13. Yang Lain

2.2K 262 20
                                    

Dimas bersandar pada kursi mobilnya dua tangannya digerakan kanan-kiri sesuai jalur yang diambil mobil jazz di depannya. Laki-laki itu sedang mengikuti Jordan dan Gia, rencananya setelah mengantar Gia, Dimas dan Jordan akan pergi ke Jakarta untuk menjenguk Audy.

Semenjak Jordan mengatakan satu kalimat yang sampai detik ini belum diperjelas oleh temannya itu, Dimas terus menerus menerka apa yang terjadi pada Jordan. Dimas yakin seratus persen Jordan masih mencintai Gia, tapi kenapa? Kenapa Jordan malah menitipkan Gia padanya?

Sampai disatu gang yang Dimas kunjungi beberapa hari lalu, ia memberhentikan mobilnya tidak jauh dari mobil jazz di depannya.

Dia melihat Jordan dan Gia turun, kemudian dengan senyuman seperti tidak terjadi apa-apa Jordan mengacak rambut Gia. Dimas mengalihkan pandangannya, ia menghembuskan napasnya kasar kemudian memilih memainkan ponselnya.

Tak sampai sepuluh menit, pintu mobil Dimas terbuka. Jordan masuk, duduk di sana dan memasang seatbelt.

Dimas memasukan kembali ponselnya kesaku hem-nya. Ia menyalakan mobil detik kemudian mobil itu perlahan bergerak mundur, keluar dari gang kontrakan Gia.

"Ntar kalo pegel, gantian sama gue," kata Jordan kemudian menghela napasnya berat.

Dimas menjawab dengan gumaman. Laki-laki itu kembali fokus ke jalanan yang mulai padat. Berkali-kali ia mendengar helaan napas berat     Jordan tapi ia biarkan saja. Enggan bertanya, mungkin takut menyinggung.

Saat mereka memasuki tol, tiba-tiba Jordan kembali berucap, "yang gue omongin tadi," Jordan menarik napasnya lalu menghembuskan perlahan hingga tercipta jeda beberapa detik. "Gue serius."

Dimas tetap diam, ini kesempatan untuk mendekati Gia, tapi hatinya bimbang. Ia sepenuhnya menolak untuk menjadi orang ketiga dalam hubungan Jordan dan Gia, lagi.

"Dim?"

"Gue gak bisa."

"Tapi, lo suka sama Gia."

"Lo juga!" Nada suara Dimas refleks meninggi. Tidak habis pikir apa yang dipikirkan Jordan sampai menyerahkan Gia begitu saja.

Jordan mendengus keras, ia mengacak rambutnya kesal, tatapannya ditujukan pada Jeep hitam yang melaju dengan kecepatan tinggi di depan. "Gue bukan orang baik, itu alasannya."

Dimas tersenyum simpul. "Kalau yang lo maksud itu lo punya kekurangan, gue juga, semua orang juga, Gia juga. Semua juga pernah ngelakuin kesalahan." Dimas diam sejenak, menimang keinginan hatinya. Tapi disingkirkannya jauh-jauh kata hati laki-laki itu dan memilih memakai otaknya.

"Jelasin. Kalau lo ngelakuin kesalahan." Dimas melirik Jordan sekilas. "Jelasin ke Gia."

Mungkin dengan lantang Jordan akan mengiyakan saran Dimas, tapi masalah yang dihadapi tidak sesepele itu.

Dengan kesepuluh jari terkepal di atas paha, napas yang berkali-kali diatur begitu ingatan beberapa hari lalu berputar diotaknya, Jordan akhirnya berkata dengan suara seraknya. "Gue ada cewek lain."

●●●

Saat mobil Dimas menghilang dari gang kontarakan Gia, perempuan itu cepat-cepat menghubungi Bima, Aldo, Revan, atau siapapun dari tiga orang itu yang nomor kontaknya ditemukan pertama kali. Tangan perempuan itu gemetar saat menscroll layar ponselnya.

Gia tahu ada yang salah dengan Jordan. Dia bisa melihat jelas perubahan raut wajah Dimas saat di depan kantor fakultas tadi, laki-laki itu tidak fokus dan menatap Gia penuh penyesalan berbeda sekali dengan Jordan yang tersenyum hangat di sebelahnya. Yang bisa Gia simpulkan ada yang terjadi saat dirinya pergi untuk menemui dosen dan meninggalkan dua laki-laki itu. Ditambah lagi saat kejadian pagi ini, saat Jordan akan menceritakan salah satu teman perempuannya.

Kak Bima.

Gia menekan kontak Bima, diletakannya ponsel pink itu ditelinga sambil menunggu nada sambung terdengar.

Sampai beberapa saat sambungan itu dialihkan ke nomor lain. Gia berdesis kesal. Kembali ia scroll deratan kontak diponselnya sampai menemukan nama Revan.

Sabar Gia menunggu sambil ditemani ringtone dari Band Noah, separuh aku.

"Hngg?" Suara serak dari seberang menyambut indera pendengaran Gia.

Merasa telah menganggu aktivitas tidur Revan, Gia segera meminta maaf. "Sori kak, lo tidur ya?"

Tidak terdengar apa-apa hanya helaan napas laki-laki itu yang terdengar menjauh, tak lama barulah Revan kembali bersuara. "Kenapa Gi?"

"Sori gue ganggu kak."

"Enggak kok, lagian udah waktunya bangun juga," katanya masih dengan suara serak. "Kenapa?"

Gia menghela napas. "Kak Jordan."

"Jordan? Bukannya sama elo ya?"

Gia menggeleng. Ini memang kali pertamanya curhat pada Revan, pantas saja laki-laki itu tidak langsung ngeh saat Gia menyebutkan nama temannya. "Gak gitu."

"Terus?"

"Ada yang aneh dari Kak Jordan."

Revan diam. Jeda hampir satu menit itu membuat Gia langsung sadar, instingnya bekerja cepat. Revan tahu apa yang terjadi pada Jordan.

"Hm ... aneh gimana?"

Gia menceritakan kejanggalan dari tadi pagi sampai siang, plus dengan saat ia dan Dimas tidak sengaja bertemu dengan Aldo di sebuah mall, minus saat Jordan membahas seorang perempuan tapi diurungkannya karena tiba-tiba reaksi laki-laki itu seperti shock. Kemudian lewat ceritanya Gia sengaja mengaitkan dua hal di atas. Ujungnya menjadi Jordan telah cemburu pada Dimas.

"Oh, enggak lah. Meskipun kita gak sedeket dulu sama Dimas, mau itu gue atau Jordan, kita masih kok percaya sama Dimas. Jadi itu anak gak mungkin cemburu, perasaan lo aja kali Gi."

Jawaban Revan yang terkesan santai itu membuat Gia semakin curiga. "Jadi ... dia gak cemburu sama Dimas?"

"Mungkin iya, tapi gak sampai dikatakan cemburu. Jordan bisa bedain kok mana temen yang bener-bener temen sama temen yang makan temen."

Gia tidak peduli itu, kini ia kembali berkata, "oh! Adalagi yang gue lupa ceritain."

"Apa?" tanya Revan dari seberang sana.

"Kak Jordan sempat ngomongin cewek."

Di seberang tanpa Gia tahu Revan mulai gelagapan bingung dengan pertanyaan Gia yang menjurus.

"Katanya mirip."

"M-mirip?"

"Iya! Tapi gue gak tahu lanjutannya, soalnya Kak Jordan keburu diem, ekspresinya kayak shock gitu, Kak."

"Oh-hm-apa ya? Gue gak tahu, Jordan lebih berhak buat ngejel-"

"Berhak? Tunggu dulu, berarti ada apa-apa kan sama cewek itu?" tebak Gia, air mukanya berubah menjadi tidak tenang.

Revan langsung bungkam. Detik kemudian ia mencerocos panjang lebar. "Jangan dipikirin! Itu opini gue! Jordan belum tentu- eh maksud gue, tanya langsung ke orangnya. Maksudnya lo percaya aja sama Jordan dia gak ngelakuin hal aneh- duh Gi, gue bener-bener gak mak-"

Sambungan terputus.

Gia mengerjap berkali-kali. Meremas ujung seprai yang didudukinya kini kemudian menghela napas sambil tersenyum lemah.

Selang beberapa detik, ponsel Gia menyala-nyala, nama Revan muncul dilayar ponsel Gia.

●●●

Another StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang