Detak [3]

5.2K 646 1
                                    

Mataku menjelajahi isi kelas. Semua terperangah menatapku. Aku juga tidak tahu apa yang kukatakan hari itu. Itu muncul begitu saja. Mataku yang masih merah karena mengantuk itu tidak bisa menatap dengan jelas Bu Ana yang juga tampak cengo karena apa yang baru saja kuucapkan itu. Kalimat seperti itu adalah kalimat yang mustahil diucapkan oleh diriku, Cataluna Renata.

"Kamu ngomong apa barusan?" tanya Bu Ana memastikan.

Aku menatap layar projector yang sedang menampilkan foto seorang jenderal Hindia Belanda dulu dan entah kebetulan atau bagaimana, nama yang tertera di sana adalah Pieter Both, nama yang baru saja aku sebut. Aku membulatkan mataku, apa aku benar-benar mengucapkannya? Ah, tidak. Aku sedang mabuk dengan mimpi berepisode itu sepertinya.

"Maaf, Bu, badan saya lagi enggak enak jadinya ngelantur," sahutku.

"Mending kamu ke UKS daripada kamu tidur di kelas saya," perintah Bu Ana yang segera kubalas dengan anggukan kepala.

Aku kemudian pergi ke UKS. Aku tidak ke sana sendirian, teman sebangkuku sekaligus sahabatku, Nadia. Dia menuntunku ke UKS dengan hati-hati padahal aku juga tidak merasa begitu buruk.

"Al, yakin enggak apa-apa ditinggal sendiri?" tanya Nadia khawatir. Mungkin dia khawatir karena aku baru saja mengucapkan kalimat yang seharusnya tidak diucapkan oleh seorang Aluna.

Aku mengangguk pelan. "Iya, enggak apa-apa."

Nadia kemudian keluar dari UKS dan meninggalkanku sendiri di UKS. Aku merebahkan tubuhku ke atas ranjang. Jarang-jarang Bu Ana mengijinkanku pergi ke UKS seperti ini. Mungkin ini karena aku bisa mengatakan hal tentang Pieter Both setelah aku bangun tadi. Entahlah, aku juga tidak tahu kalimat itu datang dari mana.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang