1-Back to Surabaya

41 4 4
                                    

~Surabaya tempat dimana cinta dan mimpi terurai kembali~

***
Terik matahari menyengat tubuh Laura yang baru turun dari pesawat. Mata gadis itu menyipit, menoleransi jumlah sinar matahari yang sangat menyilaukan. Dengan susah payah ia membawa cukup banyak barang, yakni sebuah tas ransel besar di punggung serta dua tas warna-warni berukuran lebih kecil. Semuanya dibawa bersamaan menuju bis yang telah menunggu para penumpang pesawat menuju bandara.

Sekitar 5 menit, waktu yang ditempuh bis untuk sampai ke bangunan luas memanjang itu. Dari sana, hanya beberapa langkah saja para penumpang akan tiba di ruang tunggu.

Terik berganti teduh dan dingin AC langsung menyergap tubuh Laura.
'Nyamannya' batin gadis itu sembari berhenti beberapa detik di bawah pendingin ruangan. Seakan ia baru saja berjalan dari gurun sahara-panas membara... lebay.

Laura meneruskan langkah menuju eskalator barang yang terletak di pusat bangunan bandara. Lalu mencari posisi strategis untuk mengamati koper yang melintas, hingga di penghentian terakhir tas beroda itu.

Lebih dari 15 menit, Laura menunggu koper miliknya melintas, dan rasanya cukup melelahkan. Setelah mendapatkan koper dan mengecek seluruh tas sudah lengkap, Laura pun berjalan menuju pintu keluar.

Setibanya di halte pemberhentian kendaraan, Laura yang kelelahan mulai meletakkan satu persatu barang ke lantai, dekat sepatu. Mungkin bisa dibilang mengempas karena penat dan kram terasa di sekujur tubuh.

Matanya menelisik pada beberapa taksi yang melintas, mencoba menghentikannya dengan lambaian tangan, namun tak satupun yang mengacuhkannya. Tiba-tiba saat Laura sedang dilanda kebingungan, terdengar seseorang memanggil namanya lantang.

"Laura..."

Kata itu begitu jelas mengeja namanya, tapi ia tak tau darimana. Mata Laura mulai menyelidik di balik keramaian, seraya bergumam, "Siapa yang memanggilnya?

Semua orang terlihat sibuk, ada yang menelpon, ada yang berpelukan karena bertemu dengan sanak keluarga. Dan disana, di dekat tiang pembatas jalan, netra Laura menangkap bayangan seseorang melambaikan tangan ke arahnya. Benar... wanita berpakaian kemeja dengan jaket jeans warna navy itu sedang melambaikan tangan kepadanya.

"Laura.." panggil wanita itu sekali lagi.

Laura menyeret langkah mendekati sang wanita, seraya terus mengingat dalam kepala, siapa gerangan sosok wanita tersebut. Beberapa langkah tertinggal, Laura berhenti sejenak, otaknya menemui titik temu dan sepertinya mulai mengenali.

Tante Nayla.

Lipstick merah muda yang menutupi warna bibir, gaya berpakaian seperti anak muda jaman sekarang, dan mobil VW Kodok yang terparkir di samping wanita itu. Tak salah lagi, dia pasti, "Tante Nayla??" sebut Laura tak percaya.

Wanita itu mengangguk membenarkan dugaan Laura. Tangannya mulai merentang lebar, lalu mendaratkan pelukan ke tubuh Laura yang dipenuhi berbagai tas.

"Apa kabar ponakan?"

Pelukan tante Nay terlalu erat, hingga Laura termegap-megap tak bisa bernapas. Sekian detik kemudian, didorongnya tubuh Tante Nay setelah puas memeluk.

Huft... Laura berusaha mengatur napas.

"Laura baik. Tante gimana?" Laura balik bertanya.

"Tante sehat, masih bisa nyetir sendiri, makan sendiri, nyuci baju sen..."

"Iya... Iya... Tante," potong Laura cepat, sebelum pembicaraan Tante Nay merembet kemana-mana. Tak ada yang berubah sampai sekarang, Tante Nay masih banyak omong dan cerewet.

'TILLWhere stories live. Discover now