"Mas kenapa belum nikah-nikah?" tanya Ella kepada Fikri. Sekarang mereka tengah sibuk mengitari mall. Entah apa yang akan mereka beli, sejak tadi Ella hanya melihat-lihat saja. Jika ditanya apakah ada barang yang dia sukai atau tidak, maka jawabannya tentu ada. Ella menyukai beberapa barang, tapi harga yang tertera membuat dia meneguk air ludah dengan susah payah.
Ella akui, gaji Fikri lebih besar daripada dirinya. Selain itu, Fikri juga sangat hemat. Dia tipikal orang yang hanya akan membeli sesuatu jika memang butuh. Kalau sekedar untuk gaya-gayaan Fikri sangat tidak tertarik. Meskipun demikian, dia tidak pernah pelit kepada orang tua atau saudara-saudaranya. Terutama kepada Ella.
"Jangan bertanya soal kapan nikah, kapan punya anak, kapan nambah anak dan lain sejenisnya. Jika kita bertanya diwaktu yang tidak tepat, maka lawan bicara kita pasti akan tersinggung." Fikri memberikan sedikit nasehat. Ia yakin, Ella pun tidak suka ditanya soal kapan menikah. Biarkan urusan pribadi menjadi konsumsi pribadi bukan konsumsi umum yang harus dipermasalahkan.
"Maaf Mas," ujar Ella merasa tidak enak hati.
Fikri tersenyum tipis. "Bertanya kepada Mas tidak masalah, namun Mas tidak suka jika kamu bertanya soal ini kepada orang lain."
Ella memberi gerakan mengunci mulut dengan menggunakan tangan. Tentu saja Fikri ingin tertawa. Apa adik di depannya ini memang berusia 27 tahun? Fikri seakan tidak percaya hal tersebut.
"Mas tidak punya target tertentu, kalau sudah bertemu dengan jodohnya maka Mas tidak akan menunda."
Ella pura-pura cemberut. "Yah... kalau Mas nikah, nanti nggak perhatian lagi sama aku."
Fikri tidak akan melupakan sang adik. Ia akan tetap berusaha untuk perhatian sebagaimana kedua abangnya yang sudah lebih dulu menikah. "Apa Mas Afzal dan Bang Baizhan begitu?"
Ella pura-pura tidak mengerti, padahal dia sangat mengerti perkataan sang Abang. "Maksudnya, Mas?" tanya Ella dengan wajah polos.
"Apa Mas Afzal dan Bang Baiz tidak perhatian terhadap kamu ketika sudah menikah?"
Ella menggeleng. "Mereka masih perhatian Kok, bahkan posesifnya ngalahin Ayah."
Jangan salah, Afzal dan Baizhan pernah mengintrogasi Zaki dan Ridho saat menjemput Ella untuk mengerjakan tugas kelompok. Tentu saja tidak hanya Zaki dan Ridho di dalam mobil, tapi ada adik perempuan Ridho yang juga ikut.
"Nah itu tau, walaupun Mas nanti menikah tapi tetaplah ingat bahwa kasih sayang Mas tidak akan berubah."
Wajar jika Ella dimanja oleh ketiga abang-abangnya. Dia hanya satu anak perempuan yang kehadirannya selalu dinanti-nanti. Tidak hanya itu, sejak kecil tubuh Ella memiliki daya tahan tubuh yang lemah sehingga sering sakit. Ayah dan Ibu bekerja dengan cukup giat untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka mau tidak mau Afzal, Baizhan dan Fikri siaga untuk menjaga Ella.
"Tapi harus sayang istri, jangan lupakan tanggung jawab sebagai kepala keluarga." Ella juga tidak ingin mencampuri urusan rumah tangga abang-abangnya. Dia tidak menuntut harus diperlakukan seperti apa, Ella sudah cukup dewasa untuk memahami situasi.
"Aman, Mas kamu ini adalah laki-laki baik dan bertanggung jawab. Negara saja di jaga dengan sepenuh hati, apalagi seorang istri." Fikri hanya akan berkata pede di depan Ella saja, kalau di depan orang lain ia tidak berani. Fikri masih mempunyai malu untuk melakukan itu di depan orang lain.
Ella menahan tawa. "Pede banget ngomongnya ya," ujarnya lagi.
"Sudah... Jangan dibahas lagi, Mas jadi malu." Fikri membuang wajah ke arah samping.
Ella menatap sang Abang, lagi-lagi ia hanya bisa menahan tawa. Meskipun bagi orang lain Fikri terlihat seperti laki-laki yang tegas namun bagi Ella dia tetaplah seorang kakak laki-laki yang penuh perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Look At Me! [END]
Genç KurguTAHAP REVISI Satu jurusan dan satu kelas dimasa kuliah membuat Ella dan Zaki saling mengenal satu sama lain. Bahkan mereka berteman sebagaimana orang-orang pada umumnya. Tidak hanya sampai disitu, setelah lulus kuliah mereka ditakdirkan bekerja dipe...