#3. Pemuda bernama Pandu

1.3K 108 4
                                    

Kasih berlarian menuju halte, sudah jam setengah tujuh lewat duabelas menit. Masih ada empatpuluhdelapan menit lagi sebelum jam tujuh. Dan jika lewat maka tamatlah riwayat kerjanya sebagai editor di salah satu percetakkan buku ternama tempat ia bekerja.

Sesekali dia panjangkan lehernya guna melihat keberadaan Bus yang tak kunjung datang. Setelah itu ia akan melihat pergelangan tangan kirinya yang di lingkari jam tangan. Melihat arah jarum jam dan mengumpatnya.

Kasih mendengus dan mengumpat untuk kesekian kalinya. Rasanya pagi ini sudah banyak umpatan yang ia keluarkan gara-gara bus yang tak kunjung datang. Gara-gara bangun kesiangan dan kunci motor kesayangannya entah ia simpan di mana?

Saat sedang sibuk dengan umpatan dan rasa takut terlambatnya, mobil berwarna hitam metalik melaju pelan di depan tempat ia berdiri.

Sekilas namun jelas, Kasih melihat siapa yang ada di dalam mobil tersebut.

Pandu dan Ale.

Pandu Abraham, teman sekampusnya yang sempat melamar ia dua tahun lalu. Saat ia baru menginjak semester akhir, saat sedang pusing dengan susun-menyusun skripsi.

Pemuda datar, yang jarang mengeluarkan ekspresinya. Pemuda kaku yang jarang atau malah sama sekali tidak pernah bergaul.

Pemuda pendiam yang sempat akrab diawal-awal masa kuliah dan tiba-tiba datang melamar.

Pemuda yang dua tahun lalu di tolak lamarannya. Dan sialnya pemuda bernama Pandu itu kini menjabat sebagai ketua redaksi di tempat Kasih bekerja.

Dan lebih sialnya lagi Pandu membuat hatinya ngejedag-ngejeduh tak tahu aturan saat tak sengaja beradu pandang. Yang Kasih tahu jika itu efek Cinta yang ia rasakan pada Pandu Abraham.

Dan lebih-lebih sialnya lagi, Pandu sudah bertunangan dengan gadis bernama Aletta, teman satu tim editor Kasih

Bolehkah Kasih menyesal?

Dan saat sedang sibuk dengan Pandu dan masalalunya, Kasih baru menyadari jika Bus yang sedari tadi ia tunggu sudah melewatinya.

"Astaga, bus gueeeeee!!" Seru Kasih tertahan.

※※※

Kasih meletakkan ransel miliknya dengan kasar, sudah lewat sekitar tigapuluhmenit dia terlambat. Dan Kasih yakin jika dia sampai tercyduq maka tawatlah riwayat kerjanya.

"Kas!" Panggil suara cempreng yang Kasih hafal milik siapa.

"Kenapa Ta?" Tanya Kasih balik saat mendapati Agatha berdiri tepat di depan meja miliknya.

"Lo dipanggil bapak redaksi!"

"Mampos!!" Seru Kasih tertahan

"Lagian lo hobi banget telat si Kas? Itung aja deh dalam sebulan ini berapa kali lo telat?" Kini giliran Aletta yang mengomentari soal keterlambatan Kasih.

Agatha dan Aletta adalah dua dari 4 anggota tim editor lainnya yang di dalamnya ada Kasih dan Arya satu-satunya lelaki di tim editor.

Agatha yang memang sudah berteman dengan Kasih dari jaman-jaman kuliah tak heran dengan hobi telat Kasih. Karena telat memang sudah melekat di hati seorang Kasih Najihan anak gadis Papih Tama yang pernah menolak lamaran Pandu Abraham.

Agatha tahu hampir semua tentang Kasih pun sebaliknya. Sedang Aletta sendiri adalah senior mereka berdua di perusahaan ini. Walau berada di dalam tim Editor yang sama dengan Kasih dan Agatha, semua karyawan tahu jika Aletta adalah tunangan dari Pandu Abraham si ketua Redaksi.

Kasih melangkah dengan gontai menuju ruang berpintu coklat itu. Rasanya Kasih ingin cepat-cepat menghilang dari peredaran, karena dia tahu jika akan mendapat amarah sang ketua redaksi.

Ini bukan sekalinya dia telat, jika di hitung sebulan saja lebih banyak telatnya di banding datang tepat waktunya.

Tok tok tok

"Masuk!" Terdengar perintah dari dalam ruangan berbentuk persegi itu.

"Duduk!" Belum sempat Kasih menyapa pimpinan redaksi yang tidak lain adalah Pandu sudah menyelanya.

"Thanks!" Gumam Kasih santai, menutupi detak jantungnya yang berdegup tak karuan. Entah karena takut dipecat atau karena adanya Pandu.

"Kamu tahu kesalahan kamu apa?"

"Ya elah Ndu, maap deh maap tadi ketinggalan bus guenya!!" Kasih menjawab pertanyaan Pandu dengan tetap mempertahankan sikap santai bersahabatnya.

"Sudah berapa kali saya peringatkan. Ini kantor dan saya atasan kamu jangan belagak sok akrab!!" Kritik Pandu tajam, dengan ekpresi kaku dan nada bicara yang datar.

Khas seorang Pandu Abraham, right?

"Astaga Pandu, lo kaku amat si? Ampun!!" Seru Kasih dengan ekspresi wajah di lebay-lebaykan.

"Ndu kita temen Ndu, lo gak inget? Kalo lo gak inget biar gue ingetin deh." Ekspresi lebay Kasih bertambah dengan nada bicara yang lebay pula, bak gadis teraniya.

"Kita dulu temen satu fakultas Ndu, lo itu kating gue. Kita ketemu dan kenal di kafe karena hobi kita yang sama. Iya lo sama gue sama-sama hobby ngopi. Dan abis itu kita deket dan lo juga sempet ngela.."

"Cukup Kasih!!" Bentakan Pandu membuat Kasih menghentikan acara nostalgianya.

"Kamu fikir saya amnesia?" Pandu bertanya dengan nada datarnya.

"Ya lagian lo kayak gak inget gitu, ya gue ingetin lah Ndu."

"Saya tidak peduli dengan kamu atau cerita masa lalu kamu, yang saya pedulikan kedatangan kamu yang selalu lebih dari jam masuk kantor!!" Ujar Pandu dengan nada bicara yang datar dan tegas.

"Ya Alloh Pandu, lo tinggal bilang 'Kas lo kenapa telat?' gitu aja pakek acara muter-muter pakek bahasa kaku begitu? Muka lo udah kaku Ndu, ya seengakknya bahasa lo jangan kaku juga gitu lo!!" Mendengar ucapan Kasih membuat Pandu membuang kasar napasnya berkali-kali.

"Saya tidak punya banyak waktu untuk meladeni semua ocehan tidak berfaedah kamu dan rasanya jika ada waktupun sangat percuma meladeni kamu dan semua ucapan kamu, jadi lebih baik kamu kembali bekerja dan jangan ulangi kesalahan kamu. Satu lagi SP 1 untuk kamu. Saya harap tak ada SP lainnya setelah ini." Pandu mengakhiri kalimatnya dengan sebuah deheman.

"Ndu ini beneran elo?" Tanya Kasih absurd, yang membuat Pandu menaikkan alisnya heran.

"Astaga Panduu, ini beneran elo? Lo ngomong panjang kali lebar ke gue? O my God, akhirnyaaaa padahal biasanya lo cuma manggut-manggut aja paling banter ngomong cuma delapan dua belas kata doang, dan iniiii astagaaaa ini rekor Ndu rekoor!!"

Astaga Kasih, ada ada dengan otakmu? Terbenturkah?

Pandu memijat pangkal hidungnya, sedikit kualahan bahkan hampir frustasi jika meladeni Kasih. Selalu ada saja hal di luar nalar yang ia lakukan.

"Saudara Kasih Najihah silahkan meninggalkan ruangan saya." Usir Pandu sopan.

"Tambahin binti Pratama Majid ya Ndu, biar sekalian latihan. Sekalian emas kawin dibayar tunainya biar sah! Hahaha" dan kalimat terakhir itulah yang terucap sebelum pintu tertutup rapat dan menelan habis seorang Kasih Najihah.

Pandu menepuk dadanya pelan. Jantung miliknya seperti akan meledak jika berhadapan dengan Kasih. Seorang Kasih Najihah tidak pernah baik untuk kondisi jantungnya.

"Gue enggak pernah tahu kalau efek seorang Kasih bisa bikin jantung gue mau keluar!" Desis Pandu pelan dan mulai sibuk dengan laptop miliknya.

Rankle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang