Lama tak bersua, akhirnya 'Till update juga
Buruan dibaca! Segera!!!
***
Agustus, 2010"Bila nilai kamu begini terus, saya tidak yakin tahun depan kamu masih berada di kelas unggulan," ujar Bu Ning dengan nada sedih.
Pernyataan itu membuat Irene terkejut tak percaya. "Memangnya nilai saya menurun Bu?"
Bu Ning menghela napas, lalu berkata, "Sangat Irene. Bahkan tidak ada nilai tujuh sama sekali."
Irene menunduk, bersedih hati. Ia sebetulnya tahu bahwa nilai-nilai ujiannya yang terakhir tidak bagus, bahkan buruk. Nilai lima sampai tujuh lebih sering didapatkan dibandingkan nilai diatas itu.
Suasana mendadak hening. Baik Bu Ning maupun Irene sama-sama tidak bersuara. Raut wajah Irene pun berubah muram karena mendengar ucapan Bu Ning.
Perlahan Bu Ning mengulurkan tangan, lalu mengusap pundak Irene, menegarkan. "Kamu ada masalah, Ren? Ceritakan saja dengan ibu."
Irene menegakkan wajah, lalu melihat Bu Ning dengan seksama. Mulai mempertimbangkan tentang tawaran dari Bu Ning, apakah pantas menceritakan masalahnya kepada orang lain termasuk kepala sekolahnya sendiri?
"Saya kurang belajar, Bu," lirihnya beralasan. Hanya itu yang bisa ia katakan, karena memang kenyataan begitu. Ia kurang belajar, lebih tepatnya tidak ada waktu belajar.
Bu Ning mengangguk, kemudian mengulaskan senyum. Ia tahu jika ada hal yang disembunyikan oleh anak muridnya itu. Tapi, ia harus menghargai keputusan Irene unuk tidak menceritakan masalah yang dialami.
"Kalau memang alasannya seperti itu, Ibu harap kamu dapat menyediakan waktu khusus untuk belajar supaya nilai ujianmu membaik," pesan Bu Ning.
"Baik Bu," Irene mengangguk, "Apakah saya bisa kembali ke kelas, Bu?"
"Boleh, Irene. Silakan!"
Irene bangkit berdiri. Menyalimi tangan Bu Ning pertanda hormat sebelum keluar dari ruangan. Langkahnya terlihat gontai ketika menyusuri ubin yang tersusun sepanjang lorong. Seperti pandangannya lurus ke depan namun terlihat kosong. Benaknya masih dipenuhi dengan berbagai pernyataan yang didengar sebelumnya.
Tak terasa, Irene telah sampai di depan kelas XI-IPA 1. Pintu kayunya tertutup. Mungkin pelajaran keenam sudah dimulai, apalagi jam istirahat kedua telah selesai 20 menit yang lalu.
Tok... Tok... Tok...
Irene mengetuk pintu seraya mendorongnya ke dalam. Terlihat seorang lelaki tinggi berkaca mata tengah berdiri di dekat papan tulis sambil menjelaskan materi dari buku yang dipegang.
"Permisi, Pak Rahman," panggil Irene, suaranya terdengar nyaring hingga membuat guru bernama Rahman itu menoleh.
Setelah mendapat perhatian dari sang guru, Irene bertanya lagi. "Permisi pak, apakah saya boleh masuk?"
Tatapan pak Rahman menyelidik, "Kenapa baru masuk kelas? Darimana?"
Irene terdiam beberapa detik, apalagi menyadari perhatian seluruh kelas tertuju padanya. Raut wajah mereka terlihat sangsi melihat dirinya baru muncul di kelas. Sepertinya mereka tidak tahu menahu tentang alasan Irene baru muncul sekarang. Ya, lagipula Irene tidak memberitahukan siapapun mengenai panggilan Bu Ning untuknya.
"Sa... saya tadi dipanggil Bu Ning, Pak." Irene mendadak gugup, namun masih berusaha tersenyum.
"Benarkah?"
YOU ARE READING
'TILL
Romance"PROMISE NEVER LEAVE YOU" ♡♡ Sebuah kisah tentang empat orang yang ditakdirkan untuk bertemu di Surabaya. Disaat penantian, cita-cita, dan kebodohan masa lalu berbuah manis menjadi 'C.i.n.t.a'. Rasa cinta yang hadir sebagai sebuah rasa karena sudah...