'Till update...
Dibaca sekarang!!!
***"Kalian kenal sejak kapan? Mengapa terlihat akrab?"
Baik Bian dan Laura membelalakkan mata, kemudian saling beradu pandang. "Apakah harus bercerita sekarang?"
"Jadi?" Irene meminta jawaban pada keduanya di tengah proses makan.
Laura meneguk jus alpukat miliknya, mengulur waktu untuk mencari jawaban dari pertanyaan gadis di depannya. Ia sempat menoleh pada Bian, dan secara tidak sengaja lelaki itu tengah melirik ke arahnya. Dan akhirnya Bian yang membuka suara.
"Kita pernah satu sekolah waktu SD, terus Laura pindah. Sekarang kita satu kampus," terang Bian jujur.
"Benar gitu, Laura?"
Yang ditanyai mengangguk kecil, "Kurang lebih gitu."
Senyuman Irene muncul. Ada sedikit kelegaan dalam hatinya. Lega karena Bian mau menceritakan tentang dirinya dan Laura. Dia pikir Bian akan memilih opsi bungkam daripada menjelaskan. Namun, ada satu hal yang mesti diperjelas lagi, mengapa sekarang keduanya harus bersama?
"Gue mau minjam buku Bian, soalnya kita ada tugas. Jadi pulang bareng. Kita gak ada apa-apa." Laura menjelaskan sebab dirasa Irene menaruh rasa cemburu padanya. Kepekaan Laura mengatakan begitu.
Irene jadi salah tingkah, malu tertangkap basah akibat rasa cemburu yang menyelimuti hatinya. Gadis mana yang tidak cemburu ketika melihat kekasihnya bersama dengan orang lain, padahal sejak dua hari tidak ada kabar? Pasti jawabannya wajar.
Ketiganya menyelesaikan makan. Irene mendominasi pembicaraan ketiganya. Setidaknya ia berusaha menjadi seorang yang fleksibel ketika bersama teman kekasihnya, apalagi jika seorang gadis yang seumuran dengannya. Untungnya Laura juga bersikap demikian. Walaupun masih dengan sikap dingin yang seakan tidak bersahabat, tetapi Laura berusaha membaur. Tidak salah untuk menambah teman baru dibandingkan terus sendiri tak menentu.
"Gue ke toilet bentar," pamit Bian sebelum meninggalkan Laura dan Irene.
Sempat ada suasana canggung beberapa detik, sebelum Irene bertanya lagi. Pertanyaan ke berapa, Laura juga tidak menghitungnya. Ia hanya tau jika sedari tadi Irene terus saja berbicara tanpa henti, kepadanya juga Bian.
"Kamu kenal Bian dari kecil, La? Dulu dia sudah seganteng itu?"
Laura tersedak mendengar pertanyaan itu, segera diteguknya minuman yang tersisa untuk meredakan gatal tenggorokan yang tiba-tiba. "Ganteng?" Laura mengulangi pertanyaan Irene. Ia mencoba mengingat kembali sosok Bian kecil. Rasanya tidak ada kata ganteng yang patut disematkan kepada lelaki itu. Perawakannya seperti bule berkulit eksotis. Tubuh gempal menggemaskan, mungkin lebih tepat disebut menyebalkan dengan kejailan diluar nalar, menurut Laura.
Kedua tangan Irene menangkup wajah bulatnya. Ia sedang menunggu jawaban dari Laura.
Laura menggeleng, tidak. "Lo belum pernah melihat foto Bian kecil?"
Kali ini bergantian Irene yang menggeleng, "Bian gak terlalu terbuka sama gue," lirih Irene dengan bibir tergigit. Kalimat yang sedikit berat untuk diutarakan olehnya, khususnya mengenai Bian.
Laura merasa tertarik dengan arah pembicaraan Irene. Tentang Bian dan kehidupannya yang tidak ingin dibicarakan pada orang lain. Apakah berkaitan juga dengan keluarganya? Laura harus mencari jawaban.
"Soal kakak Bian bernama Vano. Lo tahu?"
Alis Irene terangkat sebelah. Nama yang disebutkan oleh Laura serasa tidak asing didengar. "Cuma tahu, gak pernah ketemu."
YOU ARE READING
'TILL
Romance"PROMISE NEVER LEAVE YOU" ♡♡ Sebuah kisah tentang empat orang yang ditakdirkan untuk bertemu di Surabaya. Disaat penantian, cita-cita, dan kebodohan masa lalu berbuah manis menjadi 'C.i.n.t.a'. Rasa cinta yang hadir sebagai sebuah rasa karena sudah...