Tak ada yang lebih menyedihkan dari membaca pesan singkat yang masuk di ponselnya beberapa saat lalu. Pikiran Sin Bi kosong. Sama sekali tak mendengarkan ceramah guru Kang mengenai perjuangan rakyat Korea untuk merebut kemerdekaan dari Jepang.
Soo Jung. Pikiran gadis itu terus ke arah dirinya. Setelah membaca pesan itu, Sin Bi telah berusaha menghubungi nomor Soo Jung. Namun sialnya nomor sang kakak sedang tidak aktif.
Ia menggigit bibir bawah. Memainkan buku-buku jemarinya hingga memutih. Pikiran gadis itu terus berkecamuk. Soo Jung tak mungkin menggunakan barang haram itu. Pasti itu hanyalah orang iseng yang ingin mengerjainya.
Ia percaya dengan kakaknya. Tapi--mengingat kejadian kemarin saat Soo Jung menjerit histeris, Sin Bi semakin waswas. Lalu, Sehun... Apa pria itu benar-benar datang ke rumahnya kemarin? Jika benar, bisa jadi pria itu merupakan saksi atas kejadian yang menimpa Soo Jung. Atau jangan-jangan... Sehun sendiri lah pelakunya?
Itu berarti... Sehun mengenal kakaknya?
Sin Bi menggelengkan kepala. Tak setuju dengan argumen terakhirnya. Mana mungkin Sehun mengenal Soo Jung sementara ia sendiri belum pernah mengenalkan Sehun pada sang kakak.
Konsentrasi Sin Bi benar-benar hilang entah kemana. Kini pelajaran sejarah tak lagi berarti lagi baginya. Ada yang lebih penting dari pelajaran sejarah--ia harus sesegera mungkin pulang.
Tangan gadis itu mengangkat ke udara. "Ssaem, sepertinya saya harus pulang. Ada keperluan mendesak,"
Penjelasan dari guru Kang terhenti. Pria paruh baya itu menatap Sin Bi dari depan kelas. Ia berdeham sembari membetulkan letak kacamatanya.
"Keperluan apa?" tanya guru Kang kemudian.
"Uhm... Tiba-tiba saya tidak enak badan dan kepala saya pusing. Saya tidak bisa mengikuti pelajaran lagi." kilah Sin Bi berbohong. Gadis itu memijit kepalanya yang tidak sakit sama sekali.
Jung Kook menoleh cepat. "Kau sakit, Hwang?" raut pemuda itu tampak cemas.
"Baiklah, kau boleh pulang sekarang." guru Kang memberikan izin pada gadis itu. Lalu, pria paruh baya itu menenangkan anak-anak yang sedikit ribut dan melanjutkan penjelasannya.
Tak ingin menghabiskan waktu, lantas tangan gadis itu dengan cepat memasukkan buku-buku beserta alat tulisnya."Hwang, kau sakit? Kenapa kau tidak bilang padaku?!" Jung Kook bertanya lagi. Terselip nada khawatir dari cara bicaranya.
Sin Bi diam saja. Tak menjawab pertanyaan Jung Kook.
Tangan Jung Kook memegang erat pergelangan Sin Bi tatkala gadis itu bangkit berdiri. Lalu ia berkata dengan tegas, "Aku akan mengantarmu pulang."
Sin Bi melepaskan tangan Jung Kook yang mencengkramnya kuat. "Jangan bodoh!" kata gadis itu sesaat sebelum ia melengang pergi keluar kelas.
Tangan pemuda itu memukul meja dengan tidak terlalu keras. Gadis itu benar-benar berhasil membuatnya frustasi. Sin Bi--gadis pertama yang berhasil membuat Jung Kook khawatir.
Biasanya Jung Kook tak pernah mencemaskan hal-hal sekecil apapun. Apalagi menyangkut seorang wanita. Tidak--ia bukan tipe pria yang suka mencampuri urusan orang lain. Entah sejak kapan, Jung Kook merasa mempunyai tanggung jawab untuk melindungi Sin Bi. Ia tak ingin melihat air mata menetes lagi dari pelupuk gadis itu.
Dengan terburu-buru, Jung Kook memasukkan semua peralatan tulisnya. Setelah beres, pemuda itu berdiri dan berseru lantang, "Ssaem, saya juga harus pulang."
Guru Kang belum sempat memberi izin, namun Jung Kook sudah berlari keluar kelas.
"Jeon Jung Kook, kau--!!" guru Kang berteriak marah. Tapi Jung Kook sudah terlanjur menghilang dari pandangan. Pria paruh baya itu menggeleng pelan seraya kembali membetulkan letak kacamatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears (COMPLETED)
FanficATTENTION KHUSUS 17+(!!!) Jung Kook-laki-laki dingin yang suka mengintimidasi orang lain. Dia seorang badboy. Anak orang kaya dan populer di sekolah. Bagi pria berumur 18 tahun itu, bergonta-ganti pasangan adalah hal yang biasa baginya. Bahkan kebut...