Dimas masuk ke dalam kamar diikuti Jordan yang langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur. Melihat itu Dimas menghela napasnya lelah. "Belum baikan?"
"Hm."
"Kenapa ntar malam gak coba ke sana lagi?" tanya Dimas sambil menarik kursi dan duduk di sana.
Jordan menutup separuh wajahnya dengan lengan kanan. "Gue takut ..."
Seakan menunggu kelanjutan ucapan Jordan, Dimas memilih diam memperhatikan gerak-gerik temannya itu. Tapi hampir sepuluh menit Jordan tidak melanjutkan ucapannya juga hingga akhirnya Dimas memilih bertanya, "takut apa?"
"Takut ..." laki-laki itu menarik napas panjang sebelum kembali berucap, "gue takut lihat dia nangis lagi."
"Jo waktu lo cuman tinggal besok sore, kalau gak dituntasin sekarang mau kapan?" Dimas berdeham. "Gue tahu lo salah, gue tahu lo pengen minta maaf dan balik ke Gia, tapi ... gue belum bisa lihat keseriusan lo buat Gia."
Jordan menjauhkan lengan yang menutupi wajahnya kini matanya bebas melihat langit-langit kamar milik Dimas.
Bayangan Gia menangis membuat laki-laki itu ingin memberontak marah. Ia sangat amat ingin kembali pada Gia tapi, hanya dengan melihat Jordan bisa membuat Gia menangis lalu bagaimana Jordan bisa menampakan dirinya lagi?
Ia terlalu takut keberadaannya justru membingungkan Gia.
●●●
Bogor sama dengan Surabaya, hujan. Jordan duduk di sudut cafe ditemani secangkir kopi panas. Biasanya sore hari jika tidak ada kegiatan Jordan akan tidur hingga maghrib lalu bangun-bangun sudah mendapat telepon berupa omelan dari Gia karena tidur maghrib konon bisa membuat kita gila.
Senyum laki-laki itu sedikit terangkat. Ia tersenyum itu intinya meski terlihat sedih bukan bahagia.
Jordan mengetuk-ketukan jarinya pada meja. Laki-laki itu sudah membuat beberapa pilihan berdasarkan saran Dimas tadi siang.
Menit demi menit ia habiskan untuk berpikir dua pilihannya. Pertama, bertemu dengan Gia dan mencoba meminta maaf seperti seorang bajingan. Kedua, kembali ke Surabaya lalu lupakan Gia seperti seorang bajingan.
Jordan bersandar pada sofa warna merah maroon itu. Matanya menatap kosong cangkir kopi yang sama sekali belum diminumnya. Masih dengan pemikiran yang sama akhirnya laki-laki menggenakan hoodie hitam itu mengangguk mantap dan segera beranjak dari cafe.
Jika ditanya bagaimana perasaan Jordan sekarang, mungkin akan dijawab olehnya dengan umpatan. Karena terlalu rumit jika dijelaskan dengan kata-kata.
Satu hal yang Jordan tahu ....
Dimas benar. Dia sama sekali belum berjuang untuk Gia.
●●●
Selepas kehadiaran Jordan siang tadi yang dilakukan Gia hanya melamun di balkon kontrakannya, ditemani Salsha yang sibuk dengan ponselnya dan segelas cokelat panas buatan Salsha.
"Sal?"
"Hm?"
Gia memeluk lututnya lalu menyandarkan dagu di atas lututnya. "Kak Jordan ..."
Salsha langsung mengalihkan pandangan dari ponsel ke Gia. Perempuan itu bersikap was-was dengan apa yang Gia katakan selanjutnya. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Star
Teen Fiction[ C o m p l e t e ] When you release me again. || Sequel of from the star - Copyright 2017, Nabila Wardani - All Rights Reserved. Cover by vii_graphic