'TILL UPDATE LAGI
SEMOGA PARA PEMBACA TETAP SUKA YA!!!
💖💖💖Di pagi Minggu yang cerah. Bian disibukkan dengan membereskan beberapa barang yang akan ia bawa ke tempat tinggal barunya. Bian yang masih memakai kaos oblong berwarna putih nampak kelelahan, keringat nampak bercucuran membasahi wajahnya. Belum juga ia pindah tapi sudah banyak yang ia lakukan. Sebenarnya tidak terlalu banyak perabotan yang akan ia bawa, namun pemilahan baju dan buku-buku yang terpakai yang memakan waktu lama. Untungnya Bian dibantu oleh Bik Nah yang juga ikut merapikan barang-barangnya. Bik Nah mengambil tugas untuk menyetrika baju kemeja yang telah dipilih oleh Bian, lalu memasukkannya ke dalam koper besar ukuran jumbo. Agak berlebihan sebenarnya jika saja ia sadar bahwa tempat tinggal barunya itu berjarak tidak jauh dari rumah sang mama. Toh, ia bisa bolak-balik kesana kapanpun ia mau, kan?
Keduanya tidak menyadari kehadiran seseorang di depan pintu. Orang itu memandangi sebentar ke dalam kamar Bian yang cukup berantakan, berserakan baju, buku, dan tas. Orang itu pun memanggil nama Bian.
"Ian..." Panggil orang itu sembari menyandar di pintu. Yang dipanggil masih menyibukkan diri dengan buku tebal yang coba dimasukkan ke dalam koper hitam berukuran kecil. Bian terlalu fokus sepertinya sampai tak menyadari kehadirannya.
Dia mendesakkan lidah karena merasa tak ditanggapi. Orang itu pun bersuara kembali. Kali ini dengan tangan melipat di dada, mulai kesal pada lelaki yang tidak menghiraukan keberadaannya. Nada suaranya juga sedikit dinaikkan. "Arkana Fabian!" Nama lengkap Bian disebutnya.
Sontak Bian menoleh. Bola matanya terlihat membulat beberapa detik, berganti dengan binar mata pemilik lensa coklat itu yang nampak samar. Bian bangkit berdiri, meletakkan dulu buku yang akan ia susun baru menghampiri orang yang telah menunggunya sedari tadi.
"Lo sejak kapan disini, Kak? Gak bilang dulu."Si lelaki yang ternyata adalah Vano-kakak Bian melihat sebentar pada jam tangan Casio miliknya. "Sekitar 10 menit lah." Tukasnya, menjawab tanya Bian.
"Jadi sudah dari tadi." Gumamnya seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia merasa bersalah karena tidak menyambut kehadiran kakaknya, padahal kakaknya itu cukup sibuk untuk sekedar pulang ke rumah. Jadwalnya sangat padat.
Sudut bibir Vano tertarik, terkekeh melihat wajah Vano yang nampak sangat lucu karena merasa bersalah. Lantas diacaknya rambut coklat Bian yang tebal dan mulai memanjang melebihi telinga. "Santai aja kali, Ian." Katanya sebelum berjalan memasuki ruang kamar bernuansa monokrom itu. Membuka isi koper Bian satu persatu-satu, termasuk koper yang didepan Bik Nah.
Bik Nah langsung berdiri ketika Vano menghampirinya, kemudian tanpa diminta wanita paruh baya itu merengkuh Vano dalam pelukannya. "Mas Vano. Bik Nah kangen karo Kowe." Ungkapnya jujur. "Kenapa ndak bilang Bik Nah dulu, mbok nanti tak bikinin masakan enak." Ujar Bik Nah lagi seraya melepaskan pelukan.
Senyum Vano melebar tidak menyangka mendapat pelukan ungkapan rindu dari Bik Nah yang sudah lama dikenalnya, mungkin sebelum dirinya terlahir ke dunia. "Saya juga kangen sama Bik Nah. Makanya gak bilang mau pulang."
Bik Nah juga ikut tersenyum lebar, bahagia yang dirasakan melihat anak lelaki majikannya satu itu kembali ke rumah, setelah beberapa bulan lamanya. "Bik Nah bikinin oseng-oseng tempe untuk Mas Vano ya! Jangan pergi dulu sebelum makan siang disini." Bik Nah mewanti-wanti, sedikit mengancam juga dengan kalimat setelahnya, "Kecuali Mas Vano sudah ndak suka masakan saya."
Tawa Vano langsung pecah. Ada-ada saja tingkah Bik Nah untuk membuatnya tinggal di rumah lebih lama. Ia pun mengangguk, "Iya Bik. Saya tunggu masakan terenak Bik Nah." Ujarnya seraya mengangkat kedua jempol.
YOU ARE READING
'TILL
Romance"PROMISE NEVER LEAVE YOU" ♡♡ Sebuah kisah tentang empat orang yang ditakdirkan untuk bertemu di Surabaya. Disaat penantian, cita-cita, dan kebodohan masa lalu berbuah manis menjadi 'C.i.n.t.a'. Rasa cinta yang hadir sebagai sebuah rasa karena sudah...