Suasana kelas terasa sunyi tatkala guru Cho sedang menjelaskan materi di depan kelas. Saat itu pelajaran matematika sedang berlangsung. Pelajaran terakhir. Tak sampai tiga puluh menit, bel pulang akan berbunyi. Sin Bi yang memang tidak menyukai matematika terlihat tidak mempedulikan guru Cho yang tengah menulis beberapa rumus di papan tulis. Kepalanya sudah mengepul sejak tadi. Ia menyerah. Sekali pun ia berusaha untuk menyukai pelajaran itu, mungkin hanya bertahan semenit.
Berbanding terbalik dengan Jung Kook yang duduk di sebelahnya. Lelaki itu tampak antusias dan fokus memperhatikan penjelasan dari guru Cho. Perlu diakui, meskipun Jung Kook terkenal badboy, tapi untuk masalah nilai dan peringkat di kelas, dia nomor satu. Sin Bi pun heran, sifat Jung Kook yang sebegitu menyebalkan baginya--sangat tidak menunjukkan kalau lelaki itu termasuk golongan siswa yang cerdas.
Jung Kook melirik gadis di sampingnya. Bel pulang belum berbunyi tapi gadis itu sudah bersiap-siap memasukkan semua alat tulisnya ke tas. Lelaki itu berdecak lalu menggelengkan kepala.
"Sudah siap pulang, Hwang?" Jung Kook bertanya dengan volume suara kecil supaya tidak terdengar oleh guru Cho.
Sin Bi tidak menjawab pertanyaan Jung Kook. Ia dengar, tapi tidak ingin berurusan lagi dengan bocah brengsek itu. Cukup sudah seharian ini ia duduk dengan bocah itu. Duduk dengan bocah itu saja sudah membuatnya frustasi.
Sengaja Sin Bi membereskan peralatan tulisnya dari atas meja karena--ketika bel pulang berbunyi nanti, ia langsung bisa segera kabur dari Jung Kook. Entah kenapa seharian ini Jung Kook jadi sensitif pada Sin Bi. Laki-laki itu selalu mengomentari hal sekecil apapun yang ada pada gadis itu.
Seperti misalnya ketika Sin Bi mengeluarkan tempat pensilnya, Jung Kook berkata, "Kau suka warna hitam, Hwang?" entah itu basa basi atau bukan, tapi menurut gadis itu, itu pertanyaan konyol yang pernah ia dengar. Memang, kalau dilihat-lihat--barang-barang yang Sin Bi gunakan identik dengan warna hitam. Mulai dari tas, jam tangan, kuncir rambut, hingga tempat pensil. Bahkan case ponsel gadis itu berwarna hitam metalik.
Dan lagi, Jung Kook menasehati Sin Bi saat ia menidurkan kepalanya di atas meja saat pelajaran bahasa Inggris. "Kau mau tidur atau belajar? Kalau mau tidur sebaiknya di rumah saja!"
Telinga Sin Bi sampai panas mendengar omelan-omelan kecil Jung Kook. Entah kenapa hari itu Jung Kook berubah menjadi lelaki yang bawel. Apa bocah itu sengaja memanfaatkan kesempatan karena Sin Bi duduk di sampingnya? Sialan!
Tepat setelah bel berbunyi dan guru Cho keluar dari kelas, gadis itu bangkit dari duduknya dan segera berlari keluar dari kelas.
"Ya, Hwang Sin Bi!" teriak Jung Kook memanggil nama gadis itu. Namun sayangnya--Sin Bi telah menghilang di balik pintu. Tidak terlihat lagi. Jung Kook terbengong sesaat. Ia ingin mengejar gadis itu, namun sialnya buku-buku catatan dan peralatan tulis miliknya masih berserakan di atas meja. Jung Kook memukul meja. Lelaki itu menggerutu kesal.
Setelah membereskan alat tulisnya, Jung Kook berjalan cepat keluar kelas. Matanya bergerak liar mencari sosok Sin Bi di antara siswa-siswa lain yang ada di lorong.
"Shit!" geram Jung Kook sambil mengepalkan kedua tangannya.
Lalu--sebuah tepukan di pundaknya membuat Jung Kook menoleh ke belakang.
"Kau dan aku harus bicara empat mata, Jeon."
Bukan Sin Bi yang menepuk pundak Jung Kook, melainkan Park Na Na. Mata Na Na terlihat sembab. Terdapat lingkaran hitam di sekitar matanya. Sepertinya gadis itu tidak tidur semalaman.
"Ingin bicara apa? Aku tidak punya waktu!" balas Jung Kook dengan jutek. Na Na datang di waktu yang tidak tepat. Na Na masih menatap Jung Kook intens meskipun perhatian Jung Kook sama sekali tidak tertuju padanya. Pikiran Jung Kook sibuk menanyakan keberadaan Sin Bi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears (COMPLETED)
FanfictionATTENTION KHUSUS 17+(!!!) Jung Kook-laki-laki dingin yang suka mengintimidasi orang lain. Dia seorang badboy. Anak orang kaya dan populer di sekolah. Bagi pria berumur 18 tahun itu, bergonta-ganti pasangan adalah hal yang biasa baginya. Bahkan kebut...