#9. Penemuan Agatha

879 88 14
                                    

'Semua yang terkubur akan membusuk dan membau. Lalu apa kabar dengan rindu ku ?'
.


.
.

Mendapati putra sulungnya pulang larut sudah menjadi hal biasa bagi wanita paruh baya bernama Gigih Abraham. Istri satu-satunya dari pengusaha tambang Syafei Abraham. Ibu dari dua bersaudara Pandu  dan Bony Cornelia Abraham.

Yang tidak biasa dari malam-malam biasanya adalah melihat putra sulungnya yang terkenal kaku tanpa ekpresi itu, kini pulang dengan senyum yang tak lepas dari wajah tampannya.

Gigih dan Syafei yang sedang duduk di beranda rumah dibuat kaget mendapati senyum diwajah putra sulung mereka. Kaget dan aneh.

"Assalamualaikum, Pa Ma." Pandu mengucap salam dan mencium kedua tangan papa mama nya.

"Walaikumsalam. Pandu, kamu sehat kan nak?"

Mendapati pertanyaan sang Mama yang terkesan ambigu membuat salah satu alis tebal Pandu terangkat, heran.

"Sehat! Emang kenapa Ma?" Jawab dan tanya Pandu dengan ragu.

"Ya tumben banget muka kamu yang flat kaya triplek tiba-tiba ada senyumnya. Ya mama pikir kamu sakit!" Satu hal yang Pandu sesali dari mamanya yang cantik dan awet muda ini. Terlalu to the poin !!

Pandu melirik sang papa yang sudah dibuat tertawa oleh statment yang dibuat sang mama.

Tanpa menjawab Pandu memasuki rumah yang di dominasi warna soft pink. Jangan bertanya siapa pencetus warna tersebut. Sudah dipastikan ide sang mama yang sudah terlanjur gaul.

"Baru pulang bang?" Baru menapaki tangga nomor empat, langkahnya berhenti karena pertanyaan dari adik perempuan satu-satunya. Yang sedang duduk menonton salah satu program musik favoritnya

"Ya,"

"Abis dinner sama tunangan lo?" Tanya Bony, sang adik sinis.

Mendengar nada bicara sang adik yang terkesan tidak suka, Pandu membalikkan tubuhnya. Menatap adik semata wayangnya dengan tatapan teduh milik Pandu.

"Gak usah kaget gitu lah bang, gue liat kok lo tadi abis jalan sama dia." Mendengar pernyataan Bony, Pandu seperti sedang bercermin.

Nada bicara adik beda satu tahun dengannya ini sama persis dengan dirinya. Datar dan dingin. Satu hal yang membuat sang mama sering protes. Protes karena bingung dari mana sifat dingin dan datar kedua anak-anaknya.

"Lo kenapa sih, sensi banget sama Ale?"

"Gue sensi? Biasa aja sih, lo nya aja yang negatif thingking ama gue."

Pandu membuang napasnya kasar, jika sudah membahas hal ini yang ada ia dan Bony malah bertengkar. Sedari awal adik semata wayangnya ini memang tidak pernah setuju hubungannya dengan Ale.

"Harusnya lo mulai berdamai dengan masa lalu, jangan malah memusuhinya." Pandu masih bertahan di anak tangga, mencoba membaca apa yang sedang dipikirkan Bony yang tengah terdiam.

"Lo tau apa tentang masa lalu gue bang?" Bony bertanya dengan nada datar dingin dan super sinis pada sang kakak.

"Masalah lo sama Ale dimasa lalu gak seharusnya lo bawa sampe sekarang. Itu udah lewat dua tahun, lo terlalu pendendam Bon! Dan lo liat dari sisi lain, gak semuanya salah Ale."

Bony menatap tajam Pandu, "Seorang Pandu Abraham, bicara panjang lebar cuma buat bela pembunuh itu? Wow! Gue salut sama dia bisa bikin lo kayak gini? Enggak Pandu banget ya?" Masih dengan nada datar dingin dan super sinis Bony mengomentari sikap luar biasa sang kakak, Pandu.

Rankle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang