Namaku Wita.
Maaf bukan nama sebenarnya. Entah aku harus memulai ceritaku ini dari mana.
Hufff...
Maaf jika ceritaku ini membuat semua yang membacanya membenciku. Haters ku sudah cukup banyak, jadi jangan para pembaca budiman ikut menambahi Haters ku.
Semua kejadian berikut bukan karena kehendakku.
Aku hanya manusia biasa yang juga memiliki hati atau rasa. Tapi terkadang kata hati dan egoku yang membuat aku tidak bisa menahan atau bersabar terhadap sesuatu.
Hingga akhirnya, karena sikapku itulah yang membawaku pada penderitaan yang tiada batas.
Berawal saat aku mendapat sebuah pekerjaan di sebuah pabrik konveksi di daerah Jawa.
Banyak orang-orang sekitar kampungku menjadi buruh di beberapa pabrik yang ada di daerahku.
Selepas lulus sekolah aku sempat menikmati kesendirianku dalam artian jobless.
Namun itu hanya bertahan sampai setahun lamanya.
Karena aku sering sedih juga jika melihat ortu ku membanting tulang dan sementara aku hanya bisa berpangku tangan tanpa sedikitpun bisa membalas jasa-jasa mereka.
Awal bulan Oktober 2015.
Aku mulai lembaran baru dalam kehidupanku.
Aku diterima bekerja di sebuah pabrik konveksi. Tentunya bukan dibagian buruh, aku malah ditempatkan di bagian staf kantor.
Padahal dalam CV aku sudah mencantumkan semua dataku, termasuk pengalamanku yang kosong.
Aku juga sempat pesimis sewaktu aku harus menghadapi sesi sebuah wawancara dengan Manager di perusahaan tersebut.
Ditambah lagi rasa nervous dan kagum yang bercampur aduk saat harus menatap mata sang Manager tersebut.
Ada sesuatu yang beda saat mata kami harus beradu. Hatiku tak bisa memungkiri hal itu.
Semakin lama aku menatap maka semakin aku tenggelam dalam angan-angan yang indah.
Namun sayang lamunan ku harus berakhir saat seseorang wanita yang sepertinya asisten manager itu.
Dia memberitahu kepada manager itu kalau kantor memerlukan seorang staf khusus untuk di kantor, menggantikan staf lama yang ingin resign.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG PELAKOR
HorrorMencintai itu bukan berarti Memiliki. Apalagi hati seseorang yang sudah tertambat pada pilihannya. Demi sebuah Ambisi, Norma dan Aturan pun di tabrak. Tidak Ada lagi menggunakan Akal Sehat.