#12. Berdamai dengan masalalu

830 96 17
                                    

'Jangan biarkan hati mu berkarat karena menanggung harapan-harapan berat.'
.
.
.

Kasih menguap lebar-lebar membiarkannya tanpa ditutup karena kedua tangannya sibuk mengulet di atas kasur queen size miliknya. Hari ini hari terakhir Kasih berangkat kerja, karena besok sudah masuk akhir pekan. Setelah dirasa semua nyawanya sudah berkumpul menjadi satu dalam raganya, Kasih bangkit dan menuju kamar mandi.

Masih pukul lima kurang seperempat, kakek-kakek yang sering adzan di masjid dekat rumahnya belum terdengar suaranya. Setelah mencuci muka, Kasih mengambil ponsel pintar miliknya. Mencoba menghubungi salah satu programer IT perusahaan.

Setelah beberapa panggilan diabaikan akhirnya terdengar jawaban dari seberang telepon. Dengan suara serak dan parau sang teknisi menjawab singkat semua yang Kasih ucapkan.
Kasih sendiri merutuki kebodohannya saat memutuskan menghubungi seseorang di pagi buta seperti ini.

Setelah memastikan sang teknisi mengerti Kasih meminta maaf dan memutuskan hubungan teleponnya.

Kasih menatap pantulan dirinya dibalik cermin. Terlihat manis walaupun bangun tidur padahal ada plester didahinya. Toh orang dulu selalu mengatakan jika cantiknya seorang wanita terlihat saat ia bangun tidur. Kasih menepuk kepalanya, karena sempat memikirkan hal tidak masuk akal tadi.

Kasih kembali diam, menatap pantulan dirinya dalam cermin. Dalam diamnya Kasih memikirkan apa yang tadi malam terucap dari bibir tipis milik Pandu.

Yang lalu hanya untuk dikenang bukan untuk diulang!

Delapan kalimat itu terus memenuhi otak Kasih semalaman. Bahkan alasan mengapa Kasih sudah bangun di pagi buta sebelum subuh adalah karena Kasih tidak bisa tidur nyenyak sama sekali.

Belum lagi dengan permintaan Pandu tentang berdamai dengan masa lalu. Bagaimana bisa Kasih berdamai jika penyebab segala pertikaian adalah penolakannya.

Sakit tapi tidak berdarah, itu yang sedang Kasih alami saat ini.

"Tenang Kasih ada seribu jalan menuju Pandu!" Kasih mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Kasih pastikan cepat atau lambat Pandu akan kembali kepelukannya. Karena cinta sejati pasti tahu kemana ia harus berpulang. Dan dengan keyakinan tinggi Kasih yakin jika tempat ternyaman untuk Pandu Abraham adalah hatinya. Kasih tersenyum lebar, sepertinya aksi menyemangati dirinya berhasil.

Kasih menutup matanya kala mendengar adzan berkumandang dari Masjid dekat rumahnya. Suara kakek-kakek yang selalu menjadi alarm ampuhnya selama ini

Maka biarlah Kasih mengadu pada Sang Maha membolak-balikkan hati akan perasaannya saat ini.

※※※

Kasih menapaki anak tangga dengan santai. Kadang terbersit rasa bersalah Kasih saat seenaknya menginjak anak tangga untuk akses naik turunnya. Takut jika ibu tangga marah dan murka karena anaknya selalu dia injak-injak.

"Pagi semuaaa!" Seru Kasih semangat, saat mendapati kursi-kursi meja makan sudah terisi oleh orang-orang tersayangnya.

"Pagi~" balas Mamih, Papih dan Rehan bersamaan.

Kasih langsung mengambil tempat dikursi yang biasa ia duduki. Menyendokkan nasi goreng buatan Mamih kedalam piringnya. Memulai ritual sarapan pagi seperti biasanya.

"Pih, Mih." Kasih bersuara saat yang lain sedang sibuk dengan sarapannya.

"Hm?"

Rankle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang