#9

1.4K 54 6
                                    

TRINGGG! TRINGGG! TRINGGG!

Semua warga sekolah kompak membubarkan diri begitu bel berbunyi. Apalagi ini hari Jumat, bel pulang amat sangat dinanti, mengingat besok adalah hari Sabtu, hari malas dan bersantai karena libur.

Alih-alih sibuk membereskan buku lalu bergegas pulang, Marva malah terpejam dengan earphone ditelinganya. Bahkan ia masih mengenakan seragam olah raga yang sudah dirangkap dengan jaket hitam Alan Walker kesayangannya. Setelah olah raga, kelas Marva mendapat jam kosong karena guru agama yang berhalangan hadir, jadi ia memutuskan untuk tidak mengganti baju dengan seragam batik Jumat yang masih terlipat rapi di dalam tasnya lalu tidur dengan kuping tersumpal.

"Tuh anak ke alam mimpi?" tanya Natasha ke Aiza yang tengah membereskan laptop setelah streaming film bermodalkan wifi kelas.

"Ke alam baka kali."

"Ih, lu ngomong emang gak pernah pake bismillah ya," lalu satu toyoran mendarat di kepala Aiza.

"Bismillah, ke alam baka kali. He. He."

Natasha hampir saja menoyornya lagi. Kalau bukan sahabatnya, mungkin Aiza sudah dijadikan hiasan di dash board mobil yang kepalanya goyang-goyang seirama gerakan mobil.

"Jadi bangunin jangan nih? Sekolah udah kosong, masa mau ngebiarin dia nginep di sekolah sampe senin?" sewot Natasha yang sudah ingin cepat pulang.

"Iye gue bangunin elaah, bacot."

"Aiza, language."

"Ampun ndoro," disusul dengan sungkem kepada Natasha.

Aiza yang sedari tadi duduk disebelah kanan Marva memulai aksinya. Dengan tangan gemetar ia membuka earphone dari telinga kirinya, Marva masih tidak bergeming.

Setelah itu, Aiza berdehem, belum sempat melakukan aksinya, Natasha sudah gemas ingin pulang. "Aduh Aiza, cepet–"

"MARVA SHAREEZA ANAKNYA PAUL WALKER, PACARNYA ALAN WALKER!!!!!! CEPET BANGUN ITU BAPAK LO IDUP LAGI NANTI APRIL MAU MAIN FILM!!!!!! PACAR LO MAU KE RUMAH BAWA BUNGA MAWAR MERAH KESUKAAN LO!!!!! ALLAHUMMAAAAAA GUE SOLATIN JUGA LO KALO GAK–"

Satu toyoran mendarat tepat di kepala bagian kiri Aiza, "BERISIK KADAL GURUN!!!"

"Ih kasar," Aiza dengan polosnya mengusap-ngusap kepalanya yang ditoyor Marva.

Tetapi berhasil, Marva bangun, sedikit meregangkan ototnya lalu menggaruk kepalanya, ia melihat keadaan sekitarnya dan menyadari suatu kejanggalan, "kok kelas kosong? Pada ke kantin?"

"INI UDAH BEL PULANG DARI TADI WOY SADARLAH WAHAI MANUSIA!!!" sewot Natasha dan Aiza bersamaan seperti paduan suara.

"Gimana mau sadar, orang gue tidur." Marva langsung menggendong tasnya dan langsung menuju pintu sambil mengucek mata. "Duluan gengs."

Dengan langkah setengah sadar dan mata yang masih lengket, Marva berjalan keluar kelas. Tepat di depan pintu, ada Audindra yang ternyata belum pulang. "Eh, Va, belum pulang?"

"Kalo gue udah pulang, ngapain gue disini."

"Ehehe, sori sori, nanya doang, sans," Audindra tampak melihat sekeliling, "Bagas mana?"

"Dia futsal sama anak-anak kelasnya."

"Terus lo sama siapa?"

"Sama bayangan gue sendiri, naik angkot."

"Pulang sama gue aja, gratis kok."

Seketika jantung Marva berdegup dua kali lebih cepat, "Eh, gak usah, rumah gue jauh, gue bisa pulang sendiri."

"Gak apa-apa, gue anterin sejauh apapun rumah lo."

Sekarang tiga kali lebih cepat, "Gak usah, Din, sayang bensin lo."

"Tapi gue lebih sayang lo dibanding bensin," ucapan Audindra membuat seluruh badan Marva menegang dan tidak bisa digerakkan kecuali kelopak matanya yang berkedip, "ayo."

Tanpa permisi, Audindra menggandeng tangan Marva. Entah apa yang merasuki relung hatinya, ini terasa menggelitik.

...

Tidak butuh waktu lama menuju parkiran sekolah, Marva kini tengah berteduh dibawah pohon sambil menunggu Audindra hingga akhirnya manusia yang ia tunggu datang dengan motor yang–wow, Marva tak bisa berkedip kala seorang Audindra yang terkenal culun membawa motor R15 biru yang membuat culunnya tidak lagi kentara.

"Ayo naik."

Tanpa berpikir panjang, Marva langsung naik keatas motor yang telah lama ia kagumi. Sebagai penyuka otomotif, Marva sangat mengagumi motor yang satu ini, motor besar yang membuat siapapun yang mengendarainya dapat terlihat gagah dan maskulin. Selama ini ia hanya tau dari cerita Alfarez–teman sekelas Marva yang sama-sama suka otomotif–tentang motor yang begitu diidamkan Alfarez sejak lama, namun terhalang biaya. Ternyata motor ini sangat luar biasa.

Deru mesin motor begitu terdengar saat Marva dan Audindra melesat ke jalan raya yang macet setiap jam pulang sekolah. Dari balik kemacetan, terdapat sepasang mata yang begitu perih menatap seorang perempuan yang ada di boncengan orang lain.

"Heh, Bastian! Nyebrang gak lu? Ketabrak emak-emak bawa matic tau rasa!"

Lamunan lelaki itu buyar, setelah membuang napas, ia berjalan ke parkiran dengan langkah seperti orang yang tak punya harapan hidup lagi. Rasanya lebih baik ia mati saja seperti apa yang pernah ia katakan pada perempuan yang dicintainya–tetapi terlambat–itu.

Yang Telah HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang