22022022

3.6K 332 52
                                    

Dengan membawa puding stroberi dikedua tangan, dengan kedua kaki yang berjalan ringan menuju lapangan belakang Gharda, dengan jantung yang berdegup kencang begitu tubuhnya berbelok di ujung koridor, Gia berdiri mematung. Matanya menangkap jelas Jordan yang memainkan bola basket di sana, berusaha memasukan ke ring namun gagal. Ujung bibir perempuan itu tertarik, air matanya menggenang begitu saja dipelupuk mata, dirinya kemudian memilih bersandar, mendongak berusaha untuk tidak menangis.

Laki-laki mengenakan jas dipadukan dengan celana jeans itu masih berusaha susah payah memasukan bolanya ke dalam ring. Gia yang sudah berhasil mengontrol emosinya mengeluarkan ponsel menekan ikon kamera di sana lalu mulai merekam Jordan. satu dua kali Jordan mulai melakukan lay-up tapi, gagal. Lalu saat usaha ketiga dengan gerakan canggung laki-laki itu berhasil memasukan bola, Gia nyaris bersorak kalau ia tidak sadar dirinya sedang bersembunyi sekarang.

Masih dengan mata tidak lepas dari sosok Jordan, pikiran Gia melayang. Tentang apa yang terjadi setelah Jordan meninggalkannya, tentang enam bulan hidupnya tanpa kabar sedikit pun dari Jordan. Bahkan ketika Ifa bercerita tentang Bima melalui telepon, temannya itu enggan mengucap nama Jordan. Gia menarik napas panjang lalu menghembuskan perlahan, hatinya sesak, hatinya hampa. Satu yang masih dipertanyakan Gia sampai saat ini, kenapa Jordan tidak pernah memintanya kembali?

●●●

Jordan menyampirkan jas dibahu kanannya menyisakan kaos putih polos yang bagian atasnya basah keringat. Laki-laki itu selesai meneguk colanya dan kini tanpa berniat berkumpul dengan teman-temannya yang lain, yang menjadikan halaman utama Gharda menjadi lantai dansa dadakan, dia lebih memilih mengamati bangunan Gharda.

"Norak lo," cerca Aldo yang datang entah dari mana.

"Sono lo ah. Ganggu."

Aldo berdecak. "Have fun, men. Lo gak tahu party ya?"

Jordan terkekeh. "Terakhir gue party, gue halu nidurin cewek." Jordan mendengus keras lalu menatap Aldo yang menatapnya iba. "Berhenti ngelihat gue kayak gitu, atau gue colok mata lo?"

"Hahaha." Aldo langsung tergelak berniat mengejek tapi ia segera mengurungkan niatnya begitu menangkap senyum lemah Jordan. "Gue ketemu Gia."

Jordan meneguk ludahnya susah payah. Tangannya refleks meremas kaleng cola. Tiba-tiba rasa bersalah yang setiap hari menemaninya seperti memberontak hingga hatinya merasa sesak luar biasa. Jordan ingin melangkah pergi tapi, Aldo segera menahannya. "Jangan egois sama diri lo sendiri Jo!"

Jordan diam. Laki-laki itu kini meluapkan segala emosinya pada kaleng cola yang diremasnya.

"Jangan egois sama Gia."

"Gue salah."

"Ya kalo salah minta maaf, bangun dari awal lagi, mulai dengan keseriusan lo, tekad lo."

"Gak segampang itu Do."

Aldo berdecak. "Gak gampang atau lo yang emang sengaja bikin susah?"

Jordan menatap Aldo tidak suka. "Gak gampang buat balikin kepercayaan orang. Gue udah hancurin kepercayaan Gia, dan gue gak mau maksa Gia buat balik lagi sama gue, terus gue hancurin kepercayaan Gia lagi, dan gue terlalu takut—"

"Bikin dia sakit lagi?" sela Aldo membuat Jordan bungkam. "Jo, gak ada yang nyuruh lo maksa Gia. Lo cuma perlu nunjukin keseriusan lo, tekad lo, ketulusan lo buat balikin hubungan lo sama Gia kayak dulu lagi, itu aja. Hasilnya serahin ke Gia. Gak ribet kan? Dan kalau lo sayang sama Gia, lo harusnya gak perlu takut buat coba balik lagi ke Gia."

Aldo mendengus lalu menekan bahu kanan Jordan. "Niat lo datang ke reuni buat Gia kan? Mastiin kondisi cewek itu?"

Jordan mengenyahkan tangan Aldo dari bahunya, laki-laki itu mengusap wajahnya kasar, lalu ia menatap Aldo lelah dan berucap, "biar gue urus, urusan gue sendiri."

Another StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang