Hai. Jadi, chapter 1 s/d chapter 10 yang kemaren tuh sebenernya baru pemanasan, ya. Mulai chapter ini baru gregetnya :3. Nah, mulai chapter ini juga nanti Elle sama Niall bakal ketemu banyak makhluk unseen. Jadi, selamat baca :) don't forget to leave your vomment(s), please?
***
Dengan hati-hati, Harry segera menggotong tubuh Elle yang sudah terkulai lemas di lantai ke arah gudang dimana Niall berada. Ia membuka pintunya, dan menemukan Niall yang sedang terduduk di lantai dengan luka bakar di lengannya.
"ELLE!" pekik Niall ketika melihat Elle yang sudah pingsan di tangan Harry. Bersamaan dengan itu, ia mendengar suara bel sekolah yang menunjukan waktu belajar sudah selesai dan orang-orang pulang.
Harry menggeram, dan segera menjatuhkan tubuh gadis itu begitu saja. Lalu ia mencengkram kerah baju Niall, sampai tubuhnya terangkat dari lantai. Kentara sekali urat-urat di wajahnya terlihat jelas, serta rahangnya mengeras.
"Apa yang baru saja kau lakukan, tolol?!" Harry menggertakkan giginya. "Mencoba kabur dariku?!"
Niall memberontak, namun Harry lebih kuat darinya. "Lepaskan aku, bodoh! Mengapa kau ingin melakukan semua ini padaku dan Elle? Memangnya apa salah kami, Zayn?! Mengapa kau begitu dendam pada kami?! Kau juga tahu sendiri, 'kan, bukan kami yang membunuh your little fucking sister!"
Mendengarnya, membuat Harry-atau yang lebih tepatnya adalah Zayn-bertambah marah. Sebuah pukulan pun mendarat di pipi kiri Niall hingga membuatnya terjatuh ke lantai.
"Kalian orang-orang bodoh memang tidak akan mengerti..." ujar Harry. Namun entah mengapa, suara yang keluar dari mulutnya kali ini bukanlah suara Harry biasanya, melainkan telah berubah menjadi suara khas Zayn Malik.
Niall masih memegangi pipinya yang terasa sakit, dan menyeka darah yang keluar dari mulutnya sambil menatap sosok Harry dengan tajam.
"Alasanku melakukan semua ini bukan karena Felia lagi..." tiba-tiba suaranya melemah.
"SO WHAT?!" bentak Niall di lantai.
"DON'T CUT ME OFF, YOU ARSE!" dan dengan kasar Harry menginjak kepala Niall hingga kepalanya menempel dengan lantai yang dingin. Niall meringis kesakitan, namun itu tidak mengurangi kekejaman Zayn di dalam tubuh Harry.
"Dia," Harry menunjuk Elle yang terpejam di lantai dekat Niall. "Dialah alasan mengapa aku menjadi seperti ini..."
Niall membelalakkan matanya. Mungkinkah Zayn....
"I want her. I REALLY FUCKING WANT HER!" ia membentak Niall dengan kaki yang masih berada di atas kepala malang Niall.
Sementara di bawah, Niall melihat tiang lampu yang tadi digunakannya untuk melepaskan talinya. Dan sekarang, ia sedang mencoba meraihnya untuk sebagai alat menghajar Zayn.
"Jadi itulah sebabnya aku menginginkan sekali tubuh Styles. Dia bisa dicintai dengan mudah oleh jalang itu," ia menunjuk Elle lagi. "Dan kupikir itu berhasil. Aku bisa menjadi dekat dengannya berkat tubuh ini..."
"Don't even think about it, asshole!" DUAK.
Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Niall berhasil memukul bagian belakang kepala Harry dengan tiang lampu itu. Harry pun tersungkur di lantai. Dan dengan cepat, Niall segera bangkit dan menunduk untuk menggotong badan Elle.
Namun tiba-tiba saja, Harry yang belum pingsan melempar linggisnya ke arah tengkuk Niall dengan tepat. "ARGH!" erang Niall sebelum ia dan Harry pingsan secara bersamaan.
***
"Eh? Dimana aku?" Niall memendarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ia mendapati dirinya terbangun di ruangan yang sama seperti sebelumnya, gudang sekolah. Namun dengan suasana yang berbeda. Kosong tanpa ada barang-barang sedikit pun, dan hanya berpenerangan sebuah lampu gantung di tengah ruangan.
"Elle?" Niall menerawang tiap sudut ruangan itu, namun tak menemukan siapa pun. "Z-zayn?"
Lalu dengan perlahan, Niall mencoba membuka pintu ruangan itu. Dan ternyata pintu tidak lagi terkunci seperti sebelumnya.
Wussh.
Niall tiba-tiba merasakan hempasan angin ketika ia membuka pintu itu. Ia melongokkan kepalanya keluar, dan mendapati suasana asing di luar. Tempat itu benar-benar sekolahnya, namun hari tiba-tiba saja hari sudah malam dan tidak ada penerangan sama sekali disana.
Niall melangkahkan kakinya keluar perlahan, dan menelan ludahnya ketika ia mengingat sesuatu. "Fuck," umpatnya. "Kalau tidak salah, Brad pernah bercerita padaku tentang ini. Dan jika aku benar, sekarang aku sedang berada di dunia astral..."
***
Di dunia yang sama, namun tempat yang berbeda...
Elle terus berjalan menelusuri lorong sekolah yang diliputi kegelapan tanpa batas. Jantungnya berdegup kencang sekali, sampai-sampai ia bisa mendengarnya dengan jelas. Sesekali ia menengok ke kanan dan ke kiri untuk berwaspada, mengetahui bahwa ia sedang berada di dunia yang ia yakini sebagai dunia lain.
"Tenang, Elle, tenang..." bisiknya pada dirinya sendiri. "Kalau Niall benar, berarti aku bisa bertemu dengan Harry disini, 'kan?" ia menggigit bibir bawahnya tak yakin, namun mengangguk sekali dan kembali berjalan.
Ketika ia sampai di ujung lorong, ia menemukan dua tikungan. Ke kanan, dan ke kiri. Ia menimbang-nimbang untuk memilih yang mana. Namun tiba-tiba, ia melihat sebuah cahaya dari kejauhan di lorong sebelah kanan. Ia pun segera mengikutinya.
Makin lama, ia makin dapat melihat jelas asal cahaya itu. Seorang pemuda yang sedang berdiri di tengah koridor sambil membelakanginya dan memegang sebuah lentera di tangan kirinya.
Elle mencoba mendekatinya tanpa menimbulkan suara sedikit pun, lalu tiba-tiba berhenti terpaku dan menelan ludahnya ketika ia merasa mengenali siapa pemilik tubuh itu. "Jai... Brooks..."
Degh.
Pemuda itu pun berbalik, dengan wajah sepucat tembok. Ia menatap Elle kosong dengan sebuah senyuman menyeramkan bagaikan sebuah boneka manekin. Namun yang membuat Elle kaget adalah; adanya pisau yang tertancap di leher putih itu percis seperti ketika ia tewas.