16. Peluru

18 2 1
                                    

Fredrick Baker. Masa kejayaannya adalah 1974-1978.

Ia bersekolah di Finlandia, dan ketika memasuki usia perguruan tinggi, ia berdomisili ke Portugal.
Ia menikahi Emilia Frans dan mempunyai dua anak laki-laki.

Fredrick Baker adalah seorang filsuf sekaligus ilusionis.

. . .

Ethan duduk di kursi dekat jam besar antik, di depannya tersuguh teh hangat manis dan beberapa keping biskuit. Di tangannya, tergenggam beberapa dokumen lama yang nampak usang.
Theresa Bullock melintas, ia duduk di samping Ethan dan menatap pemuda itu lemah.

"Fredrick Baker ? Akhirnya kau mengetahuinya."

"Kau tahu tentang dia."

"Tentu saja. Kau ingat bahwa aku adalah salah satu anggota pertama. Aku tahu banyak."

Ethan mengangguk.

"Kau pembuat masalah."

Ethan menengadah, menatap Theresa Bullock dengan sebelah alis terangkat.

"Kau mengacaukan Cherry Glitch. Kau juga hampir membuka rahasia tentang sirkus pada Michael."

"Aku tidak melakukan satu kesalahan pun, nona Bullock."

"Oh ya, kau membuatnya. Kau hanya menolak mengakuinya. Aku dan nona Harris tahu itu. Kami selalu memperhatikanmu."

"Terima kasih untuk perhatiannya."

"Ethan, ini serius."

"Terima kasihku juga serius."

"Begini," Theresa Bullock bangkit berdiri. "Temukan Liguette, kita harus eksekusi dia."

"Tentu."

Ethan ingin menambahkan, namun Theresa Bullock telah berbalik dan berjalan pergi. Ia tak sempat mengatakannya di depan wanita itu.

"Liguette berjanji padaku bahwa dia akan datang malam ini."

. . .

Michael membuka lokernya dan mendapati buku-bukunya berantakan. Kapan terakhir kali ia membereskannya ?
Ia membanting tutup loker dan berjalan menuju kelas. Bahkan di dinding pengumuman, ia bisa melihat poster sirkus.

Desainnya antik. Menarik. Dijelaskan bahwa ada atraksi-atraksi unik, penampilan yang tidak biasa, aneka jajanan, pameran, keseruan, semua iming-iming itu.

Michael tersenyum lemah. Sirkus Supernova memang membuat orang-orang melupakan keluh kesah. Sirkus itu membuai hingga ke langit.

Tapi senyum Michael sirna saat ia teringat kilas balik bersama Ethan. Pemuda itu tertutup kepadanya, namun ia percaya padanya. Ia berpikir kembali, benarkah sirkus itu terkutuk ? Mungkin tidak.
Michael tidak sadar bahwa ia tengah terkekeh sendiri di depan papan pengumuman.

Ia melenggang pergi, masuk ke dalam kelasnya sebelum bel berbunyi.

. . .

Mikoto menyalakan rokoknya. Kedua kakinya bertumpu di atas meja. Di atas meja ada asbak dan botol alkohol, sisa setengah.

Wanita itu menyibakkan rambut merahnya, meniup rokok dengan dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia memandang kartu nama di tangan kirinya, Leonardo Simards tercetak indah disana. Mikoto menyematkan rokok di sudut bibirnya, lalu dengan tangan kanannya ia meraih ponselnya. Ia menekan angka-angka dan mulai menelepon.

GLASS MEMORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang