba muncul di depan dirinya? Ella bahkan belum mempunyai persiapan tertentu.
"Si-silahkan Pak," jawab Ella dengan detak jantung yang tidak menentu. Tolonglah, Ella sedang tidak jatuh cinta atau jatuh hati kepada seseorang namun detak jantung ini diakibatkan karena terlalu syok.
"Baiklah, apa saya mengganggu?" ujar sosok itu lagi.
Ella dengan cepat menjawab. "Tidak, Pak." Sedangkan Zaki malah menjawab sebaliknya. "Iya, Pak."
Jawaban Zaki memang sedikit lebih pelan karena tidak ingin didengar oleh pengunjung kantin yang lain. Jika orang lain dengar, bisa-bisa Zaki langsung dinilai sebagai karyawan yang tidak punya sopan santun kepada atasan.
Pak Abraham tertawa kecil. Dia tidak menyangka anaknya akan menjawab demikian. "Saya harus bagaimana?" tanya Pak Abraham seakan pura-pura kebingungan.
"Jangan dengarkan anak ini Pak, orangnya emang nggak jelas," jawab Ella. Ia langsung menutup mulut, kenapa Ella bisa mengatakan hal demikian. Apalagi dia mengatakan bahwa Zaki tidak jelas. Aduh, Ella benar-benar keceplosan.
Lagi dan lagi Pak Abraham tertawa. Namun tawa itu sangat tipis dan sebentar. Dia terkenal sebagai atasan yang berwibawa dan tegas. Meskipun demikian, banyak orang yang menganggapnya sebagai atasan yang baik karena selalu mengutamakan kenyamanan karyawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Look At Me! [END]
Novela JuvenilTAHAP REVISI Satu jurusan dan satu kelas dimasa kuliah membuat Ella dan Zaki saling mengenal satu sama lain. Bahkan mereka berteman sebagaimana orang-orang pada umumnya. Tidak hanya sampai disitu, setelah lulus kuliah mereka ditakdirkan bekerja dipe...