XV

8.3K 1K 178
                                    

"Niall?" Elle langsung menengadahkan kepalanya ketika ia mendengar teriakan Niall dari luar.

"Ada apa, Elena?" tanya Frances.

"Itu suara temanku! Aku harus pergi!" kata Elle panik. Ia pun segera berdiri dan berlari ke arah pintu keluar perpustakaan. Baru saja tangannya hendak memegang kenop pintu, ia merasakan sesuatu yang terasa seperti rambut meliliti lehernya. Lalu detik berikutnya benar-benar mencekik lehernya pelan.

Elle pun membalikkan tubuhnya ke belakang, dan melihat Frances dengan bola mata berwarna putih sempurna sudah berdiri di hadapannya. Rambutnya tiba-tiba memanjang hingga mampu mencekik leher Elle. "Don't go!" bentak Frances.

"Please let me go, Frances! Niall membutuhkanku!" kata Elle parau. Namun ia langsung merasakan cekikan itu semakin keras di lehernya, membuat Elle semakin sulit untuk bernapas. Elle pun berusaha melepaskan rambut itu menggunakan kedua tangannya, namun hasilnya sama saja. Rambut-rambut itu terlalu kuat.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi, Elle," Frances mengambil langkah maju menuju Elle. Lalu tiba-tiba saja Elle melihat Frances mengangkat tangan kanannya yang sudah memegang gunting berukuran besar. Ia pun mendekatkannya ke arah mata kiri Elle.

Elle sudah menjerit tertahan karena ia hampir nyaris tak dapat bernapas ditambah mengetahui bahwa Frances akan menyakitinya dengan gunting itu. "J-jangan.. Jangan!" Elle hampir menangis.

"Kau punya mata yang sama dengan ayahmu, Elle!" bentak Frances di hadapan wajahnya. "That's why.." kini ujung gunting itu sudah berada dekat sekali dengan mata kiri Elle...

Siapa sebenarnya Frances? Apa hubungannya dengan daddy? Elle bertanya-tanya dalam hati.

"GO TO HELL!" siiiiiing. Elle melihat sebuah cahaya terang yang menyilaukan tiba-tiba menusuk matanya ketika seseorang mendobrak pintu perpustakaan itu dan memaksa masuk. Mungkinkah itu Niall?

Namun, lewat celah mata Elle yang terbuka ia melihat seseorang mengarahkan sebuah lentera yang bersinar terang ke arah wajah Frances dan membuatnya terbelalak juga terpental ke belakang.

"AAAAAA!" erang Frances yang menunjukkan ketakutan.

Lalu beberapa detik kemudian, Elle melihat wajah cantik Frances perlahan berubah menjadi keriput, semakin keriput, dan akhirnya ia menghilang entah kemana bersama cahaya menyilaukan dari lentera yang mulai redup perlahan. Barulah setelah itu Elle dapat melihat dengan jelas siapa yang masuk ke dalam sana.

"HARRY!" dengan sisa tenanganya, Elle segera berlari ke dalam pelukannya.

***

"Damn! Damn! Damn!" Niall berjalan dengan tertatih-tatih sambil mengumpat-ngumpat. Pandangannya tak pernah luput dari lengannya yang terluka. Kepalanya pun tak dapat berhenti mengingat wajah hantu wanita yang baru saja melukainya tadi. Namun sebisa mungkin ia mencoba untuk memberanikan diri kembali berjalan dan mencari Elle.

Sial, kenapa sekolah tua ini terasa lebih luas dari biasanya? Ia menggerutu dalam hati.

Niall sampai di sebuah tempat yang mana biasanya dipenuhi oleh orang-orang ketika waktunya makan siang, kafetaria. Ia masuk ke dalamnya dan mendekati counter makanan. Walaupun masih merasa ketakutan setengah mati, dalam hati ia berharap ada makanan disitu yang dapat ia makan. Namun hasilnya nihil.

Puk.

Niall menegang seketika, ketika ia merasakan seseorang menepuk bahunya. Ia tahu yang menepuknya pasti bukanlah manusia. Tapi ia memberanikan diri untuk memutar kepalanya. "AAA! GO AWAAAY!"

"Niall! Tenang, Ni, tenang! Ini aku Louis!" Louis mengguncang-guncangkan kedua bahu Niall.

"K-kau bukan Lou! Aku tahu! Kau kan sudah mati, jadi kau pasti sama seperti mereka! Kau setan! Biarkan aku pergi dari sini! Biarkan aku pulaaaaaang!" Niall menutup rapat-rapat kedua matanya.

Plak.

Dengan terpaksa Louis pun menampar pipi Niall agar ia diam. "Aku tahu aku memang sudah mati, tapi bukan berarti aku sama jahatnya seperti mereka," kata Louis dengan tidak sabar. "Sudahlah, sekarang kau ikut aku! Lebih baik kita segera mencari Elle dan Harry!"

"Tunggu!" Niall menarik baju Louis untuk menahannya. "Harry ada disini? Berarti kita selamat!"

"Bukan kita," kata Louis muram. "Tapi kalian."

AFTERLIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang